Cabut Izin Pembuangan Tailing di Kepulauan Obi dan Cabut Izin Usaha Pertambangan PT AMAZING Tabara di Desa Anggai-sambiki
FRONT PERJUANGAN RAKYAT OBI (FPRO) KOTA TERNATE

Dalam dua dekade terakhir, daratan dan perairan Maluku Utara tengah digempur habis-habisan oleh aktivitas industri ekstraktif, mulai dari pertambangan, perkebunan sawit, hingga hutan tanaman industri (HTI). Akibatnya, lahan pertanian dan perkebunan bagi petani, juga pesisir dan laut bagi nelayan, terus tergerus di hadapan ekspansi industri ektraktif tersebut. Dalam sektor tambang, misalnya, terdapat setidaknya 313 jumlah izin tambang yang aktif berproduksi, yang tersebar di daratan Halmahera, serta pulau-pulau kecil seperi Pulau Pakal, Mabuli, Gee, Gebe, dan Kepulauan Obi.
Ini belum termasuk pabrik pengolahan dan permurnian (smelter dan PLTU), serta pabrik pengolahan baterei listrik yang semuanya beraktivitas di atas negeri rempah-rempah itu. Eksploitasihabis-habisan oleh korporasi tambang yang terus berlangsung masif itu, telah membuat daratan dan pesisir Maluku Utara sekarat. Penambangan telah mengupas vegetasi dan membongkar isi perut pulau, sehingga kerusakannya tak hanya wilayah daratan, tapi juga wilayah laut yang rentan tercemar material tambang.
Penambangan juga telah menyebabkan alih fungsi lahan dalam skala besar, menghancurkan kawasan hutan, menghilangkan dan mencemari sumber air, bahkan tak sedikit warga akan tergusur, seperti rencana Harita Group yang mau merelokasi masyarakat Desa Kawasi di Halmahera Selatan. Fakta eksploitasi besar-besaran Maluku Utara di atas, berikut cerita penghancuran ruang hidup warga, diperparah dengan rencana pemerintah untuk membuang limbah tailing nikel di perairan kepulauan Obi, melalui proyek Deep Sea Tailing Placement atau ‘pembuangan limbah nikel ke laut dalam’ untuk pabrik hidrometalurgi.
Empat (4) perusahaan yang sudah dan tengah mengurus rekomendasi dan perizinan dari pemerintah, antara lain PT Trimegah Bangun Persada, anak perusahaan Harita Group, di Kepulauan Obi; dan PT QMB New Energy Material, PT Sulawesi Cahaya Mineral, dan PT Huayue Nickel Cobalt di Morowali, Sulawesi Tengah. PT Trimegah Bangun Persada sendiri telah mengantongi izin lokasi perairan dari Gubernur Maluku Utara, dengan No SK 502/01/DPMPTSP/VII/2019 pada 2 Juli 2019 lalu.
Proyek pembuangan tailing ini, secara tidak langsung tengah mematikan sumber penghidupan masyarakat kepulauan Obi, terutama bagi lebih dari 3000 keluarga nelayan perikanan tangkap yang menjadikan laut sebagai satu-satunya tempat mencari nafkah. Bahkan, proyek pembuangan limbah taliling ini berisiko besar bagi kesehatan masyarakat, baik karena terpapar secara langsung akibat beraktivitas di laut, maupun terpapar secara tidak langsung akibat mengonsumsi pangan laut (seafood). Kondisi serupa juga dialami ribuan petani di kepulauan Obi, sebab, lahan-lahan pertanian-perkebunan dan pemukiman sebagai ruang hidup tengah diobrak-abrik oleh 14 perusahaan tambang nikel, termasuk milik Harita Group.
Padahal, dalam Perda No 2 Tahun 2018 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Maluku Utara, alokasi ruang perairan kepulauan Obi tidak dialokasikan untuk pembuangan limbah tailing, tetapi merupakan zona perikanan tangkap untuk ikan yang di permukaan hingga di dasar laut. Selain itu, perairan kepulauan Obi masuk dalam alur migrasi mamalia laut, Dengan demikian, dugaan bahwa Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang telah memberikan surat rekomendasi pemanfaatan ruang laut, berikut kebijakan Gubernur Maluku Utara yang nekat menerbitkan izin lokasi perairan kepada anak perusahaan Harita Group tersebut, mencerminkan sikap dan posisi pemerintah yang secara terbuka menjadi pengabdi korproasi, lalu secara sadar abai, bahkan “membunuh” sumber penghidupan masyarakat.
Selain memberikan izin SK Pembuangan tailing di kepulauan Obi, Gubernur Provinsi Maluku Utara juga telah mengeluarkan SK No 52/7/DPMPTSP/XI/2018 tentang izin usaha pertambangan PT. AMAZING TABARA yang bergerak di sektor emas dengan luasan konsensinya sebesar 4.655 H, nantinya akan mengancam basis Produksi masyarakat di sektor nelayan dan pertanian (pala, Cengkeh, kelapa dll), Selain mengancam basis produksi pertanian masyarakat desa anggai- sambiki PT.AMAZING TABARA Juga akan mengekslusi (mengusir) masyarakat dari tempat tinggalnya, dikarenakan desa anggai dan sambiki masuk dalam peta konsesi IUP PT.AMAZING TABARA.
Padahal kehadiran perusahaan tersebut sangatlah bertentangan dengan undang-undang No 39 tahun 1999 tentang HAM di mana masyarakat punya hak : 1 ) Hak untuk hidup, 2 ) hak memperoleh keadilan, 3 ) hak hidup tentram dan bahagia dan 4 ) hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang sehat dan baik. Dan bertentangan juga dengan prinsip musyawarah mufakat di dalam UU Desa No 6 tahun 2014 dikarenakan sejauh ini tidak pernah ada sosialisasi kepada masyarakat desa anggai -sambiki mengenai keberadaan perusahaan tersebut, Serta mengkhianati semangat UU Pokok Agraria No 5 tahun 1960 tentang tanah untuk petani penggarap.
Seluruh kebijakan dan praktik buruk atas daratan dan perairan Maluku Utara yang terus berlangsung selama 1 x 24 jam setiap harinya, Krisis Sosial Ekologis ini akan semakin di Perparah dengan disahkanya Undang-Undang No 11 tahun 2021 Cipta kerja (Omnibus Law) ,sebab, sebagian besar pasal-pasal yang tercantum dalam UU ini memprioritaskan kepentingan pengusaha, beberapa di antaranya seperti masa berlaku izin konsesi tambang sesuai dengan umur tambang, perusahaan tambang yang melakukan pengolahan dan pemurnian diberikan kelonggaran dalam membayar royalti, dan hilangnya sanksi pidana bagi pejabat yang dalam mengeluarkan izin bertentangan dengan UU Minerba.
Seluruh peraturan, UU, dan produk kebijakan tersebut, menunjukkan betapa pemerintah memfasilitasi pelanggengan industri ekstraktif di Indonesia, dan pada akhirnya nasib masyarakat menjadi pengungsi di atas tanah sendiri, tanpa jaminan keselamatan diri atau ruang hidup, tanpa suara untuk menentukan ataupun menolak aliran modal atas pembangunan di tempat kita menetap.
Merespons seluruh persoalan di atas, kami yang tergabung dalam Front Perjuangan rakyat Obi (FPRO) Menyatakan sikap :
- Cabut izin usaha pertambangan PT.AMZING TABARA serta menolak SK gubernur Provinsi Maluku Utara No 52/DPMPTSP/XI/2018.
- Mendesak gubernur provinsi Maluku Utara agar segera mencabut SK No 502/DPMPTSP/VII/2019 tentang pembuangan limbah tailing di kepulauan Obi.
- Mendesak BLH provinsi Maluku Utara dan dinas perikanan untuk menolak izin pembuangan limbah tailing di Kepulauan Obi.
- Mendesak DPR Provinsi Maluku Utara untuk menolak izin pembuangan limbah tailing dan PT. Amazing Tabata di kepulauan ini.
- Mendesak ke pemerintah provinsi Maluku Utara dan Dewan perwakilan Rakyat untuk segera menolak pengusiran warga kawasi dari kampungnya oleh PT.Harita Group.
- Cabut izin usaha pertambangan PT. Harita Group dan seluruh izin pertambangan di kepulauan Obi.