Mengecam Tindakan Represif Aparat Keamanan terhadap Aksi Damai Warga Dusun Pematang Bedaro, Desa Teluk Raya, Kec. Kumpeh Ulu, Kab. Muaro Jambi, Jambi!
Warga Dusun Pematang Bedaro, Desa Teluk Raya, Kec. Kumpeh Ulu, Kab. Muaro Jambi, mendapatkan tindakan represif dari aparat keamanan saat menggelar aksi damai berupa doa bersama dan yasinan dalam rangka menyambut tahun baru Islam 1 Muharram 1445 H pada Kamis 20/7/2023. Dalam beberapa tayangan video pendek yang kami himpun, terlihat aparat keamanan menggunakan kekerasan seperti mendorong, menyeret hingga memiting warga.
Sebagai informasi, warga melakukan aksi blokir jalan menuju PT. Fajar Pematang Indah Lestari (FPI), sebuah perusahaan perkebunan sawit, atas dasar perampasan lahan garapan yang berujung penahanan 5 warga dusun yang dituduh melakukan pencurian kelapa sawit pada 3 Juli 2023. Pemblokiran jalan menuju PT. FPIL telah berlangsung selama 2 minggu.
Aparat keamanan mulanya mengepung warga yang tengah menggelar doa bersama dan yasinan tersebut hingga kemudian melakukan tindakan represif. Banyak di antara ibu-ibu hingga anak-anak berumur 3 tahun ditangkap dan dibawa ke Polda Jambi. Meski sebanyak 26 warga yang ditangkap sudah dibebaskan, dalam satu keterangan, pihak aparat keamanan masih tetap akan memanggil beberapa nama dari kelompok tani yang terlibat dalam aksi blokir jalan tersebut untuk dimintai keterangan lagi.
Melacak ke belakang, konflik bermula saat lahan garapan warga diserobot perusahaan sawit pada 1998. Dikutip dari pemberitaan Kompas.id, lahan sawit tersebut sejatinya telah dikelola warga sejak tahun 1960an. Dikutip dari keterangan jambi.tribunnews.com, keabsahan lahan yang dikelola warga tersebut telah ditetapkan oleh Pengadilan Negeri Sengeti, Muaro Jambi, pada tahun lalu.
Perjuangan warga dusun Pematang Bedaro, Desa Teluk Raya dalam mempertahankan lahan miliknya demi menjaga sumber ekonomi dan turut menjaga lingkungan merupakan bagian dari menjaga harta dan memelihara kehidupan (hifdz al-maal & hifdz nafs) yang ada dalam konsep maqashid syariah. Segala tindakan represif yang dilakukan oleh aparat keamanan dan perampasan yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan sawit adalah bentuk perampasan kedaulatan rakyat dan suatu bentuk kezaliman.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ جَاءَ رَجُلٌ يُرِيدُ أَخْذَ مَالِى قَالَ « فَلاَ تُعْطِهِ مَالَكَ ». قَالَ أَرَأَيْتَ إِنْ قَاتَلَنِى قَالَ « قَاتِلْهُ ». قَالَ أَرَأَيْتَ إِنْ قَتَلَنِى قَالَ « فَأَنْتَ شَهِيدٌ ». قَالَ أَرَأَيْتَ إِنْ قَتَلْتُهُ قَالَ « هُوَ فِى النَّارِ »
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ada seseorang yang menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika ada seseorang yang mendatangiku dan ingin merampas hartaku?”
Beliau bersabda, “Jangan kau beri padanya.”
Ia bertanya lagi, “Bagaimana pendapatmu jika ia ingin membunuhku?”
Beliau bersabda, “Bunuhlah dia.”
“Bagaimana jika ia malah membunuhku?”, ia balik bertanya.
“Engkau dicatat syahid”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Bagaimana jika aku yang membunuhnya?”, ia bertanya kembali.
“Ia yang di neraka”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Muslim no. 140).
Oleh karena itu, FNKSDA merespon tindakan represif dan perampasan lahan tersebut dengan menyatakan:
- Menuntut agar pihak perusahaan perkebunan sawit PT. FPIL untuk angkat kaki dari lahan yang dikelola warga;
- Mengutuk tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan;
- Menuntut agar pihak kepolisian menghentikan pemanggilan kembali warga yang telah dibebaskan;
- Mengajak seluruh elemen sipil untuk bersolidaritas kepada warga Dusun Pematang Bedaro, Desa Teluk Raya yang tengah melindungi lahan garapannya dan tengah dizalimi oleh kekuasaan represif