Browse By

Bencana Alam dalam Perspektif Islam

Umi Marufah (Sekretaris Umum Komite Nasional FNKSDA)

Berdasarkan catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB), sepanjang 1-23 Januari 2021, telah terjadi 197 bencana di Indonesia. Ada beragam jenis bencana yang terjadi, mulai dari gempa bumi, banjir, tanah longsor, puting beliung, hingga gelombang pasang dan abrasi. Bencana alam ialah peristiwa yang disebabkan gerak dan reaksi alam, namun menurut Agama Islam, terjadinya bencana alam tidaklah lepas dari perbuatan manusia.

Secara umum, penjelasan terkait bencana alam yang dikaji melalui sumber utama Agama Islam, yaitu Al-Quran dan Hadits mengatakan bahwa bencana alam merupakan ujian dan siksa (azab) dari Allah SWT kepada manusia. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Ar-Rum ayat 41: Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (Q.S. Ar-Rum [30]: 41).

Ayat ini mengindikasikan bahwa bencana yang terjadi tidak terlepas dari perbuatan manusia di bumi. Dari sini kemudian banyak para pemikir Islam dan ulama yang mencari tahu apa sebenarnya penyebab utama dari bencana tersebut.

Kalau kita merujuk pada produk tafsir klasik, seperti tafsir Ibn Katsir, penjelasan mengenai penyebab terjadinya bencana alam terkait dengan orang yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Misalnya bencana alam besar yang pernah menimpa kaum Ad. Allah SWT mengirimkan angin topan yang membinasakan mereka sebab kekufuran, kesombongan, dan keangkuhan mereka kepada-Nya. Sikap angkuh mereka tergambar dalam QS. Fushshilat ayat 15: Siapa yang lebih kuat daripada kami?

Hal ini juga yang menimpa kaum nabi Nuh: Disebabkan kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke neraka, maka mereka tidak mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Allah. (QS. Nuh : 25).

Berdasarkan kisah di atas, maka segala bencana yang terjadi tidak terlepas dari perbuatan dosa manusia. Ini ditegaskan Allah dalam QS. As-Syura ayat 30: “Musibah apa saja yang menimpa kalian adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri….” (Q.S. Al-Syūrā [42]:30). Dalam ayat lain Allah SWT juga telah memperingatkan adanya ganjaran siksaan bagi manusia berbuat maksiat.”

Ketika mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami (Allah) menyelamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang lalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat maksiat, (QS. al-Araf: 165). Lalu siapakah orang-orang yang berbuat maksiat ini

Berdasarkan penjelasan Ali Maulida (2019), pengingkaran terhadap dakwah para rasul, kemaksiatan yang merajalela, degradasi moral dan kriminalitas yang massif, dan pengabaian hukum-hukum-Nya merupakan sebab-sebab ditimpakannya bencana. Bahkan tidak hanya kepada pelaku maksiat, tapi juga kepada mereka yang membiarkan dan tidak mencegah terjadinya kemaksiatan. Waspadalah kalian terhadap siksaan (bencana) yang tidak hanya akan menimpa orang-orang zalim di antara kalian. Ketahuilah bahwa Allah amat keras siksa-Nya. (Q.S. Al-Anfāl [8]: 25).

Perbuatan maksiat ialah perbuatan yang mengingkari perintah Allah SWT dan melanggar larangannya. Mengaitkan terjadinya bencana alam dengan perbuatan maksiat tentu sebaiknya dilihat secara materialis supaya penyebab dan solusinya pun dapat dirumuskan.

Apabila dijelaskan secara ilmiah, bencana alam yang saat ini terjadi jelas merupakan akibat dari aktivitas manusia yang tidak mengindahkan perintah Allah SWT untuk tidak melampaui batas. Israf atau perbuatan melampaui batas ini terlihat dari bagaimana manusia memperlakukan alam.

Pengerukan sumber daya alam secara besar-besaran demi akumulasi kekayaan segelintir orang telah menyebabkan bumi rusak. Kerusakan ini membuat alam kehilangan fungsinya untuk mencegah terjadinya bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. Bahkan bencana gempa bumi juga dapat disebabkan oleh aktivitas israf manusia seperti pertambangan, pengeboran geothermal, dan pembangunan gedung-gedung pencakar langit.

Begitu juga dengan adanya pemanasan global dan perubahan iklim, tidak lepas dari perbuatan jahat korporasi perusak hutan dan penghasil limbah dan polusi terbesar. Peringatan Allah kepada mereka yang berbuat fasik juga secara jelas ditujukan untuk orang-orang yang hidup mewah.

Firman-Nya: “Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (QS. Al-Isra: 16).

Ini artinya bencana alam yang menimpa kepada kita merupakan perbuatan maksiat dan dzalim yang dilakukan oleh orang yang hidup bermewah-mewahan. Dus, perbuatan segelintir orang yang menghancurkan bumi demi kekayaan merekalah yang harus kita cegah supaya bencana tidak terus terjadi.

Sayangnya, tidak semua orang menyadari hal ini. Bahkan orang-orang yang seharusnya menjalankan kewajibannya untuk mengawasi dan mencegah kerusakan alam (baca: pemerintah) justru memfasilitasi perbuatan maksiat tersebut melalui kebijakannya.

Akibatnya, bencana alam yang terjadi akan terus berulang. Parahnya, pemerintah malah menyalahkan curah hujan sebagai faktor terjadinya banjir (dan kekeringan). Padahal Allah SWT menurunkan hujan sebagai rahmat. Firman-Nya:

“Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. (QS. Al-Araf: 57).

Bagaimana bisa hujan yang seharusnya dipandang sebagai rahmat kemudian dituduh sebagai penyebab bencana alam? Penulis hanya dapat menduga, kebebalan pemerintah untuk menghentikan kegiatan eksploitasi terhadap sumber daya alam lah yang membuat mereka enggan disalahkan. Karena itulah kita harus terus menyuarakan dan menuntut pemerintah untuk tegas menghukum para perusak lingkungan. Serta mendorong komitmen untuk terus menjaga kelestarian alam yang kini tidak banyak lagi yang tersisa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *