Browse By

Pernyataan Sikap FNKSDA: Mendukung Sepenuhnya Perjuangan Rukun Tani Pakel dalam Mendapatkan Hak Atas Lahannya Kembali

Dokumentasi Rukun Tani Pakel saat istighotsah di lahan reklaiming

Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّا مِيْنَ لِلّٰهِ شُهَدَآءَ بِا لْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰ نُ قَوْمٍ عَلٰۤى اَ لَّا تَعْدِلُوْا ۗ اِعْدِلُوْا ۗ هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰى ۖ وَا تَّقُوا اللّٰهَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ بِۢمَا تَعْمَلُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kamu sekalian menjadi orang-orang yang tegak membela (kebenaran) karena Allah menjadi saksi (pengukur kebenaran) yang adil. Dan janganlah kebencian kamu pada suatu kaum menjadikan kamu berlaku tidak adil. Berbuat adillah karena keadilan itu lebih mendekatkan pada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, karena sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Surat al-Maidah ayat 8)

Penindasan terhadap kaum mustadh’affin dalam hal ini rakyat yang terpinggirkan akibat kuasa eksklusi dari pemilik modal besar semakin meningkatkan ketimpangan penguasan lahan dan kemiskinan struktural. Konflik agraria tentu tidak datang secara tiba-tiba, tetapi ada sebuah proses di mana pihak yang kuat mencoba menindas yang lemah dengan berbagai cara. Mulai dari memanipulasi kebenaran, membuang jauh kejujuran, dan bahkan disokong oleh kekuasaan. Hal ini menjadi praktik yang terus menerus dilakukan demi keuntungan segelintir orang berkuasa. Situasi itulah yang saat ini tengah terjadi di Desa Pakel, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi. Di Pakel masyarakat yang mayoritas buruh tani dan petani lahan kecil tengah berjuang mendapatkan hak atas lahan mereka.

Perlu diketahui masyarakat Pakel kini sedang melakukan reklaiming di lahan yang diklaim secara sepihak oleh perusahaan perkebunan swasta bernama PT. Bumisari. Jika merujuk pada HGU mereka yang berakhir pada 31 Desember 2034 dengan nomor 155/HGU/BPN/04, wilayah yang menjadi konsesi tidak mencakup Kecamatan Licin, tetapi hanya sebatas di wilayah Kecamatan Songgon, lebih spesifiknya Desa Bayu. Dengan penguasaan sebesar 1.180,81 Ha, tentu dengan klaim atas wilayah Desa Pakel, patut diduga mereka mencoba memperluas wilayah usahanya melebihi izin. Hal ini menjadi praktik tidak terpuji yang dibiarkan oleh pemerintah, sehingga harus mengorbankan hak hampir 1000 masyarakat Pakel.

Tentu ini bertentangan dengan prinsip yang sudah jelas terpampang pada UUD RI 1945 pasal 33 tentang kuasa rakyat atas sumber-sumber agrarianya, di mana negara harus memberikan kelola kepada mereka yang tidak berlahan dan memiliki lahan terbatas. Secara khusus dalam UUPA No 5/60 pasal 6 perihal mengedepankan hak rakyat luas dalam hal ini buruh tani dan petani kecil menjadi sebuah keharusan. Apa yang dirasakan masyarakat Pakel adalah bentuk dari praktik dzalim yang coba dibenarkan dan dibiarkan. Hal tersebut tentu sangat bertentangan dengan semangat  I’tidal menegakkan kebenaran dan melawan kedzaliman. Apalagi ini berkaitan dengan hak rakyat atas tanah, berkaitan dengan kehidupan dan keberlanjutan kehidupan generasi yang akan datang.

Sebagaimana diajarkan oleh Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari bahwa petani itu penolong negeri, maka petani harus disayangi dan dibela ketika haknya dirampas oleh mereka yang berlaku seperti qorun yang tamak, serakah dan rakus. Masyarakat Pakel adalah mustadh’affin yang semakin dimarjinalkan, dirampas, ditindas dan dianggap sebagi liyan. Padahal mereka adalah warga negara, umat dan petani yang harusnya dimuliakan, dilindungi dan dipenuhi hak-haknya. Tetapi hingga hari ini, ketika mereka berteriak untuk diakui hak-haknya, tidak ada yang bergeming dan menutup mata atas ketidakadilan yang terjadi. Ini menjadi bukti ada pelanggaran prinsip demokrasi, UUD RI 1945, UUPA 60 dan juga prinsip syariah yakni hak atas tanah untuk kehidupan manusia yang dirampas.

Hasil Munas Alim Ulama Nahdlatul Ulama pada tahun 2017 di NTB menegaskan bahwa kepentingan umum yakni umat harus didahulukan, apalagi mereka yang membutuhkan. Islam secara prinsip keadilan menyatakan bahwa distribusi kekayaan termasuk penguasaan atas lahan tidak boleh tersentral pada segelintir orang atau golongan. Prinsip ini berdasarkan pada landasan Al-Qur’an Surat Al-Hasyr ayat 7 dan Tafsir Al-Munir juz XXVIII halaman 81, serta landasan fiqh yang lainnya. NU menyatakan secara tegas dalam Kesimpulan dan Rekomendasi Bahtsul Masail Ad-Diniyyah Al-Qanuniyyah Munas Alim Ulama NU Tahun 2017 bahwa:

Pertama tanah harus dikembalikan pada fungsi dasarnya sebagai alat produksi untuk kesejahteran rakyat secara adil dan merata. Dengan demikian, tanah tidak boleh dimonopoli kepemilikan dan penggarapannya, yang dapat mengakibatkan ketimpangan. Kedua, perlu adanya payung hukum yang kuat dan komprehensif untuk menjamin kepastian hukum bagi kebijakan distribusi lahan melalui reformasi agraria secara fundamental dan menyeluruh. Pengaturan tentang distribusi lahan diintegrasikan ke dalam RUU Pertanahan. Ketiga, konglomerasi penguasaan lahan konsesi yang tidak proporsional harus diredistribusi melalui mekanisme hukum yang sah. Pemerintah berkewajiban menyiapkan kemampuan masyarakat dalam pengelolaan lahan hasil redistribusi tersebut. Keempat, kebijakan reformasi agraria dan distribusi lahan untuk kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat harus dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan, tidak bergantung pada kebijakan politik rezim kekuasaan yang berganti-ganti. Kelima, proses dan mekanisme pelaksanaan reformasi agraria dan distribusi lahan harus transparan dan terbuka kepada publik, dapat dikontrol dan diawasi secara ketat oleh negara dan masyarakat.

Atas landasan tersebut dan berkaca pada fakta di lapangan, maka kami dari Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumberdaya Alam (FNKSDA) menyatakan sikap berikut:

  1. Menyatakan mendukung sepenuhnya perjuangan masyarakat Pakel yang tergabung dalam Rukun Tani Sumberejo untuk mendapatkan kembali hak-hak atas tanahnya.
  2. Memohon kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama agar turut mendukung perjuangan warga Pakel. Bersamaan dengan surat yang telah dikirimkan kepada PBNU, besar harapan kami PBNU dapat turut membantu perjuangan warga Pakel untuk mendapatkan tanahnya kembali. Dan turut  mendesak pemerintah Republik Indonesia agar berpihak pada petani Pakel.
  3. Mendesak BPN untuk mencabut izin HGU PT. Bumisari karena perusahaan tersebut telah melakukan pelanggaran serius atas izin yang telah diberikan.
  4. Mendesak KPK RI untuk turun dan menyelidiki adanya dugaan tindakan mal-administrasi atas pemberian izin HGU kepada PT. Bumisari..
  5. Mendesak Komnas HAM RI untuk turut mendorong pemenuhan hak asasi manusia petani Pakel yang dirampas oleh PT Bumisari serta mengecam tindakan pembiaran oleh pemerintah, sehingga menyebabkan dirampasnya hak petani Pakel sebagai warga negara. Apalagi sudah mulai banyak upaya kriminalisasi terhadap petani Pakel.
  6. Meminta Kepolisian RI untuk lebih arif dan bijaksana serta mengedepankan fakta dan prinsip HAM, sehingga tidak ada kriminalisasi lagi dikemudian hari.

Kami juga berharap dukungan dari berbagai pihak terutama seluruh masyarakat Indonesia untuk turut memperjuangkan hak warga petani Pakel atas lahannya. Mari kita terus suarakan dukungan untuk warga Pakel dan kaum mustadh’affin lainnya agar keadilan dapat ditegakkan.

Wallahu muwafiq illa aqwamith tharieq

Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Narahubung:

Wahyu Eka. S (Juru kampanye FNKSDA Bidang Media, 082145835417)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *