Browse By

Bebaskan Pak Manre’ dan Pak Saharrudin Hentikan Reklamasi!! Cabut Izin Tambang Pasir Laut!!

Pak Manre dan Saharuddin adalah nelayan Pulau Kodingareng, ditangkap dan ditahan di Polda Sulsel dan DIt Polairud Polda Sulseldengan dugaan tindak pidana pengrusakan barang secara bersama-sama (pasal 170 KUHP) serta pengrusakan Mata Uang Negara sebagaimana termaktub dalam Pasal 35 ayat (1) UU No. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang. Berdasarkan laporan polisi Nomor : LP-A/283/VII/2020/SPKT.

Proses hukum Pak Manre dan Saharuddin berkaitan dengan upaya penolakan tambang pasir laut, dan dinilai sangat dipaksakan oleh pihak Dit. Polairud Polda Sulsel.

Secara prinsip nelayan Pulau Kodingareng  mempunyai hak untuk penolakan sebagaimana yang diatur dalam  Pasal 65 ayat (3) dan Pasal 70 UU PPLH memberikan hak sekaligus membuka ruang masyarakat untuk melakukan penolakan dan keberatan terhadap suatu izin usaha yang membahayakan lingkungan.

Bahwa masyarakat tidak mendapatkan informasi yang cukup dan terbuka terkait izin usaha dan izin lingkungan aktivtas tambang pasir laut PT. Royal Boskalis, maka penggunaan hak menolak dan keberatan terhadap aktivitas izin ini baru dapat dilakukan pasca aktivitas tambang mulai beroperasi.

Sementara Pak Manre dan Saharuddin, sedang mempertahankan hak atas penghidupan dan menjaga prinsip perlawanannya pada perusahaan yang telah mengganggu dan merusak wilayah tangkap Nelayan Pulau Kodingareng. Mereka sadar betul akan dampak tambang pasir laut bagi masa depan dan keberlajutan penghidupan anak cucu.

Kasus Manre dan Saharuddin bukanlah (bermotif) kejahatan, dia hanya mempertahankan ruang hidupnya yang menjadi sumber penghidupan untuk melanjtukan hidupnya bersama keluarganya.

Seharusnya Polda Sulsel menghentikan segala upaya kriminalisasi terhadap Pak Manre dan Nelayan lainya agar mereka dapat kembali tenang. Polda Sulsel harusnya menerapkan keadilan substansi yang memulihkan hak-hak nelayan.

Upaya kriminalisasi ini sangat melukai rasa keadilan masyarakat/nelayan Kepulauan Sangkarrang. Seharusnya Penyidik menyadari jika nelayan melakukan aksi protes hanya untuk mempertahankan ruang hiudup mereka/wilayah tangkap ikan yang dirusak oleh Boskalis, serta memperjuangkan hak-hak konstitusionalnya sebagai warga negara.

Sejak awal pun diakui oleh Boskalis jika mereka tidak melakukan sosialisasi dan konsultasi publik mengenai rencana penambangan tersebut. Dalam hal ini tidak ditegakkan fungsi kontrol masyarakat terhadap pemerintah dan perusahaan.

Oleh karenanya, Gubernur Sulsel dan Boskalis telah mengabaikan kewajibannya untuk melindungi, menghormati dan memenuhi kepentingan masyarakat/nelayan yang terdampak langsung dari kegiatan tambang Boskalis.

Selain itu, pelaksanaan reklamasi pantai untuk pembangunan pelabuhan Makassar New Port juga menjadi ancaman yang serius bagi nelayan tradisional dan perempuan pesisir yang menggantungkan hiudpnya di laut.

Berdasarkan temuan lapangan Aliansi Selamatkan Pesisir,  terdapat 3 Kelurahan yang terdampak langsung akibat pembangunan MNP yakni Kelurahan Tallo, Buloa dan Cambaya dengan jumlah perempuan pesisir sebanyak 388 Perempuan.

Pelaksanaan pembangunan pelabuhan MNP dibangun diatas wilayah tangkap nelayan tradisional dan perempuan peisir pencari kerang, kanjappang dan tiring. Dimana, sumber material untuk pembangunan MNP, diambil dari Kepulauan Sangkarrang.

Berdasarkan temuan-temuan diatas, Aliansi Selamatkan pesisir dengan tegas menyatakan dan menuntut :

1. Hentikan tambang pasir laut
2. Cabut izin tambang pasir laut
3. Bebaskan Pak Manre’ dan Saharuddin
4. Hentikan kriminalisasi terhadap nelayan
5. Hentikan reklamasi MNP
6. Stop perampasan ruang hidup
7. Makassar tolak reklamasi
8. Akui identitas perempuan nelayan
9. Hentikan intimidasi terhadap nelayan
10. Hentikan keterlibatan militer dirana sipil
11. Cabut RZWP3K
12. Pulihkan pesisir Makassar

#BebaskanPakManre
#BebaskanPakSahar
#HentikanReklamasiMNP
#TolakTambangPasir

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *