Browse By

Catatan Koordinator Nasional: Pesan dan Harapan untuk FNKSDA

Ayu Rikza (Koordinator Nasional FNKSDA terpilih periode 2022-2025)

Assalamualaikum, kawan-kawan semua.

Terima kasih banyak atas selamat yang diucap dan doa-doa baik yang diperuntukkan kepada saya sejak semalam baik melalui grup maupun pesan pribadi.

Jujur saja, saya masih tidak percaya bahwa kepercayaan itu ternyata telah ditempatkan di pundak saya. Artinya saya harus mengemban tanggung jawab besar tersebut dengan baik dan benar selama tiga tahun ke depan.

Pertama, saya ingin memperkenalkan diri secara personal kepada kawan-kawan semua terlebih dahulu. Saya pikir tak banyak yang mengenal dan untuk itu saya ingin agar kawan-kawan bisa lebih tahu latar belakang saya hingga mengapa dapat bergabung menjadi kader FNKSDA dan bersedia dicalonkan untuk menjadi koordinator nasional pada tanggal 16 Mei 2022.

Saya Ayu Rikza. Keluarga dan seluruh kawan saya di kampung asal yaitu Rembang, sering memanggil dengan nama kecil “Ayu”. Tetapi, sejak kuliah di UPN Veteran Surabaya, saya memutuskan memperkenalkan diri sebagai “Rikza”. Sebuah nama yang dihadiahkan oleh ibu sebagai doa agar putri sulungnya tumbuh menjadi seorang perempuan yang bersetia kepada suara hatinya. Untuk mengabadikan pemberian ibu, saya ingin kawan-kawan juga memanggil saya dengan nama “Rikza”.

Sejak kecil, saya tumbuh di lingkungan Gandri sebuah desa yang religius. Saya bersekolah di madrasah yayasan milik kakak kakek saya sembari mengaji di madrasah diniyyah dan bandongan, serta sorogan ke beberapa ustadz di sekitar rumah. Masa kecil yang saya pikir dilalui oleh banyak kawan-kawan juga, terutama yang tinggal di desa.

Perkenalan awal saya dengan gerakan pada dasarnya memang sudah dimulai sejak madrasah aliyah. Saya mengenal beberapa kakak kelas yang berkuliah dan aktif di PMII, HMI, bahkan KMNU.  Perkenalan yang spesifik merujuk pada organisasi, bukan pada cita-cita maupun metodologi perjuangan yang spesifik.

Ketika saya mendapat kesempatan berkuliah, saya pun memutuskan untuk aktif di organisasi mahasiswa. Dari organisasi intra maupun ekstra. Namun sayangnya tidak kunjung menemukan tujuan kolektif dari apa yang saya telah lakukan di organisasi-organisasi tersebut, kecuali terjebak dalam pusaran politik mahasiswa yang membawa saya jauh dari realitas rakyat. Lebih-lebih kelas-kelas serta tugas-tugas kuliah dan pondok yang membuat saya semakin terkungkung dalam sebuah kotak yang merasa sisi-sisi bergambar sebagai “mahasiswa” adalah faktual dan ideal.

Saya ingat waktu itu, menjelang Pemilu 2019, saya berkenalan untuk pertama kalinya dengan FNKSDA. Pada acara nonton bareng yang dihelat oleh kawan-kawan PMII, saya berkenalan dengan Bung Zidni, koordinator FNKSDA Surabaya sebelum Bung Ulum. Saya cukup tertarik dengan pendekatan Bung Zidni dalam melihat problem ekopol. Saya meminta kontaknya agar dapat lebih banyak mengobrol. Setelah berbincang-bincang lewat pesan teks, saya pun tertarik dengan visi dan prinsip perjuangan yang dibawa oleh FNKSDA.

Akhirnya, pada Oktober 2019, saya memutuskan untuk mengikuti Pesantren Agraria (PA) di Surokonto, Kendal, yang diselenggarakan oleh FNKSDA Semarang. Saya berangkat naik bus malam-malam bersama Bung Dzaky, Bung Fahmi, Bung Rizkillah, dan dua kawan lain diantar oleh Bung Ruri dan Bung Richie. Keberangkatan tersebut tepat beberapa hari setelah saya menjalani operasi kecil di kaki yang menyebabkan fungsi jalan saya sedikit terganggu dan cukup sakit serta luka yang masih harus dirawat intensif.

Di Pesantren Agraria, Surokonto itulah, tepat di tahun 2019 itulah saya kemudian mengenal lebih rinci apa yang pernah Bung Zidni ceritakan kepada saya dalam pesan personal perihal fikih progresif yang bertumpu pada analisis marxis. Saya yang besar dengan tradisi klasik menemukan hal baru yang belum pernah terlintas dalam proses belajar selama waktu itu. Saya sangat bahagia dapat bertemu dengan kawan-kawan baru yang memiliki banyak pengalaman advokasi dan pendampingan wilayah konflik dan lain sebagainya. Dunia yang jauh dari dunia saya yang monoton: kampus-organisasi mahasiswa-perspustakaan-pondok. Lebih-lebih, model PA yang melibatkan kita dalam penelitian kelas di Surokonto di akhir program sebagai tindak lanjut dari metodologi penelitian kelas yang difasilitasi oleh Bung In’am.

Sayangnya, karena problem personal dan domestik, saya memutuskan vakum sementara dari kerja gerakan di FNKSDA. Lalu berlanjut saat aksi tolak Omnibus Law di Surabaya. Saat itu mengikuti aksi aliansi GETOL Surabaya yang FNKSDA Surabaya juga tergabung di dalamnya. Saat itu saya masih ingat, aksinl tersebut dilakukan pada awal-awal pandemi. Aksi itu juga merupakan aktivitas organisasi terakhir saya bersama kawan-kawan di Surabaya, sebelum memutuskan pulang kampung ke Rembang untuk mengambil tanggung jawab sebagai seorang anak atas orang tuanya.

Akhir 2021, Mbak Nuzul menghubungi saya untuk terlibat kerja komisi persiapan Munas FNKSDA III. Saya menimbang dan akhirnya memutuskan untuk mengakhiri kevakuman saya dan aktif kembali terlibat dalam kerja organisasi, melalui partisipasi saya di Komisi Ideologi dan Politik. Bulan Januari menjadi bulan resmi saya kembali ke FNKSDA dan mengatur ulang kesibukan saya antara pekerjaaan di rumah, gerakan, sekaligus aktivitas sekolah di kampus dan madrasah.

Ternyata, keputusan tersebut justru membawa banyak hal baru yang semula sangat buntu terjebak dalam pikiran kepala saya. Pertemuan dan diskusi-diskusi dengan kawan-kawan perempuan di FNKSDA utamanya, membuat saya memikirkan ulang perihal apa yang saya maknai sebagai kerja ber-FNKSDA dan militansi. Saya beberapa kali menangis setelah rapat bersama kawan-kawan karena begitu terharu dengan semangat mereka untuk kerja-kerja organisasi sembari mereka menavigasikan peran sebagai ibu, istri, anak perempuan, dan lain sebagainya.

Seperti saya melihat Mbak Eka yang sembari menyusui dan mengurus bayinya, tetapi ia tidak pernah absen dalam rapat kepanitiaan bahkan mampu mengambil tanggung jawab sebagai koordinator tim kecil untuk perumusan SOP Anti-Kekerasan Seksual FNKSDA. Juga Mbak Ayu yang sembari berdagang di rumah juga tidak kalah militan untuk melakukan kerja-kerja organisasi di FNKSDA. Itu hanya sebagian yang saya lihat, sebenarnya masih banyak sekali kader-kader perempuan yang begitu menginspirasi saya tumbuh menjadi seorang kader FNKSDA yang berupaya untuk memiliki militansi yang sama. Maka, pertanyaan apa itu ber-FNKSDA dan bagaimana kader militan itu terjawab dengan sendirinya seiring pertemuan saya dengan berupa-rupa kader/anggota FNKSDA.

Saya tidak lagi memakai definisi sempit dari apa yang disebut progresif bukan sekedar kerja-kerja intelektual atau advokasi semata. Saya melihat definisi progresif itu lebih luas dengan menempatkan segala aktivitas, baik ia produktif atau reproduktif, baik ia domestik atau publik, baik ia rohani atau jasmani, yang berkorelasi secara langsung atau tidak langsung dengan perjuangan anti-kapitalisme.

Maka, pekerjaan rumah, afeksi, merawat anak dan orang tua, bertani, bekerja menjadi kuli bangunan, dan lain sebagainya adalah sama progresifnya dengan pekerjaan menulis, meneliti, wartawan, advokasi di wilayah konflik, menjadi ustadz, ataupun kerja pendampingan warga, dan lain-lainya. kemudian apa yang disebut sebagai ber-FNKSDA memiliki spektrum yang luas dengan lini-lini perjuangan yang begitu beragam diisi oleh kader/anggota. Lalu bagi saya, militansi adalah perihal keistiqamahan dan optimisme kita dalam melakukan kerja-kerja panjang ini yang tidak bisa dilakukan sehari-dua hari lalu selesai, terutama untuk mencapai itu “revolusi”. Militansi ini memiliki konsekuensi logis serta komitmen untuk bersabar dan terus persisten.

Hal-hal tersebutlah yang akhirnya mendorong saya mengiyakan permintaan kawan-kawan untuk maju sebagai bakal calon koordinator nasional. Saya begitu menghormati Mbak Ayu Prakoso sebagai sosok yang saya kagumi dan oleh karenanya saya berpikir strategis bahwa mungkin saja dengan menjadi koordinator, apa yang saya diskusikan panjang lebar bersama kawan-kawan perempuan perihal penciptaan ruang aman dalam aktivisme FNSKDA yang adil gender, keterhubungan antara unit keluarga dan reproduksi sosial dengan perjuangan anti-kapitalisme, kerangka programatik untuk ketahanan keluarga, peningkatan kapabilitas dan akselerasi perempuan di berbagai komda, hingga perumusan metodologi feminis FNKSDA akan lebih mudah saya koordinasikan ketika berada di Komite Nasional.

Dengan ekspektasi yang paling minimum, saya mengiyakan pencalonan tersebut. Sebenarnya saya tidak menyangka ternyata kawan-kawan banyak menaruh kepercayaan kepada saya, padahal saya orang yang masih begitu baru di FNKSDA dibanding dengan dua kader hebat yang juga turut dicalonkan yakni Bung Hasan dan Bung Odent.

Ala kulli hal, dengan kerendahan hati, saya meminta dukungan dan bantuan penuh kawan-kawan agar saya dapat belajar dan berproses menjadi koordinator nasional dengan baik dan benar selama tiga tahun mendatang.

Secara pribadi, saya ingin berfokus untuk penguatan internal organisasi, komite daerah, dan kader/anggota FNKSDA serta memastikan tidak ada siapapun tertinggal di belakang dengan alasan apapun. Lebih-lebih sebagai organisasi baru yang tengah menata diri mungkin memiliki problem yang cukup banyak, meski sudah memiliki nama yang besar, hal ini pun membuat saya ketakutan bahwa kita berpotensi akan kehilangan FNKSDA dalam waktu entah beberapa tahun yang tidak bisa saya perkirakan hitungan pastinya.

Tentu, di tengah gempuran politik nasional seperti pemilihan presiden mendatang, saya sangat berharap kita bisa begitu solid membawa FNKSDA berdiri sebagai organisasi gerakan rakyat yang tidak larut dalam pusaran atau perdebatan politik pragmatis tersebut. Hal ini dimaksudkan agar kita dapat berdiri kokoh di atas kaki kita sendiri untuk berkomitmen tetap pada jalan pembebasan kaum mustad’afin dari kapitalisme dan sistem-sistem yang korup dengan berfokus mencetak kader dan anggota yang progresif dan militan. Hal juga merupakan amanat Musyawarah Nasional (Munas) di mana FNKSDA adalah organisasi kader dan merumuskan kerangka programatik yang dapat menunjang kerja-kerja aktivisme yang berkelanjutan dan sesuai dengan kebutuhan nyata kader dan anggota.

Maka, tanpa bantuan dan komitmen untuk saling bahu-memahu dari kawan-kawan semua, saya pikir, hal-hal ini tidaklah akan dapat terwujud. Terima kasih untuk kawan-kawan semua. Khususnya saya ucapkan terima kasih kepada kawan-kawan panitia Munas dari FNKSDA Jember, tanpa kalian, Munas FNKSDA III tidak akan berlangsung dengan baik.

Alhamdulillah wa bismillah, Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *