Teologi Gunung dalam Al-Qur’an: Refleksi atas Rencana Eksplorasi “Fracking” Panas Bumi di Gunung Ciremai, Kuningan, Jawa Barat
Oleh: Fuad Faizi
Pendahuluan
Masyarakat Kuningan dan sekitarnya sekarang sedang dihebohkan dengan adanya rencana eksplorasi panas bumi di wilayah gunung Ciremai. Kehebohan itu muncul dikarenakan kekhawatiran mereka atas potensi dampak yang akan ditimbulkan oleh eksplorasi itu. Dampak itu tentu akan mengancam kehidupan mereka. Kekhawatiran masyarakat Kuningan itu bukan tanpa dasar. Sekarang ini di Amerika saja sedang terjadi perdebatan hebat tentang dampak destruktif dari eksplorasi gas panas bumi. Dalam sejarah Amerika, tidak ada perdebatan sehebat isu dampak energi panas bumi ini, misalnya bila dibandingkan dengan perdebatan tentang bahaya energi nuklir.
Permasalahan lingkungan yang timbul dari energi panas bumi itu muncul lebih disebabkan oleh cara atau teknik yang dipakai dalam mengeksplorasi energi panas bumi. Teknik ini biasa disebut dengan “fracking” atau “hydraulic fracturing.” Teknik fracking ini adalah cara paling efesien yang ada saat ini untuk mengeksplorasi energi panas bumi. Fracking adalah suatu teknik untuk melakukan eksplorasi panas bumi dengan cara menginjeksikan jutaan galon air yang dicampur dengan bahan-bahan kimia ke lapisan serpihan tanah yang menyimpan energi gas panas bumi guna meledakkan lapisan itu supaya retak sehingga energi panas bumi bisa terlepas dan kemudian bisa ditambang. Dikarenakan adanya ledakan lapisan bawah tanah itu, gempa minor merupakan dampak yang tidak bisa dielakkan dari proses penambangan gas panas bumi.
Di Indonesia, isu tentang dampak panas bumi hari ini mengalami perdebatan dan mulai diperbincangkan oleh banyak kalangan lantaran dampaknya yang begitu destruktif.[1] Di Amerika, isu mengenai dampak destruktif teknik fracking panas bumi semakin menguat sejak munculnya satu film dokumenter yang dibuat oleh seorang jurnalis bernama Josh Fox yang berjudul “Gasland” pada 2010. Film ini berdurasi kurang lebih 2 jam dan bisa ditonton secara gratis di youtube. Film ini mengungkap dampak fracking terhadap pencemaran sumber-sumber mata air yang ada di sekitar titik pengeboran yang ada di negara-negara bagian Amerika, terutama negara yang ada di wilayah Marcellus Shale. Dalam film ini diperlihatkan bagaimana air-air itu tercemar oleh bahan-bahan kimia yang diinjeksikan ke dalam tanah dan oleh gas dari panas bumi itu sendiri. Bahkan, air kran warga sekitar bisa menyala ketika disulut dengan korek api. Ketika sudah tercemar akan sulit sekali untuk mempurifikasinya karena pencemaran itu telah masuk ke lapisan aquifer sehingga tidak mungkin untuk bisa mengembalikannya seperti semula karena ia telah menyebar ke mana-mana.
Film dokumenter ini kemudian diikuti dengan sekuel keduanya yang berjudul “Gasland part II” yang dirilis pada 2013 dan menjadi salah satu nominasi dalam piala Oscar pada kategori film dokumenter. Di film kedua ini, Josh Fox mengungkap lebih jauh dampak destruktif fracking selain dari pencemaran sumber mata air, yaitu mulai dari pencemaran dari ratusan truk untuk mengangkut air, pelepasan super green house gases yang berkontribusi pada perubahan iklim sampai retaknya rumah-rumah yang ada di sekitar pengeboran yang diakibatkan oleh gempa minor akibat dari fracking.
Film Josh Fox di atas hanya merupakan salah satu contoh yang menunjukkan dampak destruktif dari fracking panas bumi. Masih banyak film-film dokumenter lain.[2] dan perdebatan public.[3] yang bisa dilihat secara gratis berkaitan dengan dampak negatif fracking di youtube.
Sementara itu, untuk melihat aksi-aksi penolakan di benua Amerika dan Eropa yang semakin hari semakin menguat juga bisa dilihat secara mudah. Silahkan ketik “ban fracking” di Google lalu klik gambar, maka anda akan terkejut melihat gambar-gambar yang menunjukkan aksi-aksi turun ke jalan oleh banyak orang menuntut pemerintah mereka agar menghentikan fracking. Dikarenakan aksi-aksi penolakan itu, akhirnya banyak negara-negara bagian Amerika dan Eropa yang memutuskan untuk menghentikan atau memoratorium ekplorasi panas bumi.[4] Ironisnya, pada Agustus 2014, di tengah gelombang penghentian eksplorasi panas bumi di berbagai penjuru dunia, pemerintah Indonesia justru baru saja mengesahkan Undang-undang (UU) Panas Bumi dalam rangka mempermudah proses eksplorasi fracking panas bumi, bahkan di wilayah hutan-hutan konservasi. Di Kuningan, rencana eksplorasi gas panas bumi itu memang akan dilakukan salah satunya pada wilayah Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC).
Pada tahun 2004, wilayah gunung Ciremai ditetapkan sebagai wilayah konservasi Taman Nasional. Penetapan wilayah konservasi itu bukan tanpa kontroversi. Banyak para petani yang hidup di sekitar lereng gunung Ciremai dipaksa untuk turun gunung karena mereka tidak diperbolehkan lagi untuk melakukan aktivitas apapun di dalam wilayah konservasi itu, mulai dari bertani, memburu babi hutan, sampai mencari kayu bakar. Padahal, sebelum TNGC, wilayah itu merupakan lahan-lahan petani untuk bertani meskipun sebagian petani melakukannya dengan cara tumpang sari di lahan-lahan perhutani lewat program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Waktu itu, PHBM di gunung Ciremai tercatat sebagai wilayah percontohan yang sukses. Layaknya pendekar yang dianggap telah selesai mengasah ilmu kedigyaannya sehingga harus turun gunung untuk menguji kedigdayaannya, para petani itu dipaksa untuk turun gunung dan kehilangan pekerjaannya karena dilarang menggarap lahan-lahan yang dulu menjadi garapan mereka. Ironisnya, setelah para pendekar-pendekar pertanian itu terusir dari lahan garapan mereka pada 2004, tiba-tiba pada tahun 2011 wilayah itu ditetapkan sebagai wilayah kerja pertambangan panas bumi.
Perlu diketahui bahwa gunung Ciremai merupakan salah satu gunung berapi yang masih aktif yang ada di wilayah Jawa Barat Indonesia. Terakhir kali Ciremai meletus pada tahun 1937. Status sebagai gunung berapi yang masih aktif inilah yang membuat kekhawatiran para penduduk lereng gunung Ciremai semakin bertambah. Sebuah gunung berapi yang masih aktif dan telah lama tidak menyemburkan lava pijarnya, tiba-tiba harus dilakukan pengeboran di bawahnya untuk kemudian diretakkan (diledakkan) lapisan-lapisan bawah tanahnya yang menyimpan gas panas bumi itu. Ketakutan bahwa aktivitas itu akan memicu gempa yang lebih besar sehingga bisa memicu aktivitas gunung Ciremai untuk meletus lagi menjadi sesuatu yang tak terelakkan. Berangkat dari kekhawatiran ini, tulisan ini berusaha untuk menyelami kembali bagaimana Al-Quran, sebagai salah satu kitab suci agama Islam yang dianut oleh mayoritas penduduk Indonesia, mendeskripsikan dan memaknai gunung (jibal) dalam ayat-ayat sucinya. Dengan pemahaman tentang bagaimana Al-Qur’an mendeskripsikan makna gunung itu diharapkan akan bisa menjadi bahan renungan bersama bagaimana seharusnya kita menyikapi rencana eksplorasi fracking panas bumi di gunung Ciremai, Kuningan, Jawa Barat.
Makna dan Fungsi Gunung dalam Al-Qur’an
Al-Quran banyak menjelaskan tentang alam semesta. Alam semesta merupakan bukti kebesaran dan nikmat Allah. Karena penciptaan alam semesta merupakan manifestasi adanya Sang Pencipta Yang Maha Kuasa. Allah telah menciptakan alam semesta ini dengan segala isinya. Salah satu isi yang dimaksud itu adalah gunung.
Al-Quran menyebut gunung dengan dua perkataan bahasa arab, yaitu (1) jibal atau jabal dan (2) rawasi. Kata jibal disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak 23 kali. Sedangkan kata jabal disebutkan sebanyak 6 kali, dan kata rawasi sebanyak 10 kali.[5]
Gunung secara kasat mata adalah sebuah gundukan tanah yang tinggi. Terciptanya gundukan tanah atau gunung itu dikarenakan adanya suatu pergerakan bumi dan tumbukan tanah serta lempengan-lempengan bawah bumi yang membentuk kerak bumi secara terus menerus dalam waktu yang lama. Mengingat bahwa proses pewahyuan ayat Al-Quran yang pertama kali terjadi di atas gunung juga, yaitu di gua hira’ yang terletak di jabal rahmah, penting kiranya bagi kita untuk kembali merenungkan sejenak tentang bagaimana Al-Quran menggambarkan makna dan fungsi gunung itu sehingga kita bisa menempatkan diri secara benar sesuai dengan apa yang diamanatkan oleh Al-Quran tersebut. Sebelum pewahyuan pertama itu bahkan Nabi Muhammad saw secara berkala pergi ke gunung (gua hira’) untuk melakukan semacam perenungan atas realitas sosial yang terjadi di sekitarnya. Selanjutnya, berdasarkan refleksi penulis terhadap “gunung” dalam Al-Quran terutama berkaitan dengan tujuan penciptaannya, ada beberapa fungsi dan makna gunung yang diterangkan dalam Al-Quran sebagai berikut:
- Penyalur Pembuangan Panas Bumi
Hal ini terdapat dalam Surat Al-Qashash ayat 29 yang berbunyi:
فَلَمَّا قَضٰى مُوْسَى الْاَجَلَ وَسَارَ بِاَهْلِهٖٓ اٰنَسَ مِنْ جَانِبِ الطُّوْرِ نَارًاۗ قَالَ لِاَهْلِهِ امْكُثُوْٓا اِنِّيْٓ اٰنَسْتُ نَارًا لَّعَلِّيْٓ اٰتِيْكُمْ مِّنْهَا بِخَبَرٍ اَوْ جَذْوَةٍ مِّنَ النَّارِ لَعَلَّكُمْ تَصْطَلُوْنَ
“Maka tatkala Musa Telah menyelesaikan waktu yang ditentukan dan dia berangkat dengan keluarganya, dilihatnyalah api di lereng gunung.[6] ia Berkata kepada keluarganya: “Tunggulah (di sini), Sesungguhnya Aku melihat api, Mudah-mudahan Aku dapat membawa suatu berita kepadamu dari (tempat) api itu atau (membawa) sesuluh api, agar kamu dapat menghangatkan badan.”
Ayat di atas menjelaskan bahwa Nabi Musa disuatu malam menemukan sumber api untuk menghangatkan badan keluarga dan beberapa kambingnya dari sebuah lereng gunung. Seringkali kita melihat ketika gunung akan meletus, ia akan mengeluarkan lahar panas, atau bagi seorang pendaki akan mampu melihat adanya kawah panas pada lereng gunung. Sumber panas inilah yang berasal dari dasar bumi. Panas bumi yang berlebihan ini dapat tersalurkan melalui gunung sehingga gunung berfungsi sebagai penyalur pembuangan panas bumi secara alamiah.
- Penyubur Tanah
Surat Qaf ayat 7:
وَالْاَرْضَ مَدَدْنٰهَا وَاَلْقَيْنَا فِيْهَا رَوَاسِيَ وَاَنْۢبَتْنَا فِيْهَا مِنْ كُلِّ زَوْجٍۢ بَهِيْجٍۙ
“Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata..”
Surat Qaff ayat 8:
تَبْصِرَةً وَّذِكْرٰى لِكُلِّ عَبْدٍ مُّنِيْبٍ
“Untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi tiap-tiap hamba yang kembali (mengingat Allah).”[7]
Surat Al-A’raf 58:
وَالْبَلَدُ الطَّيِّبُ يَخْرُجُ نَبَاتُهٗ بِاِذْنِ رَبِّهٖۚ وَالَّذِيْ خَبُثَ لَا يَخْرُجُ اِلَّا نَكِدًاۗ كَذٰلِكَ نُصَرِّفُ الْاٰيٰتِ لِقَوْمٍ يَّشْكُرُوْنَ
“Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.”[8]
Magma yang keluar dari dalam perut bumi mengandung mineral dan unsur hara yang menyuburkan tanah. Dengan adanya gunung berapi, daerah yang ada di sekitarnya menjadi subur. Ketika kita menilik daerah-daerah pegunungan, tanah di sana sangat lah subur dan, oleh karena itu, daerah itu tepat untuk dijadikan lahan pertanian dan perkebunan. Kesuburan itu merupakan karunia Allah swt yang harus dijaga dan dipergunakan untuk kemaslahatan umum. Karunia itu terwujud dalam keberadaan gunung-gunung yang memberikan dampak positif terhadap kesuburan tanah di wilayah sekitarnya ketika ia hanya meletus jika diperlukan saja (secara alamiah). Namun, ketika intensitas letusan itu sudah tidak alamiah (karena perbuatan manusia) atau terlalu sering maka ia justru menjadi ancaman bagi keberlangsungan kehidupan manusia yang tergantung pada keberadaannya. Ketika manusia yang ada di sekitarnya terancam berarti mereka tidak akan bisa lagi memanfaatkan kesuburan tanahnya yang merupakan karunia yang seharusnya menjadi nilai lebih yang harus diolah untuk kemaslahatan masyarakat seara umum. Ketika masyarakat di sekitarnya tidak bisa lagi memanfaatkan kesuburan tanahnya berarti itu telah mengancam sumber kehidupan dan kebutuhan pangan masyarakat.
- Sumber (Mata) Air Tawar
Surat Al-Mursalat ayat 27:
وَّجَعَلْنَا فِيْهَا رَوَاسِيَ شٰمِخٰتٍ وَّاَسْقَيْنٰكُمْ مَّاۤءً فُرَاتًاۗ
“Dan Kami jadikan padanya gunung-gunung yang tinggi, dan Kami beri minum kamu dengan air tawar?”[9]
Surat Ar-Ra’d ayat 3:
ۗ وَهُوَ الَّذِيْ مَدَّ الْاَرْضَ وَجَعَلَ فِيْهَا رَوَاسِيَ وَاَنْهٰرًا
“Dan Dia-lah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya.”[10]
Surat An-Nur ayat 43
اَلَمْ تَرَ اَنَّ اللّٰهَ يُزْجِيْ سَحَابًا ثُمَّ يُؤَلِّفُ بَيْنَهٗ ثُمَّ يَجْعَلُهٗ رُكَامًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلٰلِهٖۚ وَيُنَزِّلُ مِنَ السَّمَاۤءِ مِنْ جِبَالٍ فِيْهَا مِنْۢ بَرَدٍ فَيُصِيْبُ بِهٖ مَنْ يَّشَاۤءُ وَيَصْرِفُهٗ عَنْ مَّنْ يَّشَاۤءُۗ يَكَادُ سَنَا بَرْقِهٖ يَذْهَبُ بِالْاَبْصَارِ
“Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan.”[11]
Ayat-ayat di atas menjelaskan salah satu fungsi penting gunung, yaitu sebagai penyedia air tawar bagi kehidupan manusia terutama lewat sumber mata air yang mengalir melalui sungai-sungainya yang lazim ditemui di daerah pegunungan. Bahkan Al-Quran juga telah menegaskan dalam ayat di bawah ini bahwa meskipun kadang-kadang kelihatannya dalam wujud bebatuan, ia memiliki kemampuan untuk menyimpan air dan memancarkannya melalui mata air yang kemudian mengalir melalui sungai-sungai.
Dalam hal ini yang dimaksud Al-Quran adalah gunung batu karst. Gunung karst ini memang terbukti memiliki kemampuan untuk menyimpan air bagi kebutuhan kehidupan manusia yang ada di sekitarnya. Namun, sekarang ini keberadaan gunung karst seringkali justru dimanfaatkan tidak sebagai kawasan penyangga resapan air tapi justru ramai-ramai ditambang untuk bahan baku bangunan, terutama sebagai bahan baku semen. Di kawasan gunung karst ini lazim ditemui gua dan sungai bawah tanah yang menjadi bukti bahwa ia seharusnya difungsikan sebagai pemasok ketersediaan air tawar bagi kehidupan manusia dan kebutuhan untuk pertanian yang ada di sekitarnya.
Surat Al-Baqarah ayat 74:
ثُمَّ قَسَتْ قُلُوْبُكُمْ مِّنْۢ بَعْدِ ذٰلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ اَوْ اَشَدُّ قَسْوَةً ۗ وَاِنَّ مِنَ الْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ الْاَنْهٰرُ ۗ وَاِنَّ مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ الْمَاۤءُ ۗوَاِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِ اللّٰهِ ۗوَمَا اللّٰهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُوْنَ
“Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.”[12]
Sebagai penyedia sumber mata air tawar, gunung seharusnya dijaga kelestariannya agar ia tetap bisa menyediakan sumber mata air yang bersih bagi kehidupan manusia yang ada di sekitarnya. Merusaknya atau mencemarinya berarti mengancam keberlangsungan kehidupan yang ada di sekitarnya. Tidak hanya mengancam kebutuhan air minum, tetapi juga kebutuhan pengairan untuk sawah-sawah atau lahan-lahan pertanian yang ada di sekitarnya.
Selain itu, ketika air tawar dari gunung itu tercemar, maka ia akan mencemari lahan-lahan pertanian yang ada di sekitarnya. Ketika ia telah mencemari lahan-lahan pertanian itu berarti ia telah juga mencemari makanan (beras, sayur, buah dst) bagi kebutuhan konsumsi hidup manusia. Jadi menjaga kemurnian dan kelestarian mata air itu adalah sama dengan menjaga kehidupan ini. Menjaga kehidupan ini tidak sebatas hanya untuk kita, tetapi juga untuk anak cucu kita kelak yang juga berhak atas air yang dikaruniakan Allah (melalui adanya gunung-gunung itu) kepada seluruh generasi manusia. Dan, kalau kita membiarkan atau tinggal diam terhadap segala aktivitas yang bisa mengancam keberlangsungan sumber mata air tawar itu, berarti kita telah menelantarkan karunia Allah. Tidak hanya itu, sebagai akibatnya, kita juga berarti telah membiarkan anak cucu kita kelak menderita karena kesulitan dan pencemaran air (bersih).
- Sumber Makanan
Surat Fussilat ayat 10:
وَجَعَلَ فِيْهَا رَوَاسِيَ مِنْ فَوْقِهَا وَبٰرَكَ فِيْهَا وَقَدَّرَ فِيْهَآ اَقْوَاتَهَا فِيْٓ اَرْبَعَةِ اَيَّامٍۗ سَوَاۤءً لِّلسَّاۤىِٕلِيْنَ
“Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya.”[13]
Surat Qaaf ayat 7:
وَالْاَرْضَ مَدَدْنٰهَا وَاَلْقَيْنَا فِيْهَا رَوَاسِيَ وَاَنْۢبَتْنَا فِيْهَا مِنْ كُلِّ زَوْجٍۢ بَهِيْجٍۙ
“Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata.”[14]
Dalam ayat di atas digambarkan bahwa gunung merupakan wilayah yang sangat cocok untuk bercocok tanam. Maka, seharusnya wilayah itu harus diperuntukkan untuk potensi terbesarnya, yaitu bercocok tanam agar maksimal, bukan untuk kepentingan lain yang justru sebenarnya mengancam keberlangsungan aktivitas bercocok tanam yang dilakukan oleh orang-orang yang tinggal di wilayah pegunungan itu. Ketika mereka tidak bisa bercocok tanam lagi berarti mereka telah kehilangan sumber penghidupan dan pekerjaan mereka. Ketika mereka tidak bisa bekerja dengan bercocok tanam lagi berarti kita juga telah membiarkan sumber penghasil makanan bagi manusia sekitarnya hilang.
- Pemisah Dua Laut
Surat An-Naml ayat 61:
اَمَّنْ جَعَلَ الْاَرْضَ قَرَارًا وَّجَعَلَ خِلٰلَهَآ اَنْهٰرًا وَّجَعَلَ لَهَا رَوَاسِيَ وَجَعَلَ بَيْنَ الْبَحْرَيْنِ حَاجِزًاۗ ءَاِلٰهٌ مَّعَ اللّٰهِ ۗبَلْ اَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَ ۗ
“Atau siapakah yang telah menjadikan bumi sebagai tempat berdiam, dan yang menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya, dan yang menjadikan gunung-gunung untuk (mengkokohkan)nya dan menjadikan suatu pemisah antara dua laut?[15] Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) kebanyakan dari mereka tidak mengetahui.”[16]
Dalam ayat di atas diterangkan bahwa gunung merupakan pemisah antara dua laut. Dua laut yang dimaksud adalah pemisah antara kawasan air tawar dan air laut. Air yang bersumber dari gunung adalah air tawar yang kemudian mengalir ke dataran yang lebih rendah sampai akhirnya ke laut dan menjadi air asin. Hal ini menggambarkan bahwa gunung merupakan elemen penting bagi penyedia air tawar bagi kebutuhan minum manusia. Tidak bisa dibayangkan jika air tawar yang bersumber dari gunung itu telah tercemari, maka pencemaran itu akan menyebar ke mana-mana, terutama ke kawasan dataran rendah yang ada di sekitarnya, bahkan akan sampai ke laut.
Kalau sudah sampai ke laut, maka ia menjadi lebih tidak terkontrol lagi. Apalagi, tidak jauh dari kaki gunung Ciremai adalah wilayah pantai utara (Pantura) yang di sekitarnya terbentang lautan. Perlu diingat bahwa ketika lapisan aquifer yang ada tepat di bawah gunung itu sudah tercemar lalu air yang tercemar itu akan keluar melalui sumber-sumber mata air yang ada di gunung itu, maka bisa dipastikan manusia yang mengandalkan air dari gunung itu akan mengalami krisis air bersih. Dan, ketika mata air itu sudah tercemar, maka mustahil kita bisa memulihkannya kembali atau membendung penyebaran pencemaran itu. Sebagai manusia, selayaknya kita harus menjaga fungsi gunung sebagai penyedia air tawar/minum seperti yang difirmankan Allah.
- Pasak Bumi dan Penahan Goncangan
Gunung dalam al-Quran salah satunya digambarkan memiliki fungsi sebagai Pasak. Allah berfirman dalam surah An-Naba ayat 7:
وَّالْجِبَالَ اَوْتَادًاۖ
“Dan gunung-gunung sebagai pasak.”[17]
Surat An-Nazi’at ayat 32
وَالْجِبَالَ اَرْسٰىهَاۙ
“Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh”[18]
Pasak disini dapat diartikan seperti tiang yang menguatkan sebuah rumah. Gunung dapat diumpamakan sebagai sebuah paku yang ditancapkan pada bumi sehingga menjadikannya berdiri kokoh dan mencegah berubahnya bumi menjadi sebuah tempat yang tidak nyaman bagi masyarakat yang tinggal disekitarnya. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Anbiyya’ ayat 31:
وَجَعَلْنَا فِى الْاَرْضِ رَوَاسِيَ اَنْ تَمِيْدَ بِهِمْۖ وَجَعَلْنَا فِيْهَا فِجَاجًا سُبُلًا لَّعَلَّهُمْ يَهْتَدُوْنَ
“Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak) goncang bersama mereka, dan telah Kami jadikan (pula) di bumi itu jalan-jalan yang luas agar mereka mendapat petunjuk.”[19]
Surat An-Nahl ayat 15:
وَاَلْقٰى فِى الْاَرْضِ رَوَاسِيَ اَنْ تَمِيْدَ بِكُمْ وَاَنْهٰرًا وَّسُبُلًا لَّعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَۙ
“Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu, (dan Dia menciptakan) sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk”.[20]
Surat Luqman ayat 10:
خَلَقَ السَّمٰوٰتِ بِغَيْرِ عَمَدٍ تَرَوْنَهَا وَاَلْقٰى فِى الْاَرْضِ رَوَاسِيَ اَنْ تَمِيْدَ بِكُمْ وَبَثَّ فِيْهَا مِنْ كُلِّ دَاۤبَّةٍۗ وَاَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءً فَاَنْۢبَتْنَا فِيْهَا مِنْ كُلِّ زَوْجٍ كَرِيْمٍ
“Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan Dia meletakkan gunung-gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu; dan memperkembang biakkan padanya segala macam jenis binatang. Dan Kami turunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik.”[21]
Dalam ayat tersebut menjelaskan bahwa fungsi gunung adalah sebagai penguat agar bumi tidak mengalami goncangan terus menerus. Jadi, gunung merupakan elemen penting bagi kehidupan ini karena dengan adanya gunung itu kehidupan bisa berjalan tanpa ada goncangan terus menerus. Meskipun kadang-kadang gunung bergoncang atau meletus, itu bersifat alamiah saja dan tidak terjadi secara terus menerus. Oleh karena itu seharusnya manusia harus menjaga semaksimal mungkin agar gunung tetap berfungsi sebagaimana seharusnya, yaitu sebagai pengokoh agar tidak berguncang terus menerus, dan bukan malah melakukan aktivitas yang bisa menimbulkan guncangan (gempa) di wilayah gunung itu, misalnya eksplorasi fracking panas bumi yang menimbulkan gempa-gempa minor. Gempa-gempa minor itu bahkan bisa jadi akan menjadi pemicu gempa yang lebih besar yang menggoyahkan fungsi gunung itu. Jadi, aktivitas-aktivitas yang justru memicu goncangan (baik kecil maupun besar) tidak seharusnya dilakukan di wilayah gunung karena itu telah menyalahi kodrat alamiah dari penciptaan gunung, yaitu sebagai pasak dan penahan goncangan.
Surat An-Naml ayat 88:
وَتَرَى الْجِبَالَ تَحْسَبُهَا جَامِدَةً وَّهِيَ تَمُرُّ مَرَّ السَّحَابِۗ صُنْعَ اللّٰهِ الَّذِيْٓ اَتْقَنَ كُلَّ شَيْءٍۗ اِنَّهٗ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَفْعَلُوْنَ
“Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”[22]
Ayat di atas memperingatkan bahwa gunung itu sebenarnya senantiasa berjalan mengikuti perputaran pada poros bumi.[23] Hal ini berarti gunung itu sangat labil (tidak stabil) sehingga kita perlu berhati-hati jika melakukan segala aktivitas yang berkaitan dan bersentuhan secara langsung dengan gunung, terutama aktivitas fracking karena aktivitas ini akan menimbulkan gempa minor secara terus menerus selama aktivitas ini dilakukan. Padahal, bila suatu wilayah telah ditetapkan sebagai wilayah eksplorasi fracking panas bumi, maka akan dilakukan ratusan sampai ribuan titik pengeboran di wilayah itu. Tidak bisa dibayangkan jika di wilayah gunung yang selalu berputar itu tiba-tiba harus dibor di ratusan titik yang berbeda, lalu selanjutnya diinjeksikan dengan jutaan galon air dan cairan kimia dalam rangka untuk meledakkan lapisan bawah tanah itu agar terjadi rekahan-rekahan sehingga energi gas itu bisa terlepas dan bisa ditambang. Parahnya, aktivitas itu akan dilakukan di ratusan titik pengeboran yang berbeda di wilayah gunung itu.
Berdasarkan peringatan Al-Quran, seharusnya kita tidak membiarkan gunung yang tidak stabil itu untuk dilakukan aktivitas penambangan fracking panas bumi dengan alasan apapun karena aktivitas itu akan mengancam keberlangsungan kehidupan manusia. Meskipun penambangan fracking panas bumi ini dilakukan atas nama pemenuhan kebutuhan energi manusia, seharusnya aktivitas pemenuhan kebutuhan energi ini tidak justru malah membahayakan kehidupan manusia itu sendiri. Masih banyak cara lain yang lebih ramah lingkungan dan aman bagi kehidupan ini yang bisa dilakukan untuk memenuhi kebutuhan energi itu.
Gunung, Goncangan dan Hari Kiamat
Kepercayaan akan terjadinya hari kiamat[24] merupakan salah satu rukun iman yang menjadi dasar keimanan sebagai seorang muslim. Hari kiamat merupakan akhir dari alam semesta dan kehidupan semua makhluk.[25]
Surat Al-Muzammil ayat 14:
يَوْمَ تَرْجُفُ الْاَرْضُ وَالْجِبَالُ وَكَانَتِ الْجِبَالُ كَثِيْبًا مَّهِيْلًا
“Pada hari bumi dan gunung-gunung bergoncangan, dan menjadilah gunung-gunung itu tumpukan-tumpukan pasir yang berterbangan.”[26]
Dalam menerangkan kejadian hari Kiamat[27] Al-Quran seringkali mengaitkannya dengan adanya goncangan yang maha dahsyat yang disertai dengan hancurnya bumi dan gunung-gunung. Jadi, hari Kiamat akan diwarnai dengan goncangan yang dikaitkan dengan bumi dan gunung. Sumber goncangan itu bisa jadi berasal dari bumi dan gunung karena dua hal itu memang bisa menjadi sumber goncangan. Goncangan yang bersumber dari bumi dan gunung itu sering kita temui dalam bentuk gempa tektonik dan vulkanik.
Surat Az-Zalzalah ayat 1 & 2
اِذَا زُلْزِلَتِ الْاَرْضُ زِلْزَالَهَاۙ
“Apabila bumi diguncangkan dengan guncangannya (yang dahsyat).”[28]
وَاَخْرَجَتِ الْاَرْضُ اَثْقَالَهَاۙ
“Dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung) nya.”[29]
Ayat dari surat Az-Zalzalah di atas memberikan pemahaman tentang kejadian hari kiamat ketika bumi ini mengeluarkan beban berat yang ada di dalamnya. Beban ini bisa dipahami secara (1) tekstual maupun secara (2) teologis. Secara tekstual, bumi termasuk gunung yang ada padanya akan mengeluarkan beban yang dikandungnya karena bumi yang kokoh ini telah rusak atau secara perlahan telah dirusak sehingga menjadikan bumi ini rapuh (tidak kokoh). Karena bumi semakin rapuh maka bumi pun tidak bisa lagi menjaga apa yang ada didalamnya. Kerusakan di darat dan di laut merupakan salah satu tanda-tanda akan terjadinya hari kiamat.[30] Kerusakan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia secara berlebihan.
Sementara itu, secara teologis, beban itu bisa diartikan dengan dosa, yaitu bumi mengeluarkan dosa-dosa[31] dari perbuatan-perbuatan manusia yang membuat alam ini semakin tidak seimbang dikarenakan eksploitasi berlebihan yang dilakukan manusia. Dosa-dosa dari manusia yang tidak mengindahkan peringatan dari Tuhan itu telah merusak bumi (termasuk gunung). Para manusia “berdosa” itu telah melampaui batas dalam mengeksploitasi alam ini sehingga alam tidak mampu lagi bertahan.
Ayat-ayat di atas sebenarnya memberikan peringatan kepada manusia untuk tidak merusak bumi dan mengeksploitasi bumi dan gunung jika tidak ingin kiamat akan dipercepat. Allah telah menunjukkan goncangan yang terjadi pada gunung dan bumi sebagai tanda hari kiamat ini merupakan bentuk kecintaan Allah terhadap manusia, yaitu memberikan isyarat kepada manusia untuk selalu menjaga nikmat (gunung) yang dikaruniakan-NYA dengan cara tidak melakukan aktivitas-aktivitas yang justru membuat gunung dan bumi bergoncang. Jika kita tidak bersyukur terhadap nikmat itu, bisa jadi pembiaran terhadap aktivitas-aktivitas yang menyebabkan goncangan terus menerus pada gunung-gunung dan bumi itu bisa berakhir dengan hari kiamat. Wallahu A’lam.
Kesimpulan
Hasil perenungan terhadap ayat-ayat di atas menegaskan kepada kita agar selalu menjaga nikmat-nikmat yang dikaruniakan Allah swt. Diantara nikmat-nikmat itu adalah nikmat dikaruniakannya gunung bagi keberlangsungan hidup manusia. Bahkan, seperti digambarkan Al-Quran, kehidupan bumi ini mustahil ada tanpa adanya gunung-gunung yang memiliki berbagai makna dan fungsi penting bagi keberlangsungan hidup manusia di dunia ini. Oleh karena itu, seharusnya kita menjaga nikmat itu dengan menggunakannya sesuai dengan makna dan fungsinya yang tersurat dalam Al-Quran. Selain itu, seharusnya kita tidak melakukan pembiaran terhadap aktivitas-aktivitas yang justru mengancam makna dan fungsi utama dari gunung itu bagi keberlangsungan kehidupan manusia, yaitu salah satunya adalah aktivitas fracking yang jelas sekali telah menyalahi kodrat alamiah dari penciptaan gunung dalam Al-Quran. Selain pencemaran sumber mata air, fracking terbukti telah menyebabkan gempa minor terus menerus.[32] Belajar dari apa yang telah terbukti di Amerika dan Eropa, seharusnya kita tidak mengulangi kesalahan yang terjadi negara-negara itu. Kita harus menjaga nikmat gunung itu agar berfungsi sesuai dengan apa yang dideskripsikan oleh Allah swt dalam Al-Quran.
*Tulisan ini sebelumnya pernah terbit di website fnksda.or.id pada 2 Desember 2014 atas respon terhadap rencana eksplorasi panas bumi di wilayah gunung Ciremai. Diunggah kembali bertujuan sebagai bagian dari pendidikan politik dan keislaman.
Tentang Penulis:
Fuad Faizi adalah pegiat Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA). Kontak email yang bisa dihubungi fuadfaizi@gmail.com
Referensi:
Al-Maraghi, Syekh Ahmad Mustofa (1985) Terjemah Tafsir Al-Maraghi. Yogyakarta: Sumber Ilmu
Depag. RI. (1989) Al- Qur’an Terjemah. Jakarta: Gema Risalah Press.
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Badan Litbang & Diklat Kemenag RI, dan LIPI (2011) Air dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an.
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Badan Litbang & Diklat Kemenag RI, dan LIPI (2011) Kiamat dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an
Munawwir, Warson (1997) Kamus Al Munawwir. Surabaya: Pustaka Progressif.
Pranggono, Bambang. 2008. Mukjizat Sains dalam Al Quran: Menggali Inspirasi Ilmiah. Bandung: Ide Islami.
Rahman Fazlur (2007) Ensiklopedi Ilmu dalam Al-Quran: Rujukan Terlengkap Isyrat-isyarat Ilmiyah. Terj. Taufik Rahman. Bandung: Mizan Pustaka.
Shihab, M. Quraish (2000) Tafsir Al Mishbah. Jakarta: Lentera Hati.
[1] Perdebatan seputar energi gas panas bumi di lingkaran aktivis Indonesia saat ini bukan hanya sekedar apakah energi ini ramah lingkungan atau sebaliknya, melainkan juga absennya kritik kapital atas reproduksi kapitalistik yang menyertai berkembangnya energi ini. Dampak yang menimpa warga di tapak lantaran kotornya energi ini tidak dapat disangsikan lagi. Perlawanan tetap dilakukan warga. Belum lama ini film Barang Panas yang dirilis rumah produksi Ekspedisi Baru menyingkap dampak kerusakan dan gerakan perlawanan penolakan warga yang semakin bergema di berbagai wilayah. Tapi film ini mengandung kontradiksinya tersendiri, di akhir, sang sutradara mengatakan setuju atas eksplorasi panas bumi dengan syarat masih dalam skala kecil dan dengan melibatkan partisipasi warga di sekitar tempat eksplorasi. Ide seputar pembangkit berskala kecil itu, kata Ahmad Syifa dalam “Narasi yang Diabaikan dalam Dokumenter Barang Panas“, berdasar pada asumsi bahwa seluruh bentuk energi berskala besar membawa dampak yang besar pula dan sebaliknya. Pada titik ini hal yang luput dipertanyakan oleh sutradara adalah siapa yang paling mungkin bermain dalam bisnis energi, yang meski, kecil itu? Atas kondisi yang ada sekarang rakyat tentu belum mampu mewujudkannya. Geothermal dalam film ini secara implisit hanya dibingkai sebagai isu energi dan karenanya luput melihatnya sebagai salah satu jalan bagi reorganisasi kapital yang lebih luas. Jika kita melihat posisi industri listrik dan energi secara umum dalam sejarah pembangunan nasional, ini tidak bisa dilepaskan dari infrastruktur kapital (Catatan ini merupakan tambahan redaksi guna menyesuaikan konteks saat ini).
[2] Misalnya, ketik saja di youtube film yang berjudul “Fracking Hell,” “The Fracking Façade,” “Meet The Frackers,” “Kill the Drill – A Call for a Statewide Ban on Gas Fracking in NY,” “Fault Lines – Fracking in America,” “16×9 – Untested Science- Fracking Natural Gas Controversy,” dst.
[3] Misalnya, ketik saja di youtube “No Fracking Way: The Natural Gas Boom is Doing More Harm Than Good” yang merupakan rekaman perdebatan para ahli mengenai dampak fracking di salah satu stasiun televisi di Amerika.
[4] Untuk mengetahui daftar negara-negara di dunia yang melarang atau memoratorium fracking gas panas bumi bisa dilihat di http://keeptapwatersafe.org/global-bans-on-fracking/
[5] M. Quraish Shihab (2000) Tafsir al Mishbah. Jakarta: Lentera Hati.
[6] Setelah Musa a.s. menyelesaikan perjanjian dengan Syu’aib a.s. ia berangkat dengan keluarganya dengan sejumlah kambing yang diberi mertuanya. Pada suatu malam yang sangat gelap dan dingin Musa a.s. tiba di suatu tempat tetapi setiap beliau menghidupkan api, api itu tidak mau menyala. Hal itu sangat mengherankan Musa, maka ia Berkata kepada Istrinya sebagai tersebut dalam ayat 29 tersebut.
[7] Al-Qaff: 7-8.
[8] Al-A’raf: 58
[9] Al-Mursalat: 27.
[10] Ar-Ra’d: 3.
[11] An-Nur: 43.
[12] Al-Baqarah: 74.
[13] Fussilat: 10.
[14] Al-Qaaf: 7.
[15] Yang dimaksud dua laut di sini ialah lau yang asin dan sungai besar bermuara ke laut. Sungai yang tawar itu setelah sampai di muara tidak langsung menjadi asin.
[16] An-Naml: 61.
[17] An-Naba: 7.
[18] An-Nazi’at: 32.
[19] Al-Anbiyya’: 31.
[20] An-Nahl: 15.
[21] Luqman: 10.
[22] An-Naml: 88.
[23]Lihat Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Badan Litbang & Diklat Kemenag RI, dan LIPI (2011) Kiamat dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, hlm 84, yang menerangkan ayat An-Naml: 88 bahwa “Perputaran bumi pada porosnya bersama gunung-gunung di permukaannya sebenarnya sangatlah kencang seperti larinya awan di langit. Tetapi karena kita berputar bersamanya, perputaran bumi dan gunung itu tidak terasa.”
[24] Ayat-ayat yang menerangkan tentang hari kiamat anaara lain: Al-Baqarah 113, Al-An’am 31, Al-Qori’ah 1-3, Al-Haqqah 1-3, Al-Waqi’ah 1-2, Al-Ghasyiyyah 1-2, ‘Abasa 33-37, Al-Hajj 5, Ar-Rum 56, Qaf 42 dst.
[25] Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an. Badan Litbang & Diklat Kemenag RI, dan LIPI (2011) Kiamat dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains, Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an. Hlm 9.
[26] Al-Muzammil: 14.
[27] Ayat-ayat yang yang menerangkan tentang hari kiamat banyak sekali dalam Al-Quran, bisa dilihat dilihat antara lain Az-Zilzal: 1-2, Al-Hajj: 1, Al-Waqi’ah: 4, Al-Muzammil: 14, Al-Insyiqaq: 4, Al-Haqqah: 14, Al-Fajr: 21, At-Takwir: 6, Al-Infithar: 3, Al-Kahfi: 47, An-Nahl: 88, Ath-Thur: 10, Al-Takwir; 2, Al-Ma’arij: 9, dan Al-Qari’ah: 5 dst.
[28] Az-Zalzalah: 1.
[29] Az-Zalzalah: 2.
[30] Lihat Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Badan Litbang & Diklat Kemenag RI, dan LIPI (2011) Kiamat dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an hlm 52.
[31] Menurut Kamus Al-Munawwir lafadz أثقال dapat diartikan juga sebagai dosa-dosa.
[32] Lihat bukti dan kesaksian dalam film Gasland part II pada menit 01.14 – 01.17.