Browse By

REFLEKSI AKHIR TAHUN FNKSDA JEMBER : Merawat Bumi Menjaga Nalar

Komite Daerah FNKSDA Jember

Tahun 2020 telah menempatkan kita dalam situasi yang cukup mencemaskan. Nyaris hampir sepanjang tahun, kita terjebak di tengah pandemi Covid-19 yang mewabah di hampir setiap penjuru bumi. Di Indonesia, bahkan hingga penghujung tahun ini, kasus terdampak masih belum mengalami penurunan yang signifikan. Pandemi ini tak hanya berdampak pada aspek kesehatan. Hampir semua aspek kehidupan kita juga terdampak. Mulai dari ekonomi, pendidikan, hingga sosial.

Sementara itu, buruknya penanganan pandemi oleh pemerintah, dan ancaman ketakutan yang terus mengintai kita menjadi mimpi buruk di sepanjang 2020. Suramnya situasi ini semakin diperuncing dengan berbagai fenomena ekosospol yang juga beriringan dampaknya menghantam di tengah-tengah kita. Salah satunya adalah hadirnya Omnibus Law, yang kemudian berkelanjutan dengan munculnya represifitas aparat terhadap demonstran yang melakukan penolakan. Belum lagi perampasan ruang hidup rakyat yang semakin gencar dilakukan oleh negara.

Di tahun 2020 ini, ada beberapa momentum yang menjadi titik kehadiran kami dalam mengimplementasikan visi-misi organisasi yang telah digariskan. Di antaranya adalah keterlibatan FNKSDA Jember dalam gelombang besar penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja di Kabupaten Jember bersama elemen-elemen lain yang tergabung dalam Aliansi Jember Menggugat, menemani perjuangan masyarakat terdampak industri ekstraktif, dan mendorong kesadaran beragama yang progresif di tengah masyarakat. FNKSDA Jember masih berkomitmen untuk terus hadir di tengah persoalan rakyat. Terutama rakyat yang menerima dampak dari kebijakan-kebijakan negara yang tidak berpihak. Sebagaimana komitmen keberislaman yang sejak mula telah diwariskan oleh Rasulullah SAW yang merupakan salah satu syarat keberislaman yang kaffah dalam membela kemanusiaan.

Meneguhkan Kembali Gerakan Rakyat Aipil

Salah satu momentum gerakan rakyat yang cukup masif di tahun ini adalah gerakan tolak RUU Cipta Kerja. RUU yang hadir dengan semangat kapitalisme dan pengikisan kedaulatan rakyat ini memang ibarat bom waktu yang nantinya akan meledak dan menghabisi setiap jengkal dari kemerdekaan kita. Penolakan serentak terjadi di mana-mana. Tak luput pula di Kabupaten Jember. Kota kecil yang selama kurun beberapa dekade cukup diperhitungkan sebagai medan juang yang tak pernah absen dari hiruk-pikuk perlawanan rakyat. Yang menarik adalah, gerakan penolakan terhadap RUU Cipta Kerja berhasil menyatukan banyak elemen dalam satu kepentingan dan dengan nafas yang cukup panjang. Sebagai salah satu elemen yang terlibat, FNKSDA Jember melihat gerakan ini sebagai momentum kebangkitan gerakan rakyat sipil setelah beberapa tahun dininabobokkan oleh situasi politik yang terpolarisasi cukup besar dan nyaris mensimplifikasi kritik-kritik sosial menjadi sekadar kritik dukung-mendukung. Baik itu dari kubu pro pemerintah maupun kubu oposisi. Hadirnya RUU cipta Kerja yang problematis ini, dapat menyatukan sekian banyak elemen masyarakat untuk sama-sama menyatakan sikap dan melakukan aksi penolakan di berbagai daerah. Meski pada akhirnya undang-undang ini disahkan, setidaknya kita paham bahwa negara memang keras kepala dan sama sekali tidak bergeming di tengah penolakan rakyat. Ini juga menjadi alarm bagi kita untuk tetap siaga dan memperkuat kembali gerakan rakyat untuk menghadapi segala kemungkinan buruk yang telah kita bayangkan sejak sebelum undang-undang ini disahkan.

Konflik Agraria yang Tak Kunjung Usai

Problem agraria di Kabupaten Jember memang cukup mencemaskan. Ada beberapa titik konflik yang sampai saat ini belum mendapatkan penyelesaian yang baik. Menjelang akhir tahun, di awal Desember kemarin, kita lagi-lagi mendapatkan kabar buruk berupa datangnya surat dari PT. Agtika Dwi Sejahtera, investor tambang yang masih bersikukuh untuk melakukan penambangan pasir besi di pesisir Paseban, Kencong. Sementara masyarakat Paseban sendiri, sampai detik ini masih tetap dalam komitmen yang sama seperti tahun-tahun sebelumnya, menolak secara penuh hadirnya pertambangan di Paseban.

Tak hanya itu, mereka juga menolak masuknya tambak di pesisir pantai. Karena kita semua tahu, baik tambang maupun tambak, sama sekali tidak memiliki kebermanfaatan bagi masyarakat yang hidup di sekitarnya. Justru masyarakat hanya akan menerima mudharat dari adanya pertambangan tersebut. Seperti tambang-tambang pada umumnya di wilayah lain. Terlebih wilayah pesisir selatan pulau Jawa, di mana pantai ini terhampar, merupakan Kawasan Rawan Bencana. Struktur tanah pesisir harus tetap seperti sedia kala sebagai salah satu pelindung dari kemungkinan datangnya bencana tsunami. Beberapa hal di atas menjadi landasan penting mengapa kedatangan PT. Agtika Dwi Sejahtera ini harus kita tolak.

Selain tambang pasir besi, konflik warga dengan pabrik semen di Puger juga belum usai. PT. Semen Imasco Asiatic, salah satu perusahaan semen yang menancapkan kerjan ya di gunung Sadeng Puger, sampai detik ini, belum mengembalikan saluran irigasi yang menjadi titik mula perteruan dengan masyarakat. Terutama petani yang mendapatkan kebermanfaatan langsung dari saluran irigasi tersebut sebelum dipindahkan. Selain persoalan irigasi, keberadaan pabrik semen di Puger juga merupakan problem tersendiri. Lokasinya yang tepat berada di tengah areal persawahan warga, dekat dengan pemukiman, dan berada di dekat pesisir di mana nelayan melaut, menimbukan banyak problem baru.

Masyarakat mulai menyadari akan bahayanya keberadaan pabrik semen di tengah mereka. Mulai dari ancaman akan meningkatnya polusi udara, limbah yang akan merusak ekosistem laut, dan berkurangnya sumber air sebab habisnya gunung Sadeng sedikit demi sedikit. Sebagaimana kita tahu, gunung Sadeng merupakan gunung kapur yang mengandung Karst. Salah satu elemen penting dalam sirkulasi air bagi kehidupan di sekitarnya.

Beberapa konflik di atas masih sebagian kecil dari banyaknya konflik agraria di kabupaten Jember. Ini merupakan pekerjaan rumah bersama yang tidak bisa kita abaikan begitu saja. Ke depan, seiring dengan semakin meningkatnya hasrat pemerintah untuk mengeruk kekayaan alam serakus-rakusnya, kita mesti bersiap untuk kemungkinan-kemungkinan meningkatnya konflik agraria di sekitar kita. Penyelamatan ruang hidup harus terus digencarkan. Jangan ada lagi rakyat yang merasa sia-sia mencintai negaranya karena setiap jengkal tanah miliknya harus digusur dan dikeruk habis oleh pabrik yang disokong oleh negara.

Penguatan Islam Progresif

Bangkitnya kelompok Islam Progersif merupakan salah satu harapan besar di tengah absennya kritik-kritik Islam terhadap fenomena ekosospol. Islam yang selama ini dibayangkan sebagai agama pemungkas yang diharapkan sanggup menjadi petunjuk bagi penyelesaian problem-problem umat manusia, nyaris disibukkan dengan perdebatan-perdebatan teologis dan/atau ontran-ontran politik yang justru mempolarisasi umat Islam itu sendiri. Wacana-wacana keislaman tidak pernah hadir di tengah-tengah konflik masyarakat yang babak-belur menghadapi kriminalisasi aparat karena mempertahankan tanahnya dari penggusuran dan di tengah peliknya masyarakat menghadapi fenomena kehidupan bernegara yang seringkal tidak berpihak kepada mereka.

Penguatan wacana Islam Progresif sebagai bentuk keberislaman yang hadir di tengah problem mendasar umat manusia, terus kami gencarkan dalam berbagai bentuk kegiatan. Di antaranya adalah kajian rutin yang melibatkan anggota FNKSDA Jember dan masyarakat umum yang hendak terlibat. Baik kajian mingguan maupun bulanan. Selain itu, penyadaran kembali akan cita-cita Islam yang Rahmatan Lil ‘Alamin, yang secara konsekuensi adalah Islam yang berani melawan penindasan dan membela hak-hak rakyat yang dilemahkan oleh sistem (mustadh’afin) juga menjadi salah satu bagian dari syiar yang akan terus kami gencarkan.

Akhirnya, kita akan memasuki tahun baru dengan meninggalkan tahun 2020 yang penuh gejolak dan permasalahan ini. Banyak yang belum diselesaikan. Perlawanan tidak boleh berhenti di sini. Sebab tahun boleh berganti, tapi sistem penindasan tidak berganti. Ia terus berkembang biak dan memperbaharui ambisinya untuk menindas kita. Tahun baru hanyalah pergantian kalender baru. Dan di tengah-tengah kita, banyak rakyat yang belum sanggup mengganti kesedihan dan ketakutannya dengan kemerdekaan. Tetap kuat dan lipat-gandakan nyala api di dada kita. Ke depan, kita akan tetap bersama-sama berjuang untuk kehidupan sosial yang lebih baik.

Shadaqallahul ‘azhim

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *