Nyatakan Sumpah Rakyat Tertindas: Lawan Despotisme!

28 Oktober 2020 tepat pada hari Sumpah Pemuda ini elemen masyarakat di berbagai daerah menyambutnya dengan mengadakan agenda refleksi dan aksi. Tidak hanya bagaimana memaknai sumpah pemuda pada hari ini, rakyat juga kembali menyuarakan tuntutan penolakan terhadap RUU Cipta Kerja.
Jakarta, kota di mana kekuasaan berpusat, adalah salah satunya. Dengan menggelar Mimbar Rakyat, berbagai elemen masyarakat: buruh, tani, nelayan, mahasiswa, pelajar, masyarakat miskin kota, dan aktivis dari berbagai kelompok turut memadati area Tugu Proklamasi.
Sejak pukul 15.00 WIB jalanan sekitar Tugu Proklamasi telah ramai oleh orasi dan nyanyi dari para massa aksi terutama mahasiswa. Tepat pada pukul 16.00 WIB acara resmi dibuka dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Internasionale bersama-sama. Setelah itu para perwakilan dari berbagai kelompok massa aksi bergantian menyampaikan orasi politik, puisi, musik, dan seni teatrikal.
Orasi pertama adalah dari seorang petani yang berasal dari Cilacap. Ia mengkhawatirkan bahwa dengan adanya UU Cipta Kerja petani akan semakin dipersulit dalam mempertahankan tanahnya. Apalagi kran impor dibuka lebar-lebar, sehingga petani di negeri sendiri akan semakin terhimpit dalam kesengsaraan.
Pelajar dari Fijar (Federasi Pelajar Jakarta), mahasiswa yang tergabung dalam KRPI (Komite Revolusi Pendidikan Indonesia), seorang ibu dari JRMK (Jaringan Rakyat Miskin Kota) dan lain-lain bergantian maju untuk mengutuki segala bentuk penindasan dan kesewenang-wenangan penguasa.
Usai magrib, ada penampilan musik dari Cholil Efek Rumah Kaca. Di momen ini Cholil membawakan dua lagu, Di Udara dan Bunga dan Tembok.
Acara berlanjut dengan penampilan teatrikal dari teman-teman KRPI. Teatrikal tersebut cukup apik dan jujur menggambarkan bagaimana Jokowi bersama Puan menjalin hubungan mesra dengan para investor dan pengusaha, menindas rakyat yang direpresentasikan oleh buruh, tani, mahasiswa, dan pelajar.
Tak lupa aparat militer dikerahkannya untuk memadamkan setiap perlawanan yang muncul dari rakyat. Pada akhirnya, ketika persatuan rakyat tetap melawan dan semakin membesar, para oligarki dapat ditumbangkan. Itulah harapan bersama yang terus diperjuangkan hingga kini.
Sebelumnya, menjelang magrib, polisi sempat menghimbau agar aksi berakhir pada pukul 18.00 WIB. Para negosiator tetap ingin acara berlangsung sampai pukul 21.00 WIB. Namun, yang disepakati polisi adalah pukul 19.00 WIB.
Meskipun demikian, acara tetap dilanjutkan sampai semua penampilan selesai. Kurang lebih pukul 20.30 WIB massa aksi bersama-sama menutup agenda Mimbar Rakyat dengan membacakan putusan Mimbar Rakyat 2020.
Di dalam teks putusan Mimbar Rakyat 2020 yang dibagikan, berisi juga Sumpah Rakyat Tertindas, yang merupakan ekspresi bersama atas berbagai permasalahan yang kini dihadapi oleh rakyat Indonesia. Berikut poin-poinnya.
Sumpah Rakyat Tertindas:
- (Dengan segenap kesadaran), kami rakyat tertindas bersumpah, Menjunjung tinggi persatuan, persatuan atas nama tegaknya keadilan.
- (Dengan seluruh keberanian), kami rakyat tertindas bersumpah, Menyerukan sikap perlawanan, perlawanan terhadap culasnya kekuasaan.
- (Dengan sepenuh keyakinan), kami rakyat tertindas bersumpah, Akan terus berjuang, berjuang demi lenyapnya kesewenang-wenangan.
Pasca membacakan bersama-sama Sumpah Rakyat Tertindas, massa kembali menyanyikan lagu Buruh Tani dan Internasionale. Acara berlangsung damai. Meski begitu, aparat kepolisian nampak sangat siap terhadap segala potensi kerusuhan.
Sejak kedatangan kami di kurang lebih lima kilometer dari titik aksi, sudah ada barakuda beserta pasukan polisi yang tengah menyiapkan diri. Hampir di tiap sudut dan tikung pasti ada aparat. Padahal massa jelas-jelas tidak melakukan tindakan bakar-bakar apalagi kekerasan.
Pada hari yang sama di Jakarta rupanya ada juga aksi senada di area Patung Kuda Arjuna Wiwaha. Di sana ada massa buruh dari KSPI. Mereka juga turut menyuarakan penolakan terhadap RUU Cipta Kerja. Kabarnya, sempat terjadi kericuhan di lokasi tersebut. Ini artinya, massa aksi masih juga mendapat tindakan represi dari aparat kepolisian.
Tidak hanya di Jakarta, di berbagai lokasi di daerah berbagai tindakan kekerasan, penangkapan, pemanggilan, dan kesewenang-wenangan lainnya oleh aparat kepolisian terhadap massa aksi terutama coordinator lapangannya masih kerap terjadi.
Jelas hal ini telah menciderai nilai-nilai demokrasi dan kebebasan berekspresi yang dijunjung tinggi oleh konstitusi negara ini. Oleh sebab itu, mari kita semua serukan Sumpah Rakyat Tertindas untuk terus melawan despotisme dan memperjuangkan keadilan.