Sekolah Kader FNKSDA Semarang-Jateng
Mengembalikan kedaulatan rakyat di bidang agraria telah menjadi mimpi rakyat Indonesia sejak lama. 55 (lima puluh lima) tahun—sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria (UUPA)—bukanlah waktu yang sebentar. Usaha rakyat mencapai mimpi tersebut bukanlah sekedar usaha yang baru-baru ini saja dicanangkan. Sayangnya sampai detik ini, masalah agraria masih saja menjadi masalah yang senantiasa mengiringi keseharian rakyat. Dilihat dari pelbagai fakta yang tersedia saat ini, masalah yang dimaksud pada kenyataannya bukan hanya sekedar masalah/persoalan sederhana. Sebab, hampir setiap masalah yang terjadi selalu saja melibatkan puluhan bahkan ratusan individu yang terbagi ke dalam berbagai elemen masyarakat. Mulai dari (khususnya) para petani penggarap lahan, perusahaan, masyarakat adat, hingga negara yang semestinya menghormati, melindungi dan memenuhi setiap hak asasi manusia di berbagai bidang kehidupan. Konflik yang terjadi tak jarang juga dibarengi dengan kekerasan oleh pelbagai pihak. Kedaulatan rakyat telah dilukai!
Agraria berasal dari istilah latin ager yang berarti tanah, lahan dan sesuatu yang berkaitan dengan pedusunan serta agrarius yang berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan perladangan atau persawahan. Maka dari itu, kedaulatan rakyat di bidang agraria dapat diartikan sebagai sebuah bentuk kemandirian rakyat sehingga tidak bergantung terhadap sesuatu di luar usaha rakyat dalam berladang, bersawah dan menggarap tanah. Demikianlah agraria, berasal dari ager, bukan—dan tidak seharusnya menjadi lekat dengan istilah latin lainnya—aeger yang bermakna kesakitan sebagaimana yang justru kita lihat dan saksikan setiap berhadapan dengan masalah agraria. Rakyat mengalami penderitaan akibat berbagai persoalan yang dari hari ke hari, semakin menjauhkannya dari ghiroh asli rakyat Indonesia, bertani! Kedekatannya dengan alam senantiasa dilanda hubungan yang tidak harmonis karena disusupi berbagai macam jargon baru seperti pembangunan, modernisasi, juga globalisasi yang seringkali memunculkan fitnah, iri, dengki dan ketamakan pihak-pihak yang hanya doyan mencari keuntungan.
Kolonialisme yang katanya telah berakhir sejak Proklamasi 1945, nyatanya masih saja bercokol di bumi Indonesia. Bukan dari para penjajah asing yang terlihat jelas di mata para pribumi, namun pribumi-pribumi itu sendiri-lah yang kini punya hobi merampas, merusak dan tidak mau bertanggungjawab atas apa yang telah dilakukannya. Terhadap alam yang menjadi bagian dari fitrah kehidupan manusia di bumi sebagai khalifah penjaga kedaulatan alam agar dapat terus lestari dan menjadi tempat yang nyaman untuk dihuni, manusia-manusia pribumi itu telah banyak yang lupa, abai dan tidak mau tahu.
Di Jawa Tengah, masalah-masalah agraria dan konflik perebutan lahan terjadi di hampir seluruh wilayah kabupaten/kota. Sebut saja pembangunan pabrik semen di Rembang, Pati, Grobogan, dan Kebumen. Juga ditambah lagi dengan pembangunan PLTU di Batang, kasus ‘tukar-guling’ di Kendal dan kasus-kasus lain di wilayah lainnya seperti yang terjadi di Urut Sewu (Kebumen), telah menambah angka penderitaan rakyat yang semestinya mampu mengenyam kedaulatan dari apa yang telah disediakan alam untuknya akibat berbagai kebijakan negara (baik pemerintahan pusat maupun daerah), instrumen pelestarian lingkungan hidup yang tidak saja bertentangan dengan tata kelola pemerintahan yang baik, namun juga bertentangan dengan konstitusi (UUD NRI 1945) dan cita-cita bangsa (Pancasila). Korban dari berbagai konflik agraria yang menyeret kaum tani ke jurang degradasi kedaulatan ternyata menimpa sebagian besar jamaah nahdliyin di basis massa. Untuk itulah diperlukan pembaharuan semangat yang barangkali sempat memudar di kalangan masyarakat. Nahdlatul Ulama sebagai salah satu elemen terbesar masyarakat di Indonesia—lewat para pemudanya—telah mengalami keresahan yang sangat!
Karena itu, FNKSDA Semarang akan mengadakan sekolah kader (SK), dengan perincian sebagai berikut:
- Tanggal Pelaksanaan Sekolah Kader FNKSDA : 31 Maret-3 April 2016
- Tempat : Pondok Pesantren Al-Islah, Meteseh, Tembalang, Semarang
- Maksimal Peserta : 30 orang
- Menghubungi panitia paling lambat 30 Maret 2016
- Kontak Person: Exsan Ali Setyonugroho (085726949461) & Setya Indra Arifin (085641751039)
- Surat Elektronik (surel) tim kerja : fnksdasemarang@gmail.com
- Facebook: Fnksda Semarang
manual acara dapat diunduh di link: 02. manual acara
formulir calon anggota: https://drive.google.com/file/d/0B1UJRedEOUEWdFNWdHRyYjFYM1k/view