Ada Dugaan Kepentingan Korporasi di Balik Perluasan TWA Kawah Ijen
TIM MEDIA FORBANYUWANGI
Koordinator Laskar Hijau Banyuwangi, Lukman Hakim meyakini, ada kepentingan korporasi besar di balik rencana perluasan Taman Wisata Alam (TWA) Kawah Ijen Merapi Ungup-Ungup.
Hal tersebut disampaikannya saat ditemui Tim Media ForBanyuwangi, seusai dirinya mengikuti unjuk rasa warga Desa Pakel (Kec. Licin) yang berlangsung di depan Kejaksaan Negeri Banyuwangi, (19/8/20).
“Perluasan TWA Kawah Ijen itu adalah contoh bagaimana pemerintah tunduk dengan kepentingan korporasi. Saya meyakini ada tekanan dari korporasi agar pemerintah mau menambah luasan TWA Ijen. Saya yakin itu. Tidak cuma yakin seratus persen, tetapi dua ratus persen. Dua ratus persen saya yakin ada kepentingan korporasi di balik perluasan TWA Kawah Ijen,” katanya.
Menurut Lukman, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mestinya fokus pada upaya perbaikan kualitas lingkungan yang ada di kawasan Pegunungan Ijen.
Bulan Februari 2020 lalu, Laskar Hijau Banyuwangi bersama beberapa warga Desa Bayu (Kec. Songgon) melakukan acara telusur Sungai Binau. Tidak hanya mengamati hulu dan kawasan mata airnya, tetapi kami saat itu juga melanjutkan rute penelusuran tersebut ke daerah gunung-gunung yang ada di dekat Kawah Ijen, seperti Kawah Wurung, Gunung Kukusan, hingga Gunung Remuk.
“Kami menemukan beberapa titik di kawasan itu ada yang rusak, dan ada pula longsoran. KLHK mestinya fokus pada upaya perbaikan kerusakan-kerusakan itu. bukan malah mengambil kebijakan yang malah bisa memperparah kerusakan. Tidak diluaskan saja, sudah ada kerusakan di sekitar Ijen, apalagi jika diluaskan. Apalagi jika cagar alamnya dialih fungsi,” papar Lukman.
Lelaki yang juga aktif dalam upaya konservasi Gunung Lemongan, Lumajang itu juga mengajak elemen kritis Banyuwangi, terutama mahasiswa untuk mencermati percepatan perluasan TWA Kawah Ijen dengan menghubungkan momen rapat koordinasi beberapa menteri yang berlangsung di Banyuwangi dengan terbitnya Surat Keputusan MenLHK 318/MENLHK/SETJEN/PLA.2/2020.
Perluasan TWA Ijen itu dasarnya adalah Surat Keputusan MenLHK 318/MENLHK/SETJEN/PLA.2/2020. Surat itu terbit pada tanggal 30 Juli 2020, itu berarti sehari setelah adanya rapat koordinasi beberapa menteri dan pejabat yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
“Jelas ada kekuatan besar yang membuat hal tersebut terjadi. Saya mengajak masyarakat Banyuwangi, utamanya mahasiswa, untuk meng-kritisi hal ini. Mari kita kritisi, apakah perluasan TWA Ijen ini punya hubungan atau tidak dengan eksplorasi panas bumi yang dilakukan PT Medco? Jangan pula status cagar alam yang juga diemban Ijen itu dialih fungsi hanya demi pembangunan cable car (kereta gantung),” tandasnya.
Sebagai informasi, laman tempo.co pada tahun 2012 lalu telah mengabarkan, PT Medco Geothermal Indonesia, anak perusahaan PT Medco Energy Internasional Tbk telah memegang kuasa eksplorasi seluas 62.620 hektare yang meliputi dua titik, yakni di Blawan, Kabupaten Bondowoso dan Kawah Gunung Ijen di Kabupaten Banyuwangi.
Sedangkan laman suarainvestor.com dalam beritanya yang berjudul “Cable Car Banyuwangi Dikawal Dua Menteri”, menginformasikan, rencana pembangunan pariwisata di puncak Kawah Ijen itu tidak hanya berupa kereta gantung, melainkan juga beberapa fasilitas akomodasi dan hospitally di sekitar Kawah Ijen.
Mega proyek senilai Rp 400 miliar itu bernama “Ijen Blue Fire Resort”. Fasilitas-fasilitas yang akan dibangun dalam mega proyek itu di antaranya: areal perkemahan, dormitory, hotel bintang 2, hotel bintang 4, visitor centre atau lobby, food court, area parkir, villa, rumah pohon, dan fasilitas penunjang lain. (Baca: https://www.suarainvestor.com/cable-car-banyuwangi-dikawal-dua-menteri/ )
Lukman merasa sedih lantaran kabupaten di ujung timur Pulau Jawa itu kini justru tempat obral alih fungsi kawasan lindung dan kawasan suaka alam.
“Banyuwangi ini kok sepertinya ketagihan alih fungsi ya? Setelah Gunung Tumpang Pitu dan Gunung Salakan, sekarang Cagar Alam Ijen yang dialih fungsi. Kalau sekelas alih fungsi cagar alam saja dianggap sebagai seuatu yang biasa oleh pemerintah, tentu kawasan sekelas hutan lindung akan mudah pula dialih fungsi. KLHK yang dimandati rakyat untuk menjaga kawasan lindung dan suaka alam itu harusnya mempertahankan cagar alam yang tersisa. Jangan cagar alam yang tersisa itu justru malah dikorbankan lewat kemudahan terbitnya izin alih fungsi,” pungkasnya.