Browse By

AHLI NYATAKAN PASAL 162 UU MINERBA TIDAK BISA DIKENAKAN KEPADA TRIO ALASBULUH

Tim Media ForBanyuwangi

Banyuwangi, 24 Maret 2021

Pasal 162 Undang-undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) tidak bisa dikenakan kepada Ahmad Busiin, Sugiyanto, dan Abdullah (warga Desa Alasbuluh, Kec. Wongsorejo, Banyuwangi yang didakwa menghalangi operasi tambang galian C PT PT Rolas Nusantara Tambang). Hal tersebut disampaikan oleh ahli hukum lingkungan Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, I Gusti Agung Made Wardana, S.H., LL.M., Ph.D saat memberikan keterangannya secara daring dalam Persidangan Perkara Pidana Nomor 802/Pid.Sus/2020/PN.Byw.

Agung Made Wardana yang diminta oleh Tim Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (LPBH PCNU) Banyuwangi untuk memberikan keterangan berdasar keahliannya itu berpendapat, penerapan Pasal 162 UU No. 4/2009 tersebut tidak berdiri sendiri tanpa menyertakan Pasal 136 UU No. 4/2009.

“Pasal 162 (UU No. 4/2009, -red) itu setidaknya mengalami 3 kali uji judicial review di Mahkamah Konstitusi. Dari hasil judicial review tersebut, Pasal 162 jo. Pasal 136 ayat (2) harus diletakkandalam konteks pelepasan hak atas tanah yang dilakukan oleh pemegang IUPuntuk digunakan sebagai wilayah usaha pertambangannya. Maksudnya, jika ada orang yang tanahnya akan ditambang oleh sebuah perusahaan, kemudian orang tersebut telah menerima ganti rugi atau kompensasi atas tanahnya, akan tetapi orang tersebut masih saja menghalang-halangi usaha pertambangan, maka orang itu barulah bisa dikenai Pasal 162. Dalam kasus ini, tanah yang ditambang oleh PT Rolas Nusantara Tambang itu bukanlah tanah milik Ahmad Busiin, Sugiyanto, dan Abdullah. Sehingga tidak tepat jika Pasal 162 UU Minerba itu dikenakan kepada Ahmad Busiin, Sugiyanto, dan Abdullah,” terang Agung.

Senin, 22 Maret 2021 lalu, bertempat di Ruang Garuda Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi telah berlangsung sidang kasus penghadangan dump truk pengangkut material tambang galian C. Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Agus Pancara tersebut dilaksanakan dengan dua cara yakni, hadir secara fisik dan daring. Untuk informasi, kasus yang menimpa Achmad Busiin, Sugianto, dan Abdullah ini bermula dari pelaporan atas aksi yang mereka lakukan bersama sejumlah warga. Aksi tersebut terjadi pada 2 Juni 2018. Trio pejuang lingkungan Alasbuluh ini bersama sejumlah warga menghadang truk pengangkut material galian C.

Penghadangan tersebut dipicu oleh keinginan warga untuk menyelamatkan lingkungan hidup serta tempat tinggal mereka dari dampak negatif yang dimunculkan tambang galian C milik PT Rolas Nusantara Tambang (PT RNT).PT RNT merupakan anak perusahaan dari PT Perkebunan Nusantara XII (PTPN XII) dan PT Rolas Nusantara Mandiri (RNM).PT RNT mulai melakukan operasi penambangan galian C pada tanggal 29 Agustus 2014. Lokasi tambang PT RNT itu terletak di Afdeling Sidomulyo, Kebun Pasewaran, PTPN XII. Secara administratif, Afdeling Sidomulyo ini terletak di Dusun Sidomulyo, Desa Alasbuluh, Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi, Propinsi Jawa Timur.

Operasi tambang galian C tersebut, dilakukan PT RNT setelah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi menerbitkan surat Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi No. 545/03/KEP/429-207/2014. Patut diduga, IUP tersebut terbit tanpa didahului dengan konsultasi publik.Dua bulan setelah dimulainya operasi tambang tersebut, warga mulai merasakan dampak. Resah dengan dampak yang diterimanya, akhirnya pada 17 Oktober 2014, warga melakukan musyawarah terkait keberadaan tambang galian C milik PT RNT.

Dalam musyawarah yang berlangsung di Mushola Barokah (dekat rumah Pak Ndu), secara mufakat, warga Sidomulyo tidak setuju dengan kegiatan penambangan galian C yang dilakukan PT RNT.Untuk memperkuat hasil musyawarah yang berlangsung di Mushola Barokah tersebut, dilakukan musyawarah lanjutan yang mengundang pejabat Pemerintahan Desa Alasbuluh dan tokoh masyarakat. Musyawarah lanjutan pun digelar pada tanggal 28 Oktober 2014. Musyawarah yang bertempat di Dusun Krajan II, Desa Alasbuluh ini diikuti kurang lebih 48 orang. Lalu, pada musyawarah yang membahas kondisi lingkungan hidup Dusun Sidomulyo tersebut, hadir Ahmad Taufik (anggota DPRD Banyuwangi), Abu Soleh Said (Kades Alasbuluh), Sujiono (Kadus), Sugianto (anggota BPD Alasbuluh).

Sepuluh hari kemudian, musyawarah itu berlanjut di Kantor Desa Alasbuluh. Dalam musyawarah yang berlangsung pada 7 November 2014 tersebut, warga berunding dengan perwakilan PTPN XII Afdeling Sidomulyo. Dalam musyawarah yang dimulai pada pukul 08.00 WIB ini, diperoleh kesepakatan sebagai berikut:1. Truk besar pengangkut hasil panen tidak boleh masuk jalan Dusun Sidomulyo2. Truk kecil (truk engkel) boleh masuk jalan Sidomulyo dengan syarat menggunakan tutup terpal3. Diadakan penyiraman jalan Dusun Sidomulyo secara rutin oleh PTPN XII Afdeling Sidomulyo4. Jalan yang rusak akan diperbaiki oleh PTPN XII Afdeling Sidomulyo5.

Pada saat warga hendak mengangkut hasil panennya dan sapi, maka pihak PTPN XII Afdeling Sidomulyo akan membuka portal jalan barat.6. Warga diperbolehkan mengambil rumput yang ada di wilayah PTPN XII Afdeling Sidomulyo tanpa harus diadakan pemetaan dan pemetakan lahan rumput7. Warga diperbolehkan menggembala sapi di wilayah PTPN XII Afdeling Sidomulyo, dengan syarat sapi tersebut diikat, tidak diikat dengan liar.Kesepakatan tersebut di atas dituangkan dalam naskah Berita Acara Musyawarah yang ditandatangani oleh Kepala Desa Alasbuluh Abu Soleh Said.

Sayangnya, hingga bulan Mei 2015, tujuh butir kesepakatan itu tak kunjung terwujud. Melihat keadaan tersebut, pada tanggal 11 Mei 2015, Abdullah (warga Sidomulyo dan pelaku Musyawarah 7 November 2014) mengirim surat untuk menagih realisasi kesepakatan Musyawarah 7 November 2014. Oleh Abdullah, surat itu ditujukan kepada Kepala Desa Alasbuluh dan Kepala PTPN XII Afdeling Sidomulyo dengan tembusan kepada BPD Alasbuluh, Kapolsek Wongsorejo, Danramil Wongsorejo, dan Camat Wongsorejo.

Tiga bulan berselang, surat Abdullah tersebut tak kunjung mendapatkan respon yang memadai. Itu artinya, tujuh butir kesepakatan Musyawarah 7 November 2014 kian jauh dari realisasi. Dalam situasi semacam itu, Abdullah tak lelah menagih janji realisasi hasil kesepakatan Musyawarah 7 November 2014. Akhirnya, pada tanggal 5 Agustus 2014, Abdullah kembali menyurati Kepala Desa Alasbuluh dan Kepala PTPN XII Afdeling Sidomulyo dengan tembusan yang sama seperti sebelumnya. Selain menagih realisasi tujuh butir kesepakatan Musyawarah 7 November 2014, di dalam suratnya, Abdullah juga menjelaskan bahwa dump truk yang bermuatan material galian C telah memperparah tingkat kerusakan jalan Dusun Sidomulyo.

Abdullah juga menjelaskan, bahwa hingga Agustus 2015 warga belum diperbolehkan mengambil rumput di wilayah PTPN XII Afdeling Sidomulyo. Menurutnya, rumput telah dipetak-petak dan dijual ke warga luar Sidomulyo. Dijelaskan pula oleh Abdullah, warga yang bertempat tinggal di ruas jalan utama Dusun Sidomulyo mulai terganggu jam istirahatnya lantaran hilir-mudiknya dump truk. Dijelaskan pula oleh Abdullah dalam suratnya, aktivitas dump truk ini juga mengganggu Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dua sekolahan, yakni Raudhatul Athfal (RA) Miftahul Ulum dan Madrasah Ibtida’iyah (MI) Nurul Islam.Benturan antara aktivitas tambang galian C milik PT RNT dengan warga Desa Alasbuluh ini mendapatkan perhatian dari ormas sekaliber Nahdlatul Ulama.

Pada tanggal 27 Desember 2014, Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU) Wongsorejo menerbitkan surat rekomendasi nomor 009/MWC/A.I/L.33.01/XII/14. Dalam surat tersebut Pengurus MWC NU Kecamatan Wongsorejo merekomendasikan: perlu adanya peninjauan ulang surat ijin Galian C, serta perlunya ada Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) Galian C, khususnya bagi masyarakat Alasbuluh dan sekitarnya. Surat rekomendasi Pengurus MWC Wongsorejo ini ditandatangani oleh KH. Drs. Ali Hasan Kafrawi (Rois), H. Saifur Rozi Sholeh (Katib), A. Holili, SPd (Ketua), dan Nasruddin, Sag.Tiga tahun setelah terbitnya surat rekomendasi tersebut, pada tanggal 30-31 Desember 2017 terjadi banjir besar di Desa Alasbuluh.

Hujan berlangsung lebih kurang 11 jam. Menurut Pengurus Forum Masyarakat Peduli Lingkungan Desa Alas Buluh (Formalin) Ahmad Sayuti, sebelum tahun 2014 Desa Alasbuluh tak pernah mengalami banjir besar. Menurutnya, banjir besar baru ada setelah beroperasinya tambang galian C milik PT RNT pada tahun 2014.Banjir besar di bulan Desember 2017 ini telah menyebabkan ladang seluas 10 hektar terendam air setinggi 30 cm. Banjir ini telah menyebabkan putusnya dua jembatan yang ada di Dusun Umbulsari, Desa Alasbuluh. Putusnya dua jembatan tersebut menyebabkan terganggunya akses dan mobilitas sekitar 400 Kepala keluarga (KK).

Setengah tahun setelah terjadinya banjir, lantaran tak ingin lingkungan tempat tinggalnya rusak karena terdampak operasi tambang, pada tanggal 2 Juni 2018 sejumlah warga Desa Alasbuluh melakukan penghadangan terhadap truk pengangkut material galian C. Berdasarkan penuturan Abdullah (warga Sidomulyo, Desa Alasbuluh) yang merupakan pelaku aksi penghadangan, aksi tersebut disaksikan Kanit Binmas Polsek Wongsorejo Aiptu Imam Supii.Aksi warga yang didorong oleh keinginan untuk menyelamatkan lingkungan hidup serta tempat tinggal dari dampak negatif tambang PT RNT itu, sayangnya berbuah pelaporan kepada polisi. Tiga dari pelaku aksi, yakni Achmad Busiin, Sugianto, dan Abdullah dengan menggunakan pasal 162 Undang-undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), dianggap telah merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *