Dukungan Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FN-KSDA) terhadap Gerakan Samarinda Menggugat (GSM)
Kami warga Nahdliyin yang tergabung dalam FN-KSDA, sebuah organisasi yang berisikan warga, aktivis organisasi sosial, dan akademisi dari berbagai daerah di Indonesia, dengan ini menyatakan dukungan terhadap GSM, sebuah gerakan penggugatan oleh warga negara agar pemerintah melakukan penegakan hukum yang ada.
Dukungan ini kami sampaikan mengingat pentingnya substansi gugatan warga kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) yang tergabung dalam GSM terhadap Walikota Samarinda, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Samarinda, Gubernur Kaltim, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia (RI), dan Menteri Lingkungan Hidup (LH) RI.
Adapun poin gugatan adalah memburuknya kualitas hidup warga Kota Samarinda akibat terjadinya perubahan iklim yang terjadi karena, salah satunya, diberikannya izin Kuasa Pertambangan eksploitasi dan penyelidikan umum pertambangan batubara di Kota Samarinda yang sampai pada tahun 2008 sudah mencapai hampir 25 ribu hektar.
Eksploitasi batubara telah menyebabkan lepasnya gas metan, salah satu gas rumah kaca (GRK), ke atmosfer. Akumulasi GRK telah menyebabkan terjadinya kenaikan suhu Bumi, dan pada akhirnya akan membahayakan penghidupan berupa: 1]mencairnya es di kutub yang akan menyebabkan naiknya muka air laut dan pada ujungnya akan menenggelamkan banyak pulau-pulau di Indonesia; 2]memperpanjang musim kemarau yang akan menurunkan debit air dan dengan demikian akan menurunkan pula produktivitas pertanian; 3]memperbanyak debit air pada musim penghujan yang pada akhirnya akan menyebabkan banjir; dan 4]meningkatkan wabah penyakit seperti malaria dan diare.
Dari keempat poin bahaya naiknya suhu Bumi di atas, salah satu kelompok awal yang paling merasakannya adalah kaum tani. Selain masalah perebutan lahan antara industri ekstraktif tambang batubara dengan penggunaan lahan untuk pertanian dan pemukiman, perubahan iklim pada dasarnya akan mengganggu siklus tanam, dan pada akhirnya akan menurunkan produktivitas pertanian karena petani semakin kesulitan menemukan tanaman yang cocok dan kalender tanam yang pas. Kondisi ekstrim kekeringan akan memicu gagal panen, sementara di sisi lain, banjir akan menghancurkan lahan-lahan pertanian. Dengan demikian, masalah ini sebenarnya adalah masalah bersama seluruh manusia, karena pada dasarnya setiap kita tergantung pada bahan makanan yang diproduksi dari tanah-tanah pertanian.
Kami sepakat bahwa para tergugat telah melanggar komitmen pemerintah untuk menurunkan emisi GRK seperti yang diamanatkan oleh Framework Convention on Climate Change (FCCC) yang telah diratifikasi Indonesia melalui UU 6/1994 tentang Pengesahan Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan Iklim; Protokol Kyoto yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU 17/ 2004 tentang Pengesahan Protokol Kyoto atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Perubahan Iklim; serta pelanggaran terhadap beberapa resital hukum yang lain.
Kami menuntut agar proses pengadilan yang sudah berjalan di Pengadilan Negeri Samarinda sejak Juli 2013 dilaksanakan dengan keadilan penuh berdasarkan hukum, bukan kepentingan penguasa dan pengusaha.
31 July 2013