Tutup PT. Mahakarya Hutan Indonesia (MHI), Cabut Izin HPH dan IUPHHK-HA, Serta Kembalikan 36.860 Hektar Hutan, Lahan Warga 3 Kecamatan Wasile: Utara, Timur, dan Tengah Kabupaten Halmahera Timur
Keberadaan PT. Mahakarya Hutan Indonesia di Wasile, Kabupaten Halmahera Timur, dengan alasan bohong dan tujuan merampas hutan dan hak lahan warga adalah bagian dari tindakan pelanggaran hak azasi manusia. Perusahan yang bergerak dibidang penggundulan hutan, produksi kayu dan perampasan lahan kebun warga ini sewenah-wenah mengklaim memiliki hak atas konsesi hutan seluas 36.860 Ha. Warga di 4 Kecamatan Wasile, 11 Desa: Hilaitetor, Iga, Kakaraino, Puao, Silalayang, Nyaulako, Hatetabako, Lolobata, Boki Maake, Foli, Tatam dan Labi-labi adalah bukti nyata dampak kebingisan Excavator perusahan kayu MHI terahadap hutan, kebun, dan tanaman warga berupa; pala, cengkih, lemon, langsa, ubi, padi ladang, air dan keselamatan hewan juga warga—praktis dilibas oleh kepentingan dagang kayu oleh pemilik perusahan dan kaki tangannya.
Dalih izin HPH dan IUPHHK-HA adalah senjata kebijakan yang digunakan oleh PT. MHI, atas dasar kesepakatan dan izin SK.9/1/IUPHHK-HA/PMDN/2017 yang melibatkan Lembaga Kehutanan dan Gubernur Propinsi Maluku Utara tanpa adanya sepengetahuan warga adalah bukti kejahatan persekongkolan elit, korporat, aparat, dan pemerintah pro modal. Hal ini dibuktikan adanya upaya protes/aksi warga pada tahun 2018-2019. Sosialiasai kedatangan perusahan sejak oktober 2015 oleh Wakil Gubernur Propinsi Malut, M Natsir Thaib dibebarapa Desa: Foli, Lolobata, dan Hatetabako bahwa perusahan tak akan mengambil kayu bulat, menebang, merusak, bahkan menjual keluar. Namun pada kenyataannya fakta tak seperti ucapan janji dan manis dari seorang yang berkuasa. Ibarat pepatah, ‘begitulah lidah tak bertulang,’ dan modus-modus pencurian lain yang sepaket digunakan melalui upaya CSR dalam bentuk santutan sosial infrastruktur dll kepada warga wasile (kumparan.com).
Sejak sosialisasi tahun 2015. Tepat pada 10 maret 2017 di Kota Ternate, pihak perusahan telah melakukan pertemuan dengan instansi tertentu yang berwenang untuk memuluskan jalan ekplorasi izin konsesi hutan termasuk eksploitasi lahan warga. Pertemuan dengan tujuan katanya membicarakan AMDAL MHI justru tak melibatkan partisipasi warga pemilik lahan dan hutan, dimana sudah sejak dulu sebelum ada perusahan. Hal ini tentu melanggar UU dan sengaja mengabaikan keberadaan warga setempat. Tak lama kemudian tak ada kabar, juni 2018 operasi perampokan dan pengerusakan hutan mendarat dilahan-lahan warga, dilakukan oleh MHI dan kaki tangannya (gamalamanews.com)
Kerap kali warga mempertahankan tanah/lahan yang sudah didiami puluhan tahun untuk kebutuhan hidup; makan-minum, sekolah anaknya, perumahan, dll mendapat intimidasi oleh MHI menggunakan polisi dan tentara untuk menjadi tameng mereka. Kerja sama yang solid juga intimidasi lazim dilakukan polisi-tentara terhadap warga pemilik lahan. Fakta yang terjadi, kebun warga menjadi rusak karena kayu yang ditabang perusahan dijatuhkan ke tengah-tengah tanaman kebun warga, pos-pos MHI dijaga polisi dan tentara. Warga yang masuk ke kebun harus lapor kepada polisi dan tentara, dengan waspada itulah hak-hak warga telah dirampas. Kayu yang diambil perusahan adalah hak warga, kemudian warga menyita kayu tersebut di tuduh sebagai illegal logging karena bagi perusahan warga tak lagi punnya hak terhadap lahan/hutan yang sudah di konsesi seluas 36,860 ha itu. Segala-galanya milik perusahan selama 45 tahun izin konsesinya (focusmalut.com)
Tidak saja itu, air yang menjadi kebutuhan warga dicemari MHI dengan cara-cara yang merusak. Warga justru kesulitan mengambil air, menggunakan motor karena kali mata air sudah rusak oleh pohon-pohon hasil gigitan Excavator. Sejauh ini sudah puluhan hektar penggundulan hutan untuk mencapai target izin konsesi, modal itulah MHI melakukan banyak pelanggaran hak warga. Untuk mempertahankan hal ini, perusahan perampok dan perusak ini justru mendapat dukungan dari beberapa lemabaga pemerintah termasuk kepolisian, baik: Kehutanan, Gubernur, Kecamatan, Polsek, dll yang faktanya tidak perlu diingkari lagi sebagaimana pintu masuk PT. MHI untuk bertahan dihutan dan kebun-kebun warga hingga hari ini (www.mongabay.co.id).
Cara lain untuk membuat warga agar tidak lagi melawan, upaya-upaya untuk membodohi dan membuat takluk warga adalah menggunakan senjata CSR hingga sejauh ini berhasil. Pembagian bingkisan sembako dengan kantong plastic sekitar 204 paket untuk ramdhan tahap pertama berhasil mengumpulkan warga atas nama MHI. Tahap kedua sedang dijalankan oleh MHI yang dikordinir oleh TIM CSR MHI yang sebenarnya adalah orang-orang berpendidikan termasuk bekas calon anggota legislatif mantan kader partai democrat turut andil dalam melakukan hal ini. Tim CSR MHI justru menawarkan tahap lebih besar lagi untuk santunan sosial, seperti; beasiswa pendidikan untuk mahasiswa awal kuliah dan akhir kuliah, pembangunan rumah ibadah, kesehatan, pendidikan, dll adalah semua bagian dari pola perampasan dan pencurian hutan/lahan warga di kecamatan wasile (maluttimes.com, & swaramalut.com).
Serabotan lahan, pengrusakan tanaman, intimidasi (berupa penjara terhadap warga yang melawan, dan terima sebagai kariyawan perusahan bagi yang mendukung), kerusakan air, tanpa ganti rugi tanaman warga, bayar lahan, penampunagan kayu dilopong dan dikebun-kebun warga untuk dibeli pencuri dari luar Halmahera Timur adalah niscaya hukum modal MHI. Pelibatan polisi dan tentara, ,merekrut mahasiswa, pihak kecamatan, pemangku adat, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh agama, dan warga lainnya adalah energy bagi MHI untuk lebih menjadi buas dan praktis bertahan selama 45 tahun atas dasar manipulatif izin konsesi hutan dan hasil alam untuk tumpukan modal di kantung MHI.
Karena itu, kami atas nama mahasiswa dan organisasi FADODARA INSTITUT, dengan ini menyerukan tuntutan dan mendesak dengan tegas, bahwa PT. MHI adalah sumber kejahatan yang merampas hak warga, lahan, hutan dan pembunuhan terhadap kehidupan masyarakat 3 kecamatan yang ada di Wasile Kabupaten Halmahera Timur. Sehingga sikap kami dengan tegas:
1. Tutup PT. Mahakarya Hutan Indonesia (MHI), Cabut Izin HPH dan IUPHHK-HA, Serta Kembalikan 36.860 Hektar Hutan, Lahan Warga 3 Kecamatan Wasile Utara, Timur, dan Tengah Kabupaten Halmahera Timur.
2. Tolak Segala Bentuk CSR PT. Mahakarya Hutan Indonesia.
3. Ganti Rugi Tanaman Warga Yang Di Hancurkan PT. Mahakarya Hutan Indonesia.
5. Gubernur Maluku Utara dan Pemerintah Kabupaten Halmahera Timur Harus Cabut Izin HPH dan IUPHHK-HA PT. Mahakarya Hutan Indonesia di Kecamatan Wasile.
6. Tarik Polisi dan Tentara Dari Lokasi Perusahan PT. Mahakarya Hutan Indonesia
7. Stop Intimidasi Warga 11 Desa di 3 Kecamatan Wasile: Timur, Utara, dan Tengah Dalam Bentuk dan Alasan Apapun.
8. Hentikan Penabangan Kayu Oleh PT. Mahakarya Hutan Indonesia dan Akan Ditampung Lopong dan Dijual Keluar Halmahera Timur
Ternate, 23 Mei 2019.
Sikap Kami, Fadodara Institut!!!
Organisasi Besolidaritas:
1.FNKSDA TERNATE
2.PEMBEBASAN NASIONAL
3.SRIKANDI
4.FRI WEST PAPUA
5.SUPER
6.IPMS
One thought on “Tutup PT. Mahakarya Hutan Indonesia (MHI), Cabut Izin HPH dan IUPHHK-HA, Serta Kembalikan 36.860 Hektar Hutan, Lahan Warga 3 Kecamatan Wasile: Utara, Timur, dan Tengah Kabupaten Halmahera Timur”