Browse By

REKOMENDASI HASIL UJI PUBLIK “Putusan PTUN Semarang Terkait Kasus Semen Indonesia di Rembang”

Pada hari ini, Jum’at 12 Juni 2015, sejumlah ahli dan kelompok masyarakat sipil bertemu dalam Uji Publik “Putusan PTUN Semarang Terkait Kasus Semen Gresik di Rembang” di Aula Adi Sukadana Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Airlangga. Kami para ahli dan kelompok masyarakat sipil yang terdiri:
1. Herlambang P Wiratraman, SH, MA, PhD (FH UNAIR, Pengkaji HAM)
2. Muhammad Al-Fayyadl (FNKSDA, Pengkaji Fiqih Aktivitas Tambang)
3. Tri Anom Suryandaru (Univ. Ma Chung Malang, Pengkaji Sosial Budaya)
4. Joeni Arianto Kurniawan, SH, MH (FH UNAIR, Pengkaji Hukum Adat)
5. Daniel S Stephanus (Univ. Ma Chung, Pengkaji Ekonomi Bisnis)
6. Franky Butar Butar, SH, MH (FH UNAIR, Pengkaji Hukum Pertambangan)
7. Zainal Arifin, SH (LBH Semarang, Pengkaji Proses Peradilan)
8. Dr. Tri Candra (SAINS, Univ. Jember, Pengkaji Agraria)
9. Abd. Wachid, SH, MH (LBH Surabaya)
10. Johan Avie (PusHAM Surabaya)
11. Lutfi Ganjita (PusHAM Surabaya)
12. Arie Wahyu P (PUSKU UNIJOYO)
13. Rere Christanto (Walhi Jawa Timur)
14. Badris (CMaRs, Surabaya)
15. Dian Noeswantari (PusHAM Univ. Surabaya)
16. Ahaka (LPM UNAIR)
17. Zubaidah (UNAIR)
18. Setly P (FISIP-AN UNAIR)
19. Rono I (ITS)
20. Firman (UNS)
21. Rendra (MM UNAIR)
22. Dani (UNS)
23. Andre (FISIP UNAIR)
24. Feby (FH Unair)
25. Gunritno (JMPPK Pati)
26. Joko Prianto (JMPPK Rembang)
27. Sukinah (JMPPK Rembang)
28. Simon Filantropa (GKI)
29. Karim K (TheProtester)
30. Rafif (Kebijakan Publik BEM UNAIR)
31. Dia P (FISIP UNAIR)
32. Abdul Bukhori(PusHAM Surabaya)
33. Wahyuni W (Gusdurian Surabaya)
34. Akhol F (CMars, STAIN Tulungagung)
35. Bambang Catur Nusantara (DD Walhi Jatim & BP Jatam)

Setelah mempelajari fakta bahwa PT. Semen Indonesia merupakan metamorfosa dari perusahaan semen sebelumnya yaitu PT. Semen Gresik. Pergantian nama menjadi “Semen Indonesia” ini dilakukan pada 20 Desember 2012 melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB). Setelah berganti nama, PT. Semen Indonesia (PTSI) menerapkan Holding Strategy Group untuk mensinergikan seluruh operasional dan sumberdaya keuangan yang dimiliki termasuk anak-anak perusahaan yaitu PT. Semen Padang, PT. Semen Tonasa dan Thang Long Cement Vietnam yang telah diakuisisi sebelumnya.

Demi menambah kapasitas produksi, PTSI merencanakan untuk membangun pabrik semen baru di Padang dan di Rembang. Pada tanggal 7 Januari 2014, PTSI mendirikan anak usaha baru yaitu PT. Semen Gresik (Persero) tbk (PTSG) sebagai operating company bagi empat pabrik yang sudah berjalan di Kabupaten Tuban dan yang akan dibangun di Rembang.

Perusahaan diresmikan di Gresik pada tanggal 7 Agustus1957 oleh Presiden RI pertama dengan kapasitas terpasang 250.000 ton semen per tahun. Di tahun 2013, kapasitas terpasang mencapai 30 juta ton/tahun.Pada tanggal 8 Juli 1991, saham Perseroan tercatat di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (kini menjadi Bursa Efek Indonesia) serta merupakan BUMN pertama yang go public dengan menjual 40 juta lembar saham kepada masyarakat. Komposisi pemegang saham pada saat itu: Negara RI 73%; dan masyarakat 27%.Pada bulan September 1995, Perseroan melakukan Penawaran Umum Terbatas I (Right Issue I), yang mengubah komposisi kepemilikan saham menjadi Negara RI 65% dan masyarakat 35%.

Pada tanggal 15 September 1995 PT Semen Gresik berkonsolidasi dengan PT Semen Padang dan PT Semen Tonasa.Total kapasitas terpasang Perseroan saat itu sebesar 8,5 juta ton semen per tahun.Pada tanggal 17 September 1998, Negara RI melepas kepemilikan sahamnya di Perseroan sebesar 14% melalui penawaran terbuka yang dimenangkan oleh Cemex S. A. de C. V, perusahaan semen global yang berpusat di Meksiko. Komposisi kepemilikan saham berubah menjadi Negara RI 51%, masyarakat 35%, dan Cemex 14%. Kemudian tanggal 30 September 1999, komposisi kepemilikan saham berubah menjadi: Pemerintah Republik Indonesia 51,0%, masyarakat 23,4% dan Cemex 25,5%.

Pada tanggal 27 Juli 2006, terjadi transaksi penjualan saham Cemex Asia Holdings Ltdkepada Blue Valley Holdings PTE Ltd, sehingga komposisi kepemilikan saham berubah menjadi: Negara RI 51,0%; Blue Valley Holdings PTE Ltd. 24,9%; dan masyarakat 24,0%. Pada akhir Maret 2010, Blue Valley Holdings PTELtd, menjual seluruh sahamnya melalui private placement, sehingga komposisi pemegang saham Perseroan berubah menjadi Pemerintah 51,0% dan publik 48,9%.

Di Rembang, PTSI mengincar Cekungan Watuputih, sebuah kompleks perbukitan batu gamping seluas 31 kilometer persegi yang dalam PERDA 14/2012 tentang Tata Ruang Rembang ditetapkan sebagai KAWASAN LINDUNG GEOLOGI karena fungsinya sebagai KAWASAN RESAPAN AIR (pasal 19 huruf a).Status Cekungan Watuputih juga disebut dalam KEPRES 26/2011 tentang Penetapan Cekungan Air Tanah di Indonesia.

Hasil inventarisasi yang dilakukan masyarakat, mahasiswa, KLH dan LIPI pada Cekungan Watuputih tahun 2013 – 2014 memperoleh beberapa data lapangan sebagai berikut:
1. Sejumlah 154 MATA AIR yang diduga kuat bersumber dari tangkapan air di Cekungan Watuputih. Mata air Sumber Semen (100 liter/dtk) dan Sumber Brubulan (635 liter/dtk), merupakan dua mata air dengan debit terbesar yang dimanfaatkan untuk PDAM. Dalam kajian AMDAL PTSI, daerah tangkapannya 40% berada di IUP PTSI di Cekungan Watuputih. Pada hasil uji water tracing, mata air Brubulan terbukti terhubung dengan salah satu lubang bor yang dibuat oleh tim kajian AMDAL PTSI dengan rentang jarak 4 kilometer.
2. Sejumlah 28 MULUT GOA, di antaranya memiliki sistem jaringan sungai bawah tanah dan beberapa merupakan merupakan hunian sejumlah kelelawar yang memiliki fungsi penting sebagai pengendali populasi hama : Miniopterus Autralis, Hipposideros Larvatus, Rhinolopus Pussilus (Wiantoro, LIPI, 2014)
3. Sejumlah 15 lubang peresap air alami (Ponor)
4. Kenampakan morfologi karst berupa lembah-lembah tertutup, lubang-lubang bekas pelarutan pada batugamping (lapies), ponor, mata air dan mulut goa.

Pada 15 Februari 2013, Bupati Rembang mengeluarkan Ijin Usaha Pertambangan (UIP) Operasi Produksi Batuan Tanah Liat bernomor 545/0230/2013 kepada PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. Pada 16 Juni 2014, terjadi peletakan batu pertama pendirian pabrik semen oleh PT. Semen Gresik (Persero) Tbk di Rembang. Warga melakukan protes dengan aksi unjuk rasa di tapak pabrik dan mendirikan tenda perjuangan yang dihuni oleh ibu-ibu hingga saat ini. Pada aksi unjuk rasa ini, warga yang mayoritas perempuan menjadi korban aksi kekerasan yang dilakukan oleh TNI, Polri, tenaga keamanan, dan preman yang dibayar oleh PT. Semen Indonesia Tbk. Pada 1 September 2014, warga dan Walhi Jawa Tengah melakukan gugatan kepada Gubernur Jawa Tengah dan PT. Semen Indonesia Tbk melalui PTUN Semarang. Pada 16 April 2015, Majelis Hakim PTUN Semarang menolak gugatan warga dengan alasan telah Kadaluwarsa. Majelis Hakim menolak membahas pokok perkara gugatan, dan serta-merta menganggap Penggugat sudah mengetahui sosialisasi izin pendirian pabrik semen.

Kini, warga Rembang berusaha mengajukan upaya hukum banding ke PT. TUN Jawa Timur. Hingga saat ini, berkas perkara PTUN Semarang masih digodok di PT. TUN Jawa Timur.
Situasi yang terjadi di seluruh Rembang adalah bagian gambaran kepentingan situasi di seluruh pulau Jawa. Dalam laporan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) sebagaimana dikutip Media Kompas, hingga tahun 2013 saja misalnya, telah ada 76 ijin pertambangan Karst yang tersebar di 23 kabupaten dengan total konsesi seluas 34.994,90 hektar. Dengan kepadatan hingga 1.057 jiwa per kilometer, setiap industri ekstratif semacam pabrik semen yang muncul di pulau Jawa, dapat mengancam keselematan ruang hidup rakyat.

Di Jawa Timur, ancaman industri dan pembangunanisme juga sudah sangat besar. Di Porong, Lapindo mengubur ratusan hektar lahan dengan lumpur panas dan mencerabut hidup ratusan ribu jiwa yang pernah tinggal disana. Di Batu, industri pariwisata menumbuhkan hotel, villa,, wahana bermain dan membeton setiap wilayah yang ada, menghancurkan hutan, sumber mata air dan pelan-pelan menggusur warga atas ruang hidupnya. Di Banyuwangi, pertambangan emas mempreteli setiap jengkal Gunung Tumpang Pitu tanpa mengindahkan keselamatan atas wilayah ekologisnya, selain itu setidaknya tiga industri besar semen: Indocement, Semen Indonesia, dan Bosowa telah dan akan segera beroperasi di wilayah Banyuwangi. Di Tuban, wilayah-wilayah yang telah dieksploitasi habis-habisan oleh industri semen seperti di Kecamatan Merakurak, Kerek, Tambakboyo dan Jenu, area pertanian telah habis dan sumber-sumber mata air menghilang.

Sejumlah konflik yang muncul akibat serbuan investasi dan industri ekstraktif ini tidak lepas dari munculnya skema rencana pembangunan ekonomi jangka panjang yang dikenal dengan nama MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia). Skema MP3EI hendak menyejajarkan indonesia bersama negara-negara maju yang lain dengan indikator pendapatan per kapita sebesar USD 15.000 dan nilai total perekonomian (Pendapatan Domestik Bruto) sebesar USD 4,0-4,5) triliun. Angka-angka yang tertulis sebagai patokan capaian MP3EI memang luar biasa, namun capaian itu didapat dengan menggadaikan kekayaan alam dan keselamatan ruang hidup rakyat yang ada. Dalam MP3EI, peran pemerintah untuk mengelola kekayaan alam ditawarkan kepada pihak swasta dengan membuka kran investasi seluas-luasnya di berbagai sektor. Dalam skema ekonomi ini, segala hal akan dianggap sebagai komoditas dan masyarakat akan semakin terpinggirkan.

Perampasan ruang hidup rakyat oleh proyek-proyek investasi dan industri sektratif adalah wujud tidak diperdulikanya hak veto (kedaulatan) rakyat. Dalam setiap penentuan rencana-rencana pembangunan, rakyat tidak pernah dilibatkan.Dihadapan kuasa modal dan investasi, rakyat tidak pernah dianggap ada. Pada 2013, Komnas HAM telah merilis laporan yang menyebutkan bahwa konflik tertinggi yang muncul di indonesia adalah konflik agraria yang mencapai 378 kasus kekerasan, banyak diantara kasus ini yang disertai dengan pembunuhan.

Sebagai sebuah kesatuan ekologis, alam dan manusia tidak bisa disekat-sekat, sehingga apapun yang terjadi pada lingkungan kita akan saling mempengaruhi Ekosistem tidak mengenal pembatasan wilayah administratif dan kewenangan. Kerusakan yang terjadi di satu wilayah, pada akhirnya akan mempengaruhi wilayah-wilayah yang lain. Perspektif kewargaan harus mulai melihat bahwa kita semua adalah satu kesatuan ekologis dan bahwa lingkungan hidup adalah interaksi bersama kita semua organisme hidup yang kaya raya dan beragam.

Melihat ancaman yang begitu nyata, setelah mendengar pemaparan dari para penguji yang terdiri ahli hukum, HAM, sosial, dan agama maka kami mencatat:
1. Adanya fakta selama persidangan di PTUN Semarang yang tidak konsisten dalam menimbang substansi dan juga pengabaian yurisprudensi terkait “daluwarsa” sebuah Keputusan Tata Usaha Negara bisa digugat oleh mereka yang dirugikan.
2. Bahwa dalam pengelolaan kebijakan pertambangan, proses yang dijalankan perusahaan dalam menyiapkan usaha selama dua tahun dan menghasilkan dokumen AMDAL cenderung meragukan dan harus dikaji lebih teliti agar fakta-fakta dan informasi bisa tersaji dalam dokumen dan bisa mempengaruhi penilaian dokumen.
3. Eksploitasi sumberdaya alam di rembang adalah bentuk absennya konstitusionalisme negara. Dalam kasus ini, negara tidak hadir melaksanakan kewajibannya untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak asasi manusia warga Rembang.
4. Bahwa dalam kajian hukum dan HAM ada berbagai bentuk pelanggaran hak asasi yang akan terjadi:
a. Hak atas rasa aman
b. Hak atas informasi
c. Hak atas kehidupan tradisionalnya
d. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
e. Hak-hak dasar lainnya
5. Akibat pembangunan pertambangan semen di Rembang, keberlangsungan nilai-nilai adat di masyarakat lokal juga bakal terancam. Salah satu hak adat yang terancam hilang akibat pembangunan pertambangan semen adalah hak ulayat masyarakat adat di Rembang.
6. Adanya fakta bahwa kawasan yang akan ditambang merupakan kawasan lindung yang bernilai penting bagi masyarakat di sekitar kawasan sebagai sumber air bagi kegiatan produksi pertanian warga dan pemenuhan kebutuhan dasar.
7. Hilangnya sumber air akibat pertambangan akan menyebabkan krisis air. Dalam kajian fiqh, air adalah elemen penting untuk beribadah (wudhu). Jika sumber air habis, maka juga akan mengganggu ibadah warga di sana yang mayoritas beragama Islam.
8. Dalam kajian fiqh, kegiatan eksploitasi yang menyasar sumber air dan kawasan lindung adalah haram.
9. Kewenangan izin pertambangan yang investasinya di atas 5 milyar rupiah, seharusnya menjadi wewenang pemerintah pusat, bukan pemerintah daerah. Artinya, izin pertambangan PT. Semen batal demi hukum karena dikeluarkan oleh pemerintah daerah.
10. Ada 4 permasalahan izin PT. Semen yang sama sekali tidak dipersoalkan di dalam putusan PTUN Semarang, yaitu:
a. Persoalan Teknikal
b. Persoalan Administratif
c. Persoalan Lingkungan
d. Persoalan Finansial
11. Industri semen yang membutuhkan pasokan energi listrik luar biasa besar, lebih dari kebutuhan satu kabupaten, senyatanya akan membutuhkan pembangkit listrik baru yang pasokan bahannya berasal dari kawasan lain dan memiliki daya rusak luar biasa bagi kawasan lain seperti Kalimantan dan Sumatera.
12. Dampak sosio-kultural dari pembangunan PT. Semen di Rembang yaitu terjadinya marginalisasi masyarakat agraris. Bentuk marginalisasinya adalah:
a. Masyarakat yang memiliki life-skill berbasis dunia agraris, dipaksa beralih mengisi ruang-ruang dalam masyarakat industrial.
b. Ketidak-siapan masyarakat, berkaitan dengan ketrampilan yang dimiliki, mengakibatkan posisi yang marjinal.
c. Masyarakat sekitar hanya akan mengisi posisi: pegawai keamanan (satpam), pegawai kebersihan, petugas parkir, dsb.
d. Keterbatasan akses pendidikan, akses informasi-pengetahuan dan akses kuasa sama dengan melahirkan marginalisasi
13. Menurut studi kelayakan PT SMS, ditemukan pelbagai kejanggalan yang tidak dapat diterima secara akal sehat, yaitu:
a. Kebutuhan lahan untuk pabrik semen: (1) Sawah seluas +639 hektar, (2) Tegalan seluas +794 hektar sehingga dibutuhkan total 1.433 hektar. Lahan pertanian menyerap tenaga kerja 280/hektar. Jika tanah seluas 1.433 hektar tersebut dicerabut dan dibangun PT. Semen, maka setidaknya ada 600.000an orang yang akan kehilangan mata pencahariannya.
b. Kebutuhan bahan baku untuk produksi sebesar 2,5 juta ton semen/tahun atau 8.000 ton semen/hari: (1) batu kapur sebanyak +11.700 ton/hari; (2) tanah liat sebanyak + 2.600 ton/hari; (3) PB dan PS sebanyak +120 ton/harI; (4) Gipsum sebanyak 320 ton/hari. Artinya, eksploitasi pegunungan kendeng tidak hanya mengambil habis kars nya saja, tetapi juga bahan-bahan tambang lainnya seperti yang disebutkan di atas.
c. Kebutuhan Energi: (1) Listrik sebesar +105 Kwh/ton semen; (2) Batubara untuk pembangkit tenaga listrik sebesar +1.200 ton/hari. Jika dihitung secara matematis, keseluruhan kebutuhan energi untuk 1 perusahaan PT. Semen, membutuhkan setidaknya energi listrik yang besarnya setara dengan energi listrik di 2 kota besar.
d. Eksplorasi kars besar-besaran dan tidak terkontrol. Kapasitas Produksi yang dihasilkan pada tahun pertama sampai keempat sebesar 8000 ton/hari. Sedangkan mulai tahun kelima sampai tahun kelima belas akan bertambah dua kali lipat menjadi 16.000 ton/hari.
e. Kebutuhan tenaga kerja: selama masa kontruksi 1.650 orang dan saat operasi sebanyak 800 orang tenaga kerja. Padahal jumlah penduduk yang akan tergusur dan kehilangan lahan pekerjaannya (sebagai petani) sebanyak 5.894 Kepala Keluarga. Artinya, iming-iming bahwa pembangunan PT. Semen di Rembang akan menyedot banyak tenaga kerja, terbukti tidak masuk akal.
14. Mempertaruhkan sumber produksi pertanian warga dan kebutuhan dasar berpotensi dirusak dengan jumlah tenaga kerja yang bisa digunakan dalam industri semen tidak dapat diterima dengan akal sehat.
Mengingat daya rusak tambang, maka pemerintah harus mengevaluasi seluruh ijin tambang dan membatalkan ijin-ijin pertambangan yang bermasalah.

Dengan demikian, kami merekomendasikan agar ijin lingkungan aktivitas pertambangan semen di wilayah Rembang dicabut dan patut ditekankan agar di kemudian hari tidak diberikan ijin aktivitas industri apapun yang bisa merusak kawasan Watuputih dan pegunungan Kendeng Utara di Rembang.

Sumber: dinding FB Johan Avie (https://www.facebook.com/johan.avie/posts/10203389714497389)