Browse By

Hari lingkungan Hidup 2023: Perjuangan Lawan Penghancuran Ruang Hidup di Kabupaten Jember Belum Berakhir!

Oleh: Samsul Muarif (Koordinator FNKSDA Komite Daerah Jember)

“Silo berhasil menang!”

Begitulah kabar besar kemenangan rakyat yang terdengar publik pada tahun 2019 silam. Perjuangan warga Kecamatan Silo dalam melawan upaya pertambangan emas di wilayahnya berujung manis setelah majelis pemeriksa sidang mediasi menyatakan, “Perlu pencabutan Keputusan Menteri ESDM tertanggal 23 April 2018 karena cacat formal”.

Faida yang kala itu masih menjabat sebagai Bupati Jember, mengajukan sidang non litigasi untuk mencabut Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No 1802/2018 terkait wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) Blok Silo seluas 4.023 hektar di Kementerian Hukum dan HAM.

Putusan persidangan tersebut sebelumnya dilatarbelakangi dengan terbitnya SK Menteri ESDM pada 2018 tersebut yang menyulut api dalam sekam. Warga yang resah secara tegas menolak dengan beragam cara. Sikap warga sangat jelas, mereka tidak mau mengalami krisis sosio-ekologis akibat dampak pertambangan.

Penolakan warga Kecamatan Silo telah hadir jauh sebelumnya, saat wilayahnya masih dijadikan objek penelitian. Salah satu bukti penolakan yang kuat pada waktu itu adalah dengan penandatanganan sekitar 7.000 warga Kecamatan Silo yang enggan wilayahnya dijadikan objek pertambangan. Selain itu, solidaritas dukungan juga datang dari banyak elemen, salah satunya hadir dari PCNU Jember.

Lembaga NU tingkat daerah bahkan menerbitkan hasil Bahstul Masa’il yang menyebutkan haram hukumnya dilakukan penambangan emas di Blok Silo manakala berdampak pada kerusakan, bencana, eskalasi konflik lahan, rusaknya ekosistem, ancaman pada pertanian dan ancaman bencana ekologis. Dengan ikhtiar yang kuat dan dukungan solidaritas, akhirnya perjuangan warga Kecamatan Silo membuahkan hasil.

Jember menjadi harapan manis bagi para pejuang lingkungan yang merindukan keadilan

Kabar kemenangan tak hanya datang dari Jember bagian timur, tapi juga datang dari Paseban. Sebuah desa yang terletak di bagian selatan Jember. Rencana pertambangan pasir besi seluas 468,9 hektar oleh PT. Agtika Dwisejahtera (ADS) berhasil dihalang-halangi warga Paseban. PT. Agtika Dwisejahtera (ADS) sudah berusaha menguasai wilayah pertambangan pasir besi sejak 2008.

Sejak itu hingga kini warga bersikeras menggalang kekuatan massa untuk menolak kegiatan pertambangan pasir besi agar tidak terealisasi di Paseban. Berbagai dinamika telah dirasakan oleh warga Paseban, salah satunya pengalaman pahit pada 2014 saat sembilan orang dikriminalisasi akibat aksinya. Mereka dituduh melakukan perusakan kendaraan saat aksi. Meskipun terjadi kriminalisasi, alih-alih membuat semangat perjuangan meredup, yang terjadi justru sebaliknya. Semangat warga terasa semakin terpompa untuk mengusir investor rakus dari bumi kelahirannya.

Hingga hari ini PT. ADS tidak berhasil merealisasikan hasratnya untuk menambang pasir di Paseban. Sampai sekarang, warga tetap Istiqomah untuk menjaga ruang hidupnya. Lahan pasir bagi warga merupakan anugerah Tuhan yang dijadikan penghidupan dan benteng alami dari bencana alam yang mengancam mereka.

Kewaspadaan

Berita kemenangan ini menjadi catatan sejarah tentang bagaimana kegigihan warga dalam memperjuangkan haknya sekaligus menjadi contoh kerakusan wajah kapitalisme yang akumulatif. Namun, penting rasanya untuk selalu was-was dan berupaya tidak tenggelam dalam romantisme sejarah. Hal ini menjadi pengingat bahwa rezim yang memihak pada pertambangan ini, semakin memperkuat tangan besinya untuk melancarkan kekuasaan.

Kita hidup dalam rezim yang mengindikasikan diri terhadap autocratic legalism—sebuah fenomena yang mana pemimpin terpilih dan berkuasa melakukan perubahan-perubahan konstitusional dan hukum untuk kepentingan agenda yang tidak demokratis—dengan tujuan memperbesar kekuasaan modal dan politik bagi kelompoknya (red: oligarki). Ia semakin mengangkangi kehidupan rakyat dengan dibentuknya produk hukum seperti UU Minerba, UU Cipta kerja, dan berbagai peraturan yang mengancam hajat hidup rakyat banyak dalam mempertahankan ruang hidupnya.

Manuver politik hukum ini tentu akan mempengaruhi dan mempermudah akses eksklusif  untuk membuka keran investor seluas-luasnya.

Mengutip terbitan Radar Jember ‘Terus Berupaya Menarik Investor’ (28/02/23), masyarakat Jember saya rasa perlu memiliki kewaspadaan lebih untuk menyikapi fenomena ini. Apalagi pemimpinnya hari ini, Bupati Hendy Siswanto, merupakan sosok yang sampai hari ini penuh semangat dalam mendatangkan pemilik modal dari  luar untuk berinvestasi di Jember.

Tercatat jelas dalam Peraturan Daerah Kabupaten Jember Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jember Tahun 2015-2035 sebagai landasan telaah RTRW di RPJMD Jember, mengenai rencana Pola Ruang Kabupaten Jember 2015-2035 untuk kawasan peruntukan minerba, terdapat sembilan belas kecamatan meliputi Taman Nasional Meru Betiri (Tempurejo), Silo, Ambulu, Puger, Wuluhan, Gumukmas, Sumberbaru, Sumberjambe, Ledokombo, Mayang, Kalisat, Arjasa, Jelbuk, Paterang, Panti, Rambi Puji, Kencong, Pakusari, dan Sumbersari.

Dilansir dari data yang diterbitkan WALHI Jawa Timur dalam ‘Tata Ruang Jawa Timur Memfasilitasi Tambang, Kiamat Segera Bertamu’, kondisi dzalimnya kebijakan ini akan diperparah pula dengan bobroknya PERDA RTRW Jawa Timur yang semakin memanjakan hadirnya pertambangan di wilayah Jawa Timur.

Bukti nyata kesesatan dalam kebijakan ini, setidaknya menjadi warning bersama, bahwa kita masih menghadapi ancaman penghancuran ruang hidup.

Sekali lagi, Jember memiliki sejarah hebat dalam hal mempertahankan ruang hidupnya. Kemenangan-kemenangan yang pernah digaungkan dengan gegap gempita, harus menjadi pakem spirit dalam melahirkan kekuatan baru yang lebih kuat dan solid.

Dalam momentum Hari Lingkungan Hidup kali ini, mari bersama-sama mengultimatum diri sembari merekonstruksi ruh al-jihad. Meyakinkan bahwa perjuangan ini belum berakhir, hingga segala kontrol berada di tangan rakyat dan kedaulatan benar-benar dipegang oleh rakyat.

Mari istiqomah dalam garis perjuangan secara kaffah. Kita saat ini berada dalam keadaan darurat, oleh karenanya kita mesti berjuang bersama-sama dengan sadar dan berani.

Daulat Hijau, Daulat Rakyat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *