Kecerobohan Korporasi di Jombang: Mementingkan keuntungan ekonomi, tapi mengabaikan dampak polusi
Oleh: Izarrohman Fadli (Anggota FNKSDA Jombang)
Sekitar 4 – 5 tahun yang lalu (Tahun 2012), PT. Sejahtera Usaha Bersama (PT. SUB) yang beroperasi di Dsn.Ketanon Desa Diwek, melakukan pengembangan usahanya. Usaha yang dilakukan yaitu menguasai dengan cara membeli sebagian tanah persawahan yang terletak di utara pemukiman warga Dusun Balongrejo, Desa Pundong.
Para pemilik sawah yang mayoritas warga Dusun Balongrejo merasa tergiur untuk menjual tanahnya karena dibeli dengan harga diatas rata-rata saat itu. Alasan yang lebih tepat kenapa mereka rela melepaskan tanah/sawahnya untuk dijual kepada PT. SUB melalui pihak ketiga, tentunya, para pemilik sawahlah yang lebih tahu. Namun yang menarik dari pengakuan para pemilik sawah tersebut, menurut mereka nantinya persawahan yang terbeli itu tidak digunakan untuk produksi, tapi digunakan untuk pergudangan dan lapangan olahraga, disamping itu juga dijanjikan anak-anak mereka akan mendapat prioritas untuk dipekerjakan di PT. SUB.
Proses jual-beli telah selesai, akhirnya PT. SUB melakukan pembangunan. Warga Dusun Balongrejo pernah dimintai persetujuan izin lingkungan, bahwa sesuai dengan alasan pertama PT. SUB tidak menggunakan lahan tersebut untuk produksi, dengan alasan ini warga seolah menerima, meskipun secara administratif mereka tidak tahu.
Pagar PT. SUB berdiri di batas perkebunan warga, dengan diberi jarak sungai kecil sekitar 1-2 m. Letak PT. SUB tepat di utara pemukiman warga. Kalau sekarang bisa dilihat secara langsung bahwa pemasangan cerobong pabrik berada tepat di utara pemukiman warga, jarak ke pemukiman sekitar 20-25 m, dengan perkebunan warga yang ditanami bambu sebagai pagar.
Seolah tak berdaya, dan memang dibikin tidak berdaya, selama hampir empat tahun warga hanya bisa memendam dalam hati, sekali-kali dilontarkan melalui kata-kata, namun ditujukan pada diri sendiri karena adanya dampak polusi dari PT. SUB. Polusi muncul dalam bentuk asap yang bercampur serbuk debu, suara bising dari mesin produksi pabrik, serta di saat tertentu mengeluarkan semburan api dari cerobong.
Sebagian warga sudah mengadu ke pamong desa, namun pengaduan yang dilakukan warga seolah hanya berlalu saja, perbaikan tidak terlihat, bahkan pengaduan dan keluhan warga seperti diabaikan. PT. SUB selama hampir empat tahun tidak pernah melakukan “pendekatan lingkungan” pada warga.
Dampak sosial-lingkungan pun makin dirasakan oleh warga Dusun Balongrejo. Bisa dibayangkan polusi asap bercampur serbuk debu yang keluar dari cerobong mengepul tebal dan terbawa arus angin ke-selatan. Kadang-kadang kampung terlihat gelap karena asap, apalagi kalau malam di saat asap mengarah ke perkampungan dan embun pun turun ke bawah. Suasana seperti ini membikin pernafasan terasa berat, sesak bagi orang yang sehat, apalagi yang punya riwayat ISPA dan orang-orang rentan macam orang tua jompo dan bayi. Suara keras bersumber dari dalam pabrik yang tidak menentu pun dirasakan warga, orang yang masih muda saja terasa kaget apalagi orang yang tua, bayi, atau orang yang punya riwayat jantung.
Awal Gerakan Warga
Akibat dari keluhan-keluhan yang selalu diabaikan oleh PT. SUB, maka pada tanggal 23 September 2016, dengan undangan yang ditandatangani oleh Kasun setempat, seluruh warga Dusun Balongrejo diundang berembug terkait Dampak sosial-lingkungan oleh PT. SUB dengan bertempat di Musholla Mbah Dulatif Dusun Balongrejo, dan dihadiri sekitar 200-an warga yang terdiri bapak-bapak, ibu-ibu, dan pemuda setempat.
Hasil rembug warga terkait keluhan-keluhan yang dirasakan warga dicatat, kemudian dari catatan keluhan, warga melakukan langkah membuat Surat Tuntutan yang ditujukan pada PT. SUB, dengan tembusan Kades dan BPD, serta tiga pilar Desa. Surat disampaikan Hari Senin, tanggal 26 September 2016. Warga menanti jawaban surat tuntutan tersebut, ditunggu sampai sekitar 4 hari, tidak ada konfirmasi sama sekali. Bahkan pihak desa pun diam saja. Akhirnya salah satu warga memberanikan untuk bertanya kepada Kades, karena warga merasa dalam hal keluhan ini kadeslah yang harus melindungi warganya. Namun, jawaban yang diperoleh di luar dugaan, kades bilang bahwa: 1. Kades merasa hanya ditembusi saja; dan 2. Menjawab masih repot.
Dari jawaban Kades dan penantian tanggapan dari PT. SUB, akhirnya warga berinisiatif untuk menulis keluhan-keluhannya (Kamis, 29-10-16) dengan menggunakan karung goni warna putih dan banner-banner bekas. Tulisan-tulisan warga dipajang di sudut-sudut jalan lingkungan warga sendiri dengan harapan keluhannya bisa dibaca banyak orang, dipasang di jalan lingkungan sendiri, dengan tidak mengganggu lingkungan dusun lain.
Setelah warga memasang keluhan-keluhan yang tertuju pada PT. SUB di sudut-sudut jalan, pihak PT.SUB dan Pemerintah Desa merasa kebingungan dan berusaha mencari sebab kenapa bisa terjadi seperti ini. Senin, 3 oktober 2016 perwakilan warga dipanggil Kades, panggilan tersebut menanyakan sebenarnya kemauan warga itu apa?
Warga meminta untuk tuntutan warga ke PT.SUB segera direspon, dari situ Kades akhirnya membuat surat Panggilan kepada General Manager untuk hadir di Balai Desa Pundong, Rabu 05 oktober 2016, guna menjawab tuntutan warga Dusun Balongrejo.
Dampak Polusi yang Dirasakan Warga
Hampir empat tahun keluhan warga Dusun Balongrejo selalu diabaikan oleh PT.SUB Unit 2 Pundong. PT.SUB adalah perusahaan yang bergerak pada produksi triplek (plywood), jadi otomatis ketika produksi yang mementingkan pada hasil secara ekonomi, tapi tidak memerhatikan dampak yang ditimbulkan, maka akan membikin keresahan pada warga sekitar. Selama ini yang dikeluhkan warga antara lain : asap bercampur serbuk debu. Asap ini yang selama ini mengotori rumah warga, bahkan sumur, baju, dan properti yang ada di dalam rumah terkotori; serta serbuk debu bila mengenai kulit atau baju terasa gatal, kebun warga sudah tidak layak lagi dibuat pemukiman, bahkan dibuat duduk santai pun sudah tidak layak, estetikanya hilang. Kebisingan yang parah dari suara mesin, bau lem yang menyengat pernafasan, semburan api yang keluar dari cerobong asap dengan ketinggian hampir 3 meter. Warga hawatir kebunnya terbakar karena jarak antara cerobong dengan kebun warga sangat dekat. Kemudian ada juga keretakan rumah warga yang diakibatkan dari pemancangan paku bumi pada awal pendirian pabrik.
Dampak udara juga dirasakan oleh warga ketika angin bertiup keselatan (arah pemukiman warga) yang mengakibatkan pernafasan terasa berat karena udara berbau seperti pembakaran triplek. Bau ini lebih parah ketika malam hari karena asap bercampur debu mengepul dihembuskan angin keselatan dan embun malam turun. Ini membikin pernafasan terasa sangat sesak. Perkampungan kami terlihat sangat berkabut.
Hal inilah yang kami hawatirkan selama ini, siapa yang akan menjamin kesehatan warga, terutama bagi kelangsungan kesehatan anak-anak kami?
Hasil dari sidak BLH (Badan Lingkungan Hidup) Kabupaten Jombang (Jum’at, 14-10-16), menunjukkan bahwa ternyata salah satu cerobong PT. SUB Unit 2 yang terletak tepat di utara pemukiman warga dan berjarak sekitar 25 meter itu tidak standar ketinggiannya. Artinya cerobong yang selama ini dipasang terlalu rendah, hanya sekitar 7 meter, padahal standar minimal adalah dua kali minimal ketinggian rumah warga (antara 12 – 15 meter), semakin tinggi maka semakin baik. “Maka akibat dari cerobong yang kurang tinggi, otomatis membikin resah warga,” ujar Yuli Inayati, bagian pengawasan BLH Jombang.
Manfaat yang Tidak Sebanding dengan Dampak
Adanya sebuah perusahaan seharusnya membawa kesejahteraan bagi warga lingkungan sekitar. Namun itu hanya harapan yang terbalik bagi warga Dusun Balongrejo. Selama 4 tahun ini warga hanya memperoleh pemberian (entah apa yang pantas untuk menyebutnya). Warga menerima Rp.50 rb per-rumah/per-tahun, 3 beasiswa bagi anak warga sekitar, serta seekor sapi yang diberikan ketika Hari Raya Qurban.
Perlu diketahui, pemberian ini dilakukan secara sefihak, tanpa adanya aspirasi dari warga. Pemberiannya pun seolah dibikin agar warga tidak bisa protes. Contoh nyata, yaitu uang 50 ribu Rupiah yang diberikan per-rumah pertahun, diberikan pada masing-masing rumah secara door to door. Dengan perlakuan seperti ini, otomatis warga dibikin tidak bisa menolak dan diposisikan menerima, bahkan dibuat menerima saja.
Selama empat tahun ini warga diperlakukan sewenang-wenang, artinya warga tidak dianggap selayaknya tetangga perusahaan yang bisa yang selalu bersapa dan saling interaksi dengan baik. Padahal dampak polusi akibat produksi PT. SUB Unit 2 Pundong sangat meresahkan warga.
Kegiatan warga juga diabaikan, bahkan mereka lebih mementingkan mendekati oknum-oknum desa, tapi tega menyengsarakan warga lingkungan sekitar. Bahkan karyawan tetap dari lingkungan kami hanya 8 orang, padahal jumlah penduduk Dusun Balongrejo sejumlah 655 orang, hal inipun membikin kecewa atas janji PT. SUB pada pemilik sawah yang dulunya dijual, dimana mereka dijanjikan kalau anaknya akan dimasukkan jadi karyawan dengan prioritas khusus, tapi nyatanya janji itu hanya tinggal kenangan.
PT. SUB tidak pernah memikirkan terkait kegiatan yang memberdayakan warga sekitar, baik pemudanya maupun ibu-ibunya. Mata pencahariaan warga sekitar mayoritas sebagai buruh tani di luar desa, karena di dusun kami lahan persawahannya hampir tidak ada. Termasuk terjual pada PT. SUB, sekarang pemilik sawah sedikit menyesali, tapi itu sudah berlalu. Harapan untuk hidup nyaman, sejahtera, juga tidak dinikmati, semua terganggu oleh polusi PT. SUB.
Pertemuan Mengecewakan dengan PT. SUB
Pertemuan terjadi pada Rabu (05-10-’16) di Balai Desa Pundong. Semua warga Dusun Balongrejo hadir dengan harapan mendengar jawaban dari tuntutan warga terkait dampak sosial-lingkungan PT. SUB. Namun apa yang diharapkan warga jauh dari yang dibayangkan, karena yang hadir bukan General Manager-nya, tapi diwakilkan pada Humas PT. SUB (H.Kartijo) dan Heri (Personalia). Kedua orang ini tidak bisa menjawab tuntutan warga, karena “bukan kapasitas kami,” kata Kartijo.
Acara tersebut hanya menampung keluhan-keluhan warga lagi. Ini bisa dilakukan warga langsung dengan menyampaikan ke perwakilan PT. SUB, awalnya hanya ditulis melalui surat. Pihak PT. SUB berjanji akan segera menindaklanjuti keluhan-keluhan warga, namun pihak PT.SUB bersedia kalau dalam tindaklanjutnya warga harus mewakilkan ke beberapa orang, tarik ulur terkait berapa jumlah perwakilan yang disepakati, warga maunya semua dan tempat berkumpulnya di Balai Desa. Pihak SUB tetap minta perwakilan, akhirnya warga menerima akan mewakilkan pada 15 orang.
Hak Musyawarah Terganggu Oleh Oknum PT. SUB
Disaat warga menerima keterwakilan 15 orang, tapi di dalam perjalanan proses mau bermusyawarah menentukan siapa yang akan mewakili warga, warga merasa diintimidasi oleh oknum PT. SUB, bahkan ada ancaman ke warga, dan suasana ini membikin ketenangan dan hak warga untuk bermusyawarah terganggu.
Akibat intimidasi yang dilakukan oleh oknum PT.SUB (nama dan jabatan dirahasiakan), warga akhirnya membuat pernyataan sikap (08/10/2016) menolak keterwakilan pertemuan dengan PT. SUB dan warga sepakat tidak mewakilkan kesiapapun, dan pertemuannya harus di Balai Desa kami. Surat ini disampaikan ke PT. SUB pada Hari Senin, 10 Oktober 2016. Pihak PT. SUB kaget, dan konfirmasi ke Kades, dan Kades tetap memaksa agar PT. SUB tetap mengundang warga. Undangan yang dikirim ke Balai Desa tertanggal 10/10/2016, untuk menindaklanjuti musyawarah tanggal 5 Oktober 2016. Pertemuan direncanakan bertempat di Rumah Makan Zam-Zam, Hari Kamis, 13 Oktober 2016, jam 09.00 WIB.
Warga merasa heran, padahal penolakan warga sudah jelas, tapi kenapa pihak PT. SUB tetap memaksa mengundang. Warga tetap menolak undangan dari PT.SUB dengan keterwakilan.
Langkah Warga ke DPRD JOMBANG
Hari Senin, 10/10/2016 warga melayangkan surat permohonan hearing ke Komisi C DPRD Kabupaten Jombang. Akhirnya Hari Rabu tanggal 12-10-16, warga dapat surat undangan hearing untuk hari Jum’at, 14 Oktober 2016.
Pukul 13.00 WIB, bertempat di ruang kerja Komisi C DPRD Kabupaten Jombang, sejumlah 20 orang perwakilan warga mendatangi undangan hearing komisi C DPRD Kabupaten Jombang.
Dalam hearing tersebut pihak-pihak yang dihadirkan antara lain: Pihak Warga (20 orang perwakilan), Pihak PT. SUB dihadiri General Manager (GM) dan beberapa manajemennya (lengkap), Pihak pemerintahan Desa (Kades, Perangkat Desa, dan Anggota BPD), BLH Kabupaten Jombang, serta beberapa Anggota Dewan Komisi C.
Pertemuan dipimpin langsung oleh H. Mas’ud Zuremi (Ketua Komisi C). Pertemuan dibatasi waktunya 1 jam, dengan alasan agenda Dewan masih banyak. Pertemuan dibuka oleh Ketua Komisi C dengan memaparkan surat keluhan warga. Kesempatan pertama diberikan ke warga (dengan satu juru bicara), untuk menyampaikan “bahwa tuntutan yang tertulis dalam surat permohonan heraing itulah yang menjadi tuntutan warga,” demikian Izarrohman Fadli, selaku jubir warga.
Kesempatan kedua, diberikan pada Pihak PT. SUB. General Manager PT. SUB (Faisal Maharni) langsung menjawab. Intinya pihak PT. SUB mengakui kalau selama ini warga tidak pernah diajak duduk bersama terkait dampak polusi yang dialami warga. Pihak PT. SUB akan bertanggungjawab terkait dampak polusi yang selama ini dialami warga dan berjanji akan memperbaiki penyebab yang menjadi keluhan warga.
Kesempatan ketiga diberikan pada BLH Kabupaten Jombang dengan pemaparan hasil sidak yang dilakukan BLH pada pagi hari (Jum’at, 14-10-16), dimana ditemukan bahwa cerobong asap PT. SUB tidak standart/ tidak memenuhi syarat secara ketinggiannya, bahkan secara teknis pembangunannya juga salah karena tangga untuk naik ke cerobong terlalu dekat, sehingga membahayakan keamanan bagi tim BLH untuk mengambil sample udara.
Dari hasil hearing tersebut ketua Komisi C DPDR Jombang, H.Mas’ud Zuremi, membacakan kesimpulan rekomendasi :
- SUB harus segera melakukan pembenahan terkait cerobong asap, karena hasil sidak dari BLH Jombang (14/10/16) ditemukan bahwasannya cerobong PT.SUB tidak memenuhi standart (ini adalah kesalahan fatal PT.SUB). Waktu yang diberikan 1-2 bulan. Ketua Komisi C Juga dengan tegas mengatakan bila tidak segera diperbaiki dan masih meresahkan warga sekitar, PT. SUB disuruh pindah atau tutup.
- Terkait kompensasi dari dampak yang dirasakan warga Dusun Balongrejo hampir 4 tahun ini, agar diselesaikan secara internal antar warga dan PT. SUB (dengan melakukan perundingan). Bila diperlukan, Komisi C DPRD Jombang siap memfasilitasi, namun agar diselesaikan dengan pemerintah Desa setempat dulu.
- General Manager diperintahkan agar lebih dekat dengan warga lingkungan sekitar.
- Semua terkait dampak yang dirasakan oleh warga selama ini, penanggungjawab sepenuhnya adalah General Manager Bapak Faisal Maharni.
Keputusan ini dibuat tanggal 14 Oktober 2016, di ruang kerja Komisi C DPRD Jombang, dengan disaksikan oleh Pihak PT. SUB, Warga, Anggota Dewan dan para awak media lokal.
Sidak Komis C DPRD Jombang
Senin 17 Oktober 2016, beberapa anggota Komisi C DPRD Kabupten Jombang dipimpin langsung oleh Ketua Komisi C, H. Mas’ud Zuremi, melakukan sidak (inspeksi mendadak) ke PT. SUB Unit 2 Pundong. BLH Kabupaten Jombang juga turut serta. Ternyata ditemukan bahwa cerobong PT. SUB memang tidak memenuhi syarat, bahkan limbah B3 juga dirasakan saat sidak. Di saat itu juga ketua Komisi C DPRD Jombang menduga kalau izin produksi PT. SUB bermasalah. Ketua Dewan Mas’ud Zuremi menegaskan, keberadaan izin tersebut potensi bermasalah, hingga harus diurus kembali. “Memang perizinan awal adalah untuk gudang dan lapangan, tetapi kenyataan terjadi perkembangan untuk peningkatan produksi, ini mungkin menyalahi perizinan,” ujarnya.
Awalnya, di sela-sela sidak terjadi pembicaraan terkait perizinan dari kalangan legislatif, BLH dan warga. Salah seorang warga Dusun Balongrejo Desa Pundong menyampaikan bahwa perizinan PT. SUB hanya untuk pendirian gudang dan lapangan. Artinya sejak awal ada kejanggalan terkait izin lingkungan, bahkan membikin antara warga saling curiga, karena mereka merasa bahwa pihak pabrik awalnya hanya bilang kalau hanya dipakai gudang dan lapangan, tidak dipakai produksi.
Di sela sidak anggota dewan dan BLH juga mengunjungi ke pemukiman warga, ternyata dewan juga merasakan apa yang jadi keluhan warga, bahkan dewan juga melihat rumah warga yang retak gara-gara saat pemancangan paku bumi pada awal pembangunan pabrik.
Polemik Terkait Izin Pabrik
Mencuatnya soal izin perusahaan muncul saat sidak anggota Dewan. Selang dua hari Bupati Jombang berstatemen disalah satu media lokal Jawa Pos Radar Jombang (19/10/16) “kalau soal izin PT. SUB agar diurus, dan keluhan warga segera diselesaikan” ujar Nyono Suharly W. Kamis, 20 Oktober 2016, Kepala Dinas Perizinan, Sukar, berstatemen pada media kalau izin PT. SUB Unit 2 Pundong hanya untuk gudang dan lapangan. Berselang satu hari, Jum’at 21 Oktober 2016 statemen kemarin dibantah sendiri oleh Sukar “kalau izinnya ternyata juga dengan produksi,” dia minta maaf kalau kemarin berkasnya terselip.
Hari Senin 24 Oktober 2016, salah satu warga (penulis) mendatangi Badan Perizinan. Aawalnya sms sama kepalanya, tapi orangnya ada rapat di luar, dan saya ditemui oleh bawahannya, karena dia yang lebih tahu, pun saya dibatasi hanya boleh melihat tanpa boleh memfoto atau minta foto copy. Memang berkas yang ditunjukkan benar adanya kalau izinnya sudah ada dan tertulis sejak tahun 2012 bulan Oktober, untuk tanggalnya kami lupa, izinnya selain gudang dan lapangan, ada juga produksi veener (kupas kayu). Cuma ada yang janggal, kenapa izin HO (Izin Lingkungan) di warga kami cuma ditandatangi oleh 3 orang, itupun satu keluarga, padahal warga yang berdekatan dengan pabrik sejumlah sekitar 60-an rumah. Mereka tidak ada yang tahu kalau ada izin produksi. Bahkan kami juga ditunjukkan kalau PT. SUB Unit 2 Pundong membuat izin baru peningkatan produksi yang ditandatangani oleh Bupati Jombang, yaitu Nomor 201 tentang Izin Lingkungan, tertanggal 24 Agustus 2016. Ini juga membikin kami tambah bingung, karena di saat itu warga sudah berpolemik. Tapi apapun itu, kami memang tidak ada apa-apanya dengan penguasa dan korporasi.
Kami juga mendatangi BLH, ditemui oleh bagian pengawasan, Yuli Inayati yang menyayangkan kenapa BLH baru tahu kalau selama ini PT. SUB Unit 2 sangat meresahkan warga. Beliaunya juga bilang kalau tahunya yang berproduksi itu yang unit 1, dan unit 2 adalah Lapangan dan Gudang. Mendengar statemen ini kami serasa aneh, kenapa baru diketahui, padahal PT. SUB Unit 2 Pundong sudah berproduksi selama 4 tahun.
Tapi apapun itu, terkait izin produksi, warga memang tidak tahu. Warga hanya protes dan menuntut PT. SUB unit 2 Pundong agar bertanggungjawab terkait dampak polusi yang merugikan warga selama 4 tahun, dan selama itupula keluhan warga selalu diabaikan.
Melangkah di Luar Kesepakatan
Saat hearing telah disepakati bersama, terkait kompensasi dengan warga agar diselesaikan secara musyawarah dan difasilitasi oleh pemerintah Desa. Namun kesepakatan itu dikhianati. Selasa, 18 Oktober 2016 pihak PT. SUB melakukan tindakan dengan mendatangi rumah warga, dengan alasan mendata rumah yang retak. Padahal mereka belum melakukan musyawarah dengan warga.
Kejadian pertama sudah menjadi catatan warga, namun selang empat hari, Sabtu 19 oktober 2016, kejadian yang tidak di inginkan diulang lagi. Pihak PT. SUB yang dipimpin oleh Humas PT. SUB (Kartijo) membagi sembako pada janda-janda, namun dihentikan warga dan bersama-sama warga dibawa ke Balai Desa, dan ternyata mereka melakukan tindakan dengan inisiatif sendiri tanpa musyawarah dengan warga dan tanpa izin Kepala Desa. Akhirnya sembako tidak jadi dibagi dan dibawa kembali ke Pabrik, serta mereka berjanji tidak akan melakukan tindakan maupun kegiatan sebelum musyawarah dengan warga.
Janji yang Tak Kunjung Direalisasikan
Sejak setelah hearing di Komisi C DPRD Jombang, General Manager PT. SUB meminta maaf pada warga dan berjanji akan bertanggungjawab sepenuhnya terkait dampak polusi yang di alami warga selama 4 tahun ini, serta akan memperbaiki yang menjadi penyebab keluhan warga termasuk membenahi cerobong yang tidak standart (temuan Sidak BLH). Namun, sampai hari ini (12 Nopember 2016), hari ke-30 sejak hearing dengan warga, janji itu belum juga diselesaikan.
Balongrejo, 12 Nopember 2016.