Browse By

PBNU Haramkan Eksploitasi Sumber Daya Alam di Indonesia

Senin, 11/05/2015 02:10

Jakarta, NU Online Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) secara serius menyikapi aktivitas eksploitasi sumber daya alam di Indonesia baik oleh perusahaan negara maupun korporasi swasta. Para kiai NU peserta bahtsul masail ini mengakui sedikit manfaat dari bisnis ini. Namun, kerusakan luar biasa karena aktivitas ini, tidak bisa dimaafkan secara syar’i.

Rais Syuriyah PBNU KH A Ishomuddin dan KH Azizi yang memimpin sidang bahtsul masail PBNU Ahad (10/5) dini hari ini, membacakan kesepakatan forum akan keharaman aktivitas ekploitasi sumber daya alam Indonesia yang menyebabkan kerusakan lingkungan.

“Meskipun perusahaan negara atau swasta eksploitir itu legal, tetapi praktiknya mereka mengabaikan AMDAL,” kata Kiai Ishom pada sidang bahstul masail PBNU di pesantren Al-Manar Azhari, Limo, Depok, Sabtu-Ahad (9-10/5).

Peserta bahtsul masail PBNU ini, ujar Kiai Ishom, mengeluarkan putusan haram terhadap eksploitasi kekayaan alam yang berlebihan sehingga menimbulkan mudhorot yang lebih besar daripada mashlahatnya.

“Letak keharamannya itu bukan pada sisi legalitas atau izin pemerintah, tetapi pada dampak kerusakan lingkungan yang diakibatkannya,” kata Kiai Ishom.

Selain itu, pihak perusahaan yang melakukan aktivitas eksploitasi ini juga berkewajiban untuk menanggung kerugian yang diakibatkannya. Kewajiban ini yang masuk di dalam keputusan forum, dikutip oleh salah seorang peserta bahtsul masail dari kitab Qawaidul Ahkam fi Masholihil Anam karya Izzuddin bin Abdissalam.

Isu yang diangkat oleh PBNU ini berangkat dari keprihatinan para kiai melihat kerusakan luar biasa alam dan juga pencemaran lingkungan seperti lobang-lobang raksasa di Kepulauan Riau, Papua, Kalimantan, Aceh, Sidoarjo akibat eksploitasi alam berlebihan.

Salah seorang peserta bahtsul masail PBNU Andi Najmi menyoroti dari aspek legalitas aktivitas eksploitasi itu sendiri. Menurut Ketua PP LPBH NU ini, ekploitasi itu sendiri sudah ilegal.

“Kalau minerba, itu ada tonase sebagai batas maksimal. Kalau penggarapan lahan hutan, pengelola harus memerhatikan PRT. Itu semua diatur dalam undang-undang,” kata Andi. (Alhafiz K)

Sumber: NU Online