Tidak Akan Ada Kemerdekaan Tanpa Merebutnya!!!
Selamat Hari Jadi Rukun Tani Sumberejo, Pakel, Banyuwangi

“Sengsara hidup di dunia
Berikhlaslah kita bersama,
Menderita duka lahir dan batin,
Terkenang tujuan yang satu!
Membela segenap rakyat yang miskin,
Selalu bangga, selalu maju,
Terdengar lagu bagai genderang,
Majulah… kita pasti menang”.
IBNU PARNA, 21 Januari 1950
Setelah disahkannya Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, asa untuk mendapatkan lahan kehidupan semakin menebal. UU tersebut mengamanatkan penataan ulang struktur kepemilikan dan pengelolaan yang sebelumnya dimonopoli oleh kaum kolonial, priyayi dan pemodal sebagai tuan tanah. Produk hukum pertanahan di era kolonial sangat timpang, otoriter dan eksploitatif. Sehingga mengakibatkan kesengsaraan dan penderitaan pada rakyat. Kelaparan dan kematian adalah sebuah keniscayaan di fase itu. Selekas kemerdekaan, reforma agraria menjadi salah satu mandat untuk dijalankan segera, agar upaya melepaskan rakyat dari belenggu kelaparan dapat dilakukan. Maka saat itu UUPA 60 adalah jawaban soal kebutuhan Reforma Agraria.
Kehadiran UUPA 60 tidak serta merta melepaskan rakyat dari penderitaan, lima tahun setelah disahkan UU dan Program Reforma Agraria Sukarno harus lenyap oleh prahara berdarah yang melibatkan internal affair dari angkatan darat dengan tokoh sentralnya Suharto. Hampir ratusan ribu, ada juga yang menyebutkan jutaan terbunuh karena dianggap komunis dan pendukung Sukarno. Kejatuhan Sukarno pun membawa petaka bagi kaum tani, mereka yang berhasil merebut tanah-tanah kehidupannya harus tunggang langgang menyelamatkan diri, meninggalkan ruang hidupnya. Tanah itupun terbengkalai lalu berubah kepemilikannya, menjadi milik yayasan yang berafilisasi dengan militer, perkebunan negara atau swasta hingga menjadi wilayah kelola Perhutani.
Peristiwa tersebut juga terjadi pada petani Pakel, sebelumnya mereka telah berjuang cukup panjang, terhitung sejak 1925. Pada tahun 1929 tepatnya pada 11 Januari, kurang lebih 2956 kaum akhirnya mendapatkan kelola hampir 4000 bahu. Baru selekas kemerdekaan mereka pada akhirnya dapat mengelola lahan-lahan yang menjadi hak para petani. Meski dinamika UUPA masih tidak terlalu menyenangkan bagi kaum tani ditapak, tetapi ada harapan bahwa aset dan akses akan diprioritaskan untuk rakyat. Pada tahun 1965 mereka mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan hak kelola bersandar landreform dari UUPA, tetapi naas Septempber 1965 muncul gejolak penggulingan Sukarno.
Tanah pun tak jadi digarap, banyak dari kaum tani di Pakel harus menyelamatkan diri, karena dituduh komunis. Lahan-lahan penghidupan akhirnya kosong dan diklaim oleh mereka yang terlibat peristiwa nahas tersebut. Namun saat mereka ingin kembali bercocok tanam, tiba-tiba lahan-lahan itu sudah diklaim oleh perkebunan swasta bernama Bumisari. Tepat pada tahun 1970 saat tanaman kopi dan tanaman lainnya sedang tumbuh tinggi, Bumisari selaku yang mengklaim kepenguasaan lahan mengusir kaum tani. Sehingga mereka tercerabut dari ruang hidupnya.
Sejarah panjang mendapatkan kelola lahan untuk kehidupan tidak berhenti hingga masa sekarang. Pasca reformasi yang diharapkan memberikan perubahan, apalagi ada sayup-sayup program Reforma Agraria akan dijalankan membumbungkan asa kaum tani. Tetapi hingga detik ini, melalui aksi massa, pendudukan dan lobi-lobi kepada penguasa tidak membuahkan hasil. Negara hanya sebatas nama, nilai dan aturan yang seringkali dikangkangi oleh kuasa modal dan pada elite yang mengingikan penghisapan terus menerus atas mereka yang tidak berdaya, tak terkecuali kaum tani.
Semangat masa lalu, ketimpangan dan ketidakadilan, akibat perampasan tanah oleh pemodal bernama Bumisari dengan dilegitimasi oleh negara yang abai, telah menjadikan kuasa eksklusi mutlak, mengusir kaum tani dan menciptakan ketimpangan dan ketidakadilan struktural hingga saat ini. Dengan sejarah panjang perjuangan kaum tani, lika-liku spiral kekuasaan yang menghantam mereka, mulai kekerasan, penyiksaan dan kriminalisasi telah mereka lalui. Tanggal 9 Juni 2020 adalah titik balik kebangkitan kaum tani di Pakel dengan bersatu padu membangun ulang kekuatan dalam wadah Rukun Tani Sumberejo Pakel. Mereka merawat ingatan dan tindakan untuk teguh mendapatkan lahan-lahan kehidupan yang seharusnya menjadi haknya.
Tepat 24 September 2020 hingga saat ini Rukun Tani Sumberejo Pakel telah menduduki lahan yang menjadi haknya, sebuah upaya kontra reforma agraria lipstik rezim yang hanya bualan semata. Pendudukan ini adalah bagian dari Reforma Agraria, di mana mereka menguasai dan melakukan landreform secara adil dari bawah atau dikenal dengan Landreform by leverage, aksi yang juga dilakukan oleh kaum tani dari priangan, Jawa Barat, Serikat Petani Pasundan atau kaum tani di Malang Selatan, khususnya petani Kalibakar yang kini berhimpun dalam Forum Komunikasi Tani Malang Selatan dan ada pula tetangga mereka yang hingga hari ini masih berjuang di sisi utara Banyuwangi, mereka adalah Organisasi Petani Wongsorejo Banyuwangi yang telah menduduki lahan perkebunan negara sampai saat ini.
Perjuangan kaum tani di seantero Jawa dan lebih luas seantero negeri masih berjalan dan berlangsung. Mereka harus diusir dari tanahnya sendiri, dikriminalisasi dan mendapatkan kekerasan karena melindungi, serta merebut hak atas tanahnya. Hingga saat ini perjuangan masih berjalan dan berlangsung. Selamat hari jadi Rukun Tani Sumberejo Pakel!!!! Panjang Umur Perjuangan!!! Rebut Kembali Pakel!!! Wujudkan Reforma Agraria dari Rakyat dan Untuk Rakyat!!!
*Jika kalian bersedia menjadi pendukung Rukun Tani Sumberejo Pakel, kalian bisa mengikuti agenda kami dan bersolidaritas, silahkan ikuti instagram @rukunpakel, facebook: Rukun Tani Pakel dan twitter @rukunpakel. Kalian juga bisa membantu kami dengan mengisi petisi pada tautan berikut: https://www.change.org/p/presiden-republik-indonesia-hentikan-kriminalisasi-pejuang-tanah-desa-pakel-banyuwangi