Browse By

Siaran Pers Istighosah Akbar; Ponpes Leteh, Rembang

istighosah

Press Release.
Rembang, 27 Maret 2015

“ISTIGHOSAH AKBAR UNTUK KESELAMATAN PEGUNUNGAN KENDENG DAN MASYARAKAT REMBANG DARI BENCANA DAN EKSPLOITASI ALAM”

يا أيها الذين أمنوا استعينوا بالصبر والصلوة إن الله مع الصبرين (البقرة : (153)
“Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan [kepada Allah] dengan sabar dan shalat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bersabar” (QS. Al-Baqarah: 153)

Latar Belakang

Sengketa lahan yang melibatkan warga Rembang di daerah pegunungan Kendeng dan PT Semen Indonesia telah berlangsung sekian lama tanpa menemui solusi yang berarti. Hingga sekarang kedua pihak masih dalam proses sengketa persidangan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jawa Tengah. Rangkaian persidangan ini adalah buah dari gugatan warga melalui 7 orang perwakilannya terhadap Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomo 668.1/17tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan oleh PT Semen Gresik (Persero) Tbk., di Kabupaten Rembang. Awal Desember 2014, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, sebagai tergugat menyatakan eksepsi terhadap gugatan tersebut (Tribunnews.com 2014). Eksepsi adalah bantahan yang ditujukan kepada hal-hal yang menyangkut syarat-syarat atau formalitas gugatan yang mengakibatkan gugatan tidak dapat diterima, dengan tujuan utama eksepsi adalah agar proses pengadilan berakhir tanpa lebih lanjut memeriksa pokok perkara.

Dari segi Hak Asasi Manusia (HAM), KOMNAS HAM menyatakan bahwa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) PT Semen Indonesia melanggara HAM. Letak pelanggarannya ada pada tidak dilibatkannya seluruh masyarakat dalam pembuatan Amdal. Hak masyarakat untuk mendapatkan informasi tentang kelayakan lingkungan pabrik semen diabaikan. Meskipun tim penyusun Amdal sudah bekerja sesuai prosedur legalistik, namun mereka mengabaikan hal-hal yang substansial, yakni transparansi terhadap publik. Logikanya, Amdal adalah dokumen publik, andaikata Amdal dibuat secara partsisipatif, maka tidak akan ada kelompok masyarakat yang menolak (Kompas.com 2014a).

Dalam konteks politik, warga sudah mengadukan permasalahannya ke Presiden Jokowi. Hal ini dilakukan bersama warga daerah lain yang terlibat masalah tata kelola sumber daya alam (SDA), Pati dan Urutsewu (Kebumen), pada 5 September di Jakarta. Pada waktu itu Presiden Jokowi menyatakan bahwa penanganan permasalahan di Rembang menunggu pelantikannya pada 20 Oktober 2014 yang lalu (Kompas.com2014b). Namun, pada akhir November 2014, penyelesaian kasus ini bukannya menunjukkan titik terang, tapi berujung pada kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap warga yang menahan masuknya alat berat ke area pembangunan lokasi pabrik semen.

Di sisi lain, warga Rembang di daerah pegunungan Kendeng yang mayoritas Nahdliyyin mendapatkan dukungan yang sangat lemah dari NU struktural (lokal dan nasional) serta dari para tokoh NU maupun sesepuh masyarakat yang sangat diharapkan keberpihakannya terhadap warga.

Pemberitaan terakhir di media menyebutkan bahwa PT Semen Indonesia sedang mengambil langkah-langkah persuasif untuk membujuk warga setempat menerima proyek pembangunan tersebut dan membatalkan penolakan mereka. Hal ini didukung oleh perkembangan yang menguntungkan PT Semen Indonesia di tingkat pusat, dengan diangkatnya Mantan Dirut PT Semen Indonesia Dwi Soetjipto sebagai Dirut Pertamina yang baru oleh Presiden Jokowi.Di sisi lain, perilaku aparat yang represif dan tidak menunjukkan kenetralannya membuat perjuangan warga Rembang semakin menemui tantangan yang besar. Segala cara tampaknya ditempuh oleh PT Semen Indonesia untuk memuluskan proyeknya.

Mengingat besarnya tantangan yang dihadapi oleh warga Rembang dalam sektor tata kelola SDA ini serta masih lemahnya dukungan sipil yang bersifat langsung di lokasi, maka dipandang perlu untuk memberi dukungan moral-spiritual kepada warga untuk meneruskan perjuangannya. Dukungan moral-spiritual tersebut salah satunya berupa istighosah akbar yang akan mengundang para tokoh agama setempat, tokoh dan aktivis NU, aktivis lingkungan dan HAM, wartawan, mahasiswa, serta masyarakat umum.

Alasan pentingnya dukungan moral-spiritual ini terletak pada pemahaman bahwa pegunungan Kendeng adalah ruang hidup warga Rembang yang menggunakannya sebagai areal pertanian, serta faktor hidup bagi warga kota Rembang dan Lasem dimana 0,5 juta lebih warganya mengandalkan daerah ini sebagai zona tangkapan air untuk memenuhi kebutuhan air guna melangsungkan hidup mereka.

Di titik ini, dengan simpul “kedaulatan pengelolaan SDA,” ada tiga argumentasi yang ditegakkan. Pertama, dalam tata kelola SDA seharusnya ia dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai dengan UUD 1945, bukan dengan meminggirkan rakyat seperti yang terjadi di Rembang. Kedua, tata kelola SDA seharusnya memberikan tempat bagi warga sebagai pemangku kepentingan yang berhak menentukan orientasi pembangunan yang menjadi ruang hidupnya, jadi rakyat bukan hanya pelengkap yang suaranya tidak didengarkan dan dipinggirkan.Ketiga, isu ini diharapkan menjadi momen untuk Nahdliyin dalam melakukan kritik yang lebih luas terhadap tata kelola SDA di Indonesia yang, alih-alih memberikan ruang kepada kaum Nahdliyin untuk didengarkan pendapatnya, justru menjadikan Nahdliyin sebagai korban dari berbagai kebijakan di sektor industri ekstraksi ini. Selain di Rembang, kasus “pengorbanan” Nahdliyin dan ruang hidupnya di sektor industri ekstraktif terjadi di Porong, Jombang, Banyuwangi, dan Sumenep (Jawa Timur);Lombok (Nusa Tenggara Barat); Kepulauan Sula (Maluku); Pati, Jepara, dan Urutsewu (Jawa Tengah); Ciremai (Jawa Barat), Samarinda (Kalimantan Timur), Lampung (Provinsi Lampung), dan Mandailing Natal (Sumatera Utara).

Nama dan Tujuan Kegiatan

Dengan latarbelakang di atas, maka Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA) mengajak semua pihak yang berkepentingan dalam isu keselamatan lingkungan hidup kawasan pegunungan Kendeng utara berinisiatif mengadakan istigosah akbar dengan tema “ISTIGHOSAH DAN MUSYAWARAH AKBAR UNTUK KESELAMATAN PEGUNUNGAN KENDENG DAN MASYARAKAT REMBANG DARI BENCANA DAN EKSPLOITASI ALAM”. Dengan tema tersebut diharapkan sengketa-sengketa serupa di masa mendatang yang mengancam ruang hidup Nahdliyin khususnya, dan warga Rembang pada umumnya, oleh kebijakan tata kelola SDA yang tidak berpihak kepadanya dapat dihindarkan.

Tujuan penyelenggaraan acara ini adalah sebagai berikut:

  1. Permohonan kepada Allah Swt untuk memudahkan perjuangan warga Rembang dan mengabulkan harapan-harapan mereka sesuai dengan hajat mereka saat ini.
  2. Menggalang dukungan moral-spiritual dari berbagai kalangan terhadap perjuangan warga Rembang.
  3. Menjadi forum silaturahim di antara warga dan para tokoh serta aktivis yang berpihak terhadap kepentingan warga.
  4. Merekatkan kembali tokoh-tokoh NU dengan umatnya yang sedang membutuhkan dukungan dan dilemahkan oleh kekuatan-kekuatan yangmengancam kemaslahatan umum.
  5. Memberikan tekanan yang lebih besar terhadap penguasa agar berpihak pada warga/masyarakat dalam proses politik dan hukum pada penyelesaian konflik-konflik berbasis sumberdaya alam di Jawa Tengah.

—Front Nahdliyin Untuk Kesejahteraan Sumber Daya Alam—
CP : A Syatori +6281383678102
Joko Prianto 0823142033398