DAGELAN GANJAR PRANOWO DAN GUNUNG SLAMET
Kamis 15 Juni 2017 Ganjar Pranowo datang ke salah satu pondok pesantren di Puwokerto untuk mendampingi RI 1 Jokowi selama kunjungan di Banyumas. Saat berlangsungnya acara di Pondok Pesantren tersebut ada beberapa santri yang membentangkan kertas bertuliskan “Pak Jokowi Selamatkan Slamet” #SaveSlamet. Kertas tersebut kemudian dirampas oleh Paspampres dan protokoler Presiden. Namun, pembentangan kertas tersebut di belakang Jokowi didokumentasikan oleh santri dan masyarakat yang hadir dalam acara tersebut. Tak ayal, akhirnya Ganjar memberikan statemen menjawab keresahan yang disampaikan oleh santri-santri. Pernyataan itu ada dalam video dibawah. Ada dua buah kelucuan yang disampaikan Ganjar dalam video tersebut.
Pertama, mengenai perbandingan dengan Islandia. Seperti kita ketahui bersama, Islandia memang berhasil mengembangkan geothermal sampai cukup untuk mensuplai 27% kebuthan listrik mereka (www.listrikindonesia.com edisi 53 2016). Produksi listrik tersebut dihasilkan oleh lima PLTP yaitu Svartsengi, Nesjavellir, Krafla, Hellisheioi dan Reykjanes. Namun kita harus melihat keadaan geografis dahulu. Islandia terletak di belahan bumi utara yang tidak terdapat hutan hujan tropis. Sedangkan di Indonesia sendiri? Hampir seluruh pembangunan PLTP berada di wilayah hutan hujan tropis, di mana kondisi hutan hujan tropis di Indonesia semakin lama semakin mengkhawatirkan. PLTP di Islandia tidak terletak di daerah yang secara ekologis memegang peranan kunci, seperti hutan hujan tropis yang berguna sebagai area konservasi. Sekarang coba tilik di Indonesia. Pembangunan PLTP yang ada saat ini mayoritas berada dalam area hutan hujan tropis, bahkan hutan hujan tropis yang tata guna lahannya merupakan hutan lindung. Alhasil, potensi bencana ekologis maupun biokimia meningkat.
Tentunya tak ketinggalan penurunan kualitas hidup dan kualitas lingkungan akibat deforestasi. Berbicara bencana yang terjadi akibat PLTP di sekitar hutan hujan tropis, kita bisa melihat PLTP di Wonosobo, Sarula, Sibayak, Wayang Windu, Lahendong, Lumut Balai, Hululais. Tercatat di media banyak bencana dan penurunan kualitas lingkungan akibat adanya PLTP. Lalu masih relevankah jika PLTP tersebut dibangun di Gunung Slamet? Pembaca yang budiman dapat menilainya sendiri. Tentu PLTP sebagai sumber energi terbarukan sangat kita butuhkan, namun pembangunannya jangan sampai merusak hutan kita yang sudah demikian parah kondisinya.
Kedua, Ganjar mengatakan dalam video tersebut bahwa PLTP masuk dalam pertambangan. Padahal menurut payung hukum yang baru, perubahan UU. No. 27 Th. 2003 ke UU No. 21 Th 2014, untuk hal perijinan tidak lagi dikategorikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) melainkan melalui pemanfaatan jasa lingkungan. Lalu bagaimana dengan statemen Ganjar tersebut? Terlepas dia lalai, luput atau lupa dengan kaidah tersebut, pernyataan Ganjar dapat diartikan bahwa ia sendiri masih mengartikan bahwa PLTP masuk dalam pertambangan. Sebuah dagelan kiranya ketika seorang gubernur Jawa Tengah yang katanya memihak rakyat cilik tersebut mengeluarkan pernyataan secara serampangan. Ataukah memang sejatinya Ganjar Pranowo memang belum paham mengenai peraturan proyek ini?
Terakhir, masih dalam video tersebut kita dapat menyaksikan. Ganjar menyatakan tugas masyarakat sendiri (terutama santri, pemuda, dan mahasiswa) untuk melakukan dialog terbuka dengan pihak korporasi. Apakah Ganjar Pranowo tidak tahu bahwa masyarakat terdampak (terutama kecamatan Cilongok ) kesulitan untuk melakukan dialog terbuka dengan pihak PT SAE? Hanya dalam ruang ruang berterma “sosialisasi” yang dilakukan PT SAE ,di mana ruang dialog tersebut masyarakat cenderung pasif dan terdominasi oleh pihak korporasi. Bahkan dalam acara-acara sosialisasi tersebut masyarakat tidak mengetahui proyek apa yang sedang dilakukan. Masih banyak warga yang mengetahui pembabatan hutan tersebut untuk pembangunan jalan tol. Sebuah ironi bukan? Jika memang hal tersebut adalah tugas masyarakat untuk membuka ruang ruang dialog dengan korporasi, di mana tugas Pemerintah sebagai penjamin kesejahteraan rakyat? Di mana fungsi pemerintah sebagai pelindung rakyat? Di mana pemerintah saat rakyatnya tereksploitasi oleh korporasi? Masihkah kita harus percaya pada pemerintah?
SelamatkanSlamet!
InyongSlamet!
(MUFLIH FUADI, Mahasiswa Biologi Unsoed)