Beribadah di Rumah Adalah Rukhshoh (الرخصة) yang Wajib Diambil
Mohamad Shohibuddin (Peneliti dan Pengajar IPB)
“Sesungguhnya Allah Ta’ala sangat mencintai jika rukhshoh-Nya diambil sebagaimana kecintaan-Nya jika perintah-Nya dilaksanakan” (H.R. Thabrani dan Al-Bazaar).
Rukhshoh—yang secara leksikal berarti dispensasi—dalam terminologi hukum Islam didefinisikan sebagai berikut:
تغير الحكم من صعوبة إلى سهولة لعذر مع قيام السبب الحكم الأصلي
“Berubahnya hukum dari yang sulit ke yang mudah karena adanya ‘udzur, sepanjang faktor penyebab yang terjadi pada hukum asalnya terus berlangsung” (Syekh Ismail Usman Zein dalam kitab al-Mawahib as-Saniyah).
Dengan redaksi berbeda, Abdul Wahab Khallaf dalam kitab ‘Ilm Ushul al-Fiqh mengartikan rukhshoh sebagai berikut:
“Hukum keringanan yang telah disyari’atkan oleh Allah SWT atas orang mukallaf dalam kondisi-kondisi tertentu yang menuntut adanya kemudahan.”
Penyebaran wabah Covid-19, yang kini sudah menjadi pandemik global, merupakan kondisi darurat yang telah termasuk ke dalam kategori ‘udzur Syar’i. Demikianlah kesepakatan dari mayoritas ulama di semua negara Muslim, termasuk ulama Al-Azhar di Mesir. Hal yang sama juga dinyatakan dalam keputusan organisasi-organisasi Islam terkemuka di Indonesia, seperti NU, Muhammadiyah dan MUI. Kesepakatan semacam ini didasarkan fakta bahwa penyebaran virus Covid-19 telah menciptakan ancaman yang riil (al-mafasid al-muhaqqaqah) terhadap keselamatan jiwa manusia. Padahal, melindungi jiwa manusia merupakan salah satu tujuan syariat Islam (maqashid asy-syari’ah).
Keberadaan ‘udzur Syar’i tersebut menyebabkan beberapa hukum asal ( ‘azimah)—seperti kewajiban sholat Jum’at, keutamaan sholat berjamaah di masjid, dan berbagai kegiatan keagamaan lain yang melibatkan banyak orang harus ditinggalkan karena memberatkan (masyaqqah/shu’ubah) dan, sebaliknya, hukum yang lebih ringan (rukhshoh) harus diambil dan dijalankan. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT:
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍ
“Dan Allah tidaklah menjadikan kesempitan (kesulitan) atas kalian di dalam urusan agama” (QS. Al-Hajj: 78).
يُرِيْدُ اللهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ
“Allah menginginkan kemudahan bagi kamu sekalian” (QS. An-Nisa’: 28).
Bahkan mengambil dan menjalankan hukum rukhshoh ini—dalam kasus wabah Covid-19—hukumnya sudah sampai pada taraf WAJIB (tidak lagi sunnah atau apa lagi mubah!) mengingat hal itu terkait dengan upaya menghindari ancaman yang membahayakan keselamatan jiwa manusia. Analoginya adalah seperti seseorang yang HARUS (tidak sekedar boleh) makan bangkai (padahal hukumnya haram) dalam situasi terancam mati kelaparan, sementara tidak ada makanan lain yang bisa dikonsumsi.
Untuk rukhshoh yang hukumnya sunnah saja (misalnya qashar sholat bagi orang yang bepergian jauh), Rasulullah menegaskan bahwa Allah sangat senang apabila hamba-Nya mengambil rukhshoh yang telah diberikan. Apalagi jika rukhshoh itu sudah menyangkut upaya melindungi keselamatan jiwa manusia yang membuatnya menjadi KEWAJIBAN yang mesti dilakukan. Hal ini sesuai dengan sabda beliau:
“Apabila ada suatu kaum yang membenci keringanan ( rukhshoh) yang telah aku berikan, maka demi Allah, aku lebih mengetahui tentang Allah ‘Azza wa Jalla daripada mereka dan aku adalah orang yang paling takut kepada-Nya daripada mereka” (H.R. Ahmad).
Dalam kesadaran inilah, maka apresiasi yang sebesar-besarnya disampaikan kepada para pengurus masjid di daerah berstatus zona merah yang dengan sangat berat hati telah mengambil keputusan menutup masjid untuk sementara waktu. Jika upaya menghindari ancaman atas keselamatan manusia bersifat WAJIB, maka begitu pula mengambil rukhshoh yang menjadi konsekuensinya adalah sesuatu yang bersifat WAJIB juga.
Semoga kita semua tidak termasuk golongan orang-orang yang sombong karena mengingkari rukhshoh yang telah diberikan oleh Allah SWT.
Wallahu a’lam