Habib Isa Mahdi Al-Habsyi: Islam Bukan Hanya Agama yang Mengatur Masalah Ubudiyah Saja
Kontributor: Rusda Khoiruz (FNKSDA Komite Daerah Semarang)
Front Nahdliyyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA) menyelenggarakan Musyawarah Nasional yang ke-3 di pondok pesantren Darus Sholihin, Puger, Jember. Acara Munas ini berlangusng selama 3 hari, dimulai tanggal 14 Mei dan berakhir pada 16 Mei 2022.
Acara tersebut diikuti oleh perwakilan Komite Daerah (Komda) yang berasal dari berbagai daerah diantaranya Surabaya, Yogyakarta, Semarang, Jakarta Raya, Cirebon, Makassar, Kalimantan Timur hingga Ternate.
Dalam pembukaan acara Munas, Habib Isa Mahdi Al-Habsyi selaku pengasuh Pondok Pesantren Darus Sholihin, Puger, Jember, mengutarakan kekhawatirannya atas kondisi gunung kapur yang berada di wilayah selatan Jember akan mengalami kerusakan 10 sampai 20 tahun ke depan jika laju eksploitasi tidak dihentikan.
“Saya mulai berkhayal saya tidak bisa lagi setiap pagi menikmati pemandangan gunung kapur yang berdiri kokoh. Karena sekarang telah dieksploitasi [secara besar-besaran], dan menurut perhitungan antara 20 sampai 25 tahun gunung itu akan habis. Dari situlah saya khawatir dampak sesudahnya akan meninggalkan persoalan sumber daya alam”, ungkapnya, Rabu (14/05).
Dirinya semakin khawatir dengan limbah yang dihasilkan dari eksplorasi gunung kapur akan merusak lingkungan bahkan laut sekitar. Sebab sebagian besar mata pencaharian masyarakat Puger adalah nelayan.
“Karena hapir 90% penghasilan masayarakat Puger adalah nelayan. Saya khawatir selesainya eksporasi gunung kapur itu akan meninggalkan limbah-limbah yang akan berdampak pada masyarakat dan laut Puger. Ini yang mengganggu pikiran saya”, keluhnya.
Islam dan Sumber Daya Alam, Hubungan yang Telah Diatur 1400 Tahun Silam
Pada sambutan pembukaan tersebut, Habib Isa kembali mengingatkan kita bahwa Islam sebagai agama sejak awal tidak hanya mengatur masalah ubudiyah semata. Akan tetapi juga mengatur relasi antara manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam.
“Islam, sebagai agama, bukan hanya mengatur urusan hubungan manusia dengan Tuhannya saja. Ndak. Tetapi yang diatur Islam lebih luas. Bahkan hubungan antar sesama manusia, dan yang lebih hebatnya lagi hubungan antara manusia dengan lingkungannya, itu juga diatur oleh Islam,” ujarnya.
Sejalan dengan misi kenabian yang diemban Nabi Muhammad, Habib Isa menyitir ayat 107 surat al-Anbiya’ yang artinya ”Dan tidaklah aku mengutusmu wahai Muhammad melainkan sebagai pembawa rahmat untuk semesta alam”. Menurutnya, yang dimaksud Li al-‘alamin di situ, para ahli tafsir mengatakan bahwa Nabi Muhammad diutus bukan hanya untuk manusia, tapi juga untuk hewan, tumbuhan, bahkan termasuk untuk benda-benda mati dan sebagainya.
Dalam praktiknya, ungkapnya, Nabi telah mengajarkan untuk menjaga alam bahkan untuk urusan yang kelihatannya sepele seperti larangan memetik bunga yang belum mekar atau buah yang belum masak.
“Nabi kita bahkan sudah mengajarkan kalau lihat mangga keluar buah, Nabi melarang kita untuk memetik buah yang masih pencit (belum masak) itu. Mangga yang masih muda tidak boleh dipetik. Karena Allah menciptakan mangga itu bukan untuk dipetik saat muda. Tapi dipetik saat matang,” lebih lanjut Habib Isa memberi contoh, “Kalau kita lihat bunga, misalnya. Kita dilarang memetik sebelum bunga itu mekar. Padahal orang jual melati mereka jual bunganya belum mekar kan. Itu nggak boleh oleh Nabi. Karena jika begitu sama saja kita telah menghilangkan kesempatan kumbang-kumbang dan lebah itu untuk mendapat rizki Allah”.
Jauh sebelum ada istilah reboisasi, kata Habib Isa, 1400 tahun lalu Nabi telah mengajarkan kepada umatnya agar melestarikan lingkungan sekitar. Begitu banyak hadits-hadits perintah dan anjuran mengenai lingkungan hidup.
“Bahkan Nabi telah mengajarkan reboisasi sebelum ada istilah reboisasi itu sendiri. 1400 tahun yang lalu, beliau menyampaikan ‘Barangsiapa menanam satu pohon kemudian buah pohon itu dimakan hewan maka si penanam pohon akan mendapat pahala. Bahkan kalau buahnya dicuri orang lain termasuk sedekah. Selama pohon tadi dimanfaarkan selama itu pula pahala akan terus mengalir kepada yang menanam’,” terangnya.
Selain itu, menurut Habib Isa, membicarakan masalah lingkungan hidup pada hari ini merupakan sebuah keterlambatan. Sebab sejak berabad-abad yang lalu Nabi sebenarnya telah berbicara mengenai lingkungan hidup.
“Sebenarnya organisai-organisasi lingkungan hidup yang ada sekarang ini kasep (terlambat), sebab sejak 1400 tahun lalu sudah diajarkan oleh Nabi untuk mencintai lingkungan. Tapi masalahnya sekarang ini perkembangan zaman berubah justru kita ini yang jauh dari mengamalkan ajaran Nabi. Sehingga akhirnya banyak sumber daya alam yang dikuasai kaum kapitalis,” katanya.
Dirinya juga menyindir kesalahan para kaum kapitalis. Menurutnya, orang Indonesia yang menjadi kapitalis mempunyai dua kesalahan. Apalagi jika dirinya seorang muslim.
“Yang pertama dia telah melanggar larangan Allah dan Nabi untuk tidak rakus. Yang kedua, telah melanggar UUD 1945 Pasal 33,” ungkapnya.
Sementara itu, Habib Isa juga menyatakan bahwa pada dasarnya antara ajaran agama Islam yang menyangkut sumber daya alam dengan Undang-undang Dasar Negara Indonesia sama sekali tidak bertentangan. Hanya saja kemudian dalam prakteknya terdapat banyak penyimpangan.
“Saya pribadi berharap apa yang kalian bahas di sini mulai hari ini sampai Senin, betul-betul menjadi sumbangsih pemikiran. Saya tidak berharap apa yang sudah kalian bahas 3 hari ke depan hanya berhenti di atas kertas folio,” pungkasnya.