Ini Bukan Tulisan Refleksi!: Seruan Solidaritas untuk Warga Bara-Baraya, Geruduk PN Makassar, Lawan Mafia Peradilan dan Setan Tanah
Oleh: Fahri Fajar (Kader FNKSDA Makassar & Anggota Biro Agitasi dan Propaganda)
Penuh sekali peringatan 25 tahun reformasi tahun ini oleh beragam kabar dari tapak dan pergulatan akar rumput yang semakin menderita. Jumlahnya semakin besar menandakan kondisi dalam negeri carut marut belaka. Momentum reformasi yang dulu digadang-gadang meruntuhkan kekuasaan neo liberal di bawah Orde Baru dan menjadi titik tolak baru arah pembangunan negara ternyata tidak berjalan. Pemilu demi pemilu dilangsungkan, kue jabatan dan kekayaan terus dibagi, sorak-sorai pesta demokrasi dirayakan, tetapi krisis demi krisis terus lahir, represi demi represi terus terjadi, konflik dan sengketa terus diproduksi, keadilan tak pasti, dan kebijakan yang tak berpihak kepada kelas pekerja dan kaum miskin terus direproduksi. Inilah memang wajah sebenarnya reformasi kita: reformasi yang tak pernah dapat menumbangkan kapitalisme dan neoliberalisme di depan mata.
Di antara rangkaian peringatan dan refleksi reformasi ini, warga Bara-Baraya tengah berjuang mati-matian melawan setan tanah yang mengancam menggusur mereka. Sengketa Bara-Baraya kini menyisakan satu sidang lagi, yakni sidang putusan yang akan digelar tepat pada tanggal 30 Mei 2023 di Pengadilan Negeri (PN) Makassar esok. Warga Bar-Baraya masih terus menggalang solidaritas antar sesama warga dan juga memperluas solidaritas di berbagai elemen gerakan lain yang ada di kota Makassar.
Aliansi Bara-Baraya bersatu telah mengikuti 16 sidang dari 17 sidang derden verzet atau perlawanan pihak ketiga yang dijadwalkan. Sejauh ini rangkaian sidang berjalan baik. Warga aktif mengawal dengan aksi massa yang diselenggarakan di depan PN Makassar. Namun, menjelang akhir advokasi litigasi ini, aliansi khawatir putusan hakim nantinya yang tidak berpihak kepada warga Bara Baraya. Kekhawatiran itu muncul dikarenakan dua sidang terakhir derden verzet, yaitu sidang kesimpulan saksi, digelar secara e-court (persidangan elektronik).
Warga memiliki pengalaman kelam dalam sidang e-court. Pada tahun 2020, sidang e-court yang dilakukan di pengadilan tinggi Makassar membuat warga kalah di pengadilan tinggi sehingga harus melanjutkan perjuangan dengan mengambil langkah kasasi di Mahkamah Agung. Hasilnya dapat kita tebak, bahwa apa yang kemudian dilakukan oleh warga akhirnya menuai kegagalan. Dari kegagalan di Mahkamah Agung, warga, aliansi, dan kuasa hukum mengambil langkah litigasi yang disebut derden verzet atau perlawanan pihak ketiga, yaitu upaya hukum atas penyitaan milik pihak ketiga. Derden verzet ini akan berakhir di tanggal 30 Mei 2023 nanti.
Situasi warga Bara-Baraya hari ini sedang tidak baik-baik saja. Kasus sengketa tanah warga Bara-Baraya telah berumur kurang lebih 6 tahun lamanya. Warga menghadapi kejenuhan dan kepasrahan dalam perlawanan ini. Semua usaha warga seperti tidak mendapat hasil sebab apapun proses hukum yang ditempuh warga dikalahkan oleh para mafia. Warga tetap merasakan keresahan dan ancaman penggusuran yang akan terjadi. Namun, mereka senantiasa saling menguatkan. Aliansi pun melakukan berbagai upaya baik itu aksi non litigasi dan dukungan emosional kepada warga untuk terus merawat napas dan api perlawanan.
Kini, aliansi dan warga sedang melakukan tekanan terhadap Pengadilan Negeri Makassar. Prioritas utama aliansi dan warga adalah PN Makassar mengganti sidang e-court dengan non e-court. Hal ini mengingat keputusan sidang e-court cukup mengherankan sebab di antara 17 persidangan yang ada dalam derden verzet, mengapa 2 persidangan terakhir itu kemudian dilakukan secara e-court dan persidangan-persidangan sebelumnya dilakukan secara luring? Ini menandakan bahwa Pengadilan Negeri Makassar berupaya untuk mempermainkan putusan sidang nanti.
Aliansi dan warga menginginkan sidang lebih demokratis dan transparan sehingga warga bisa menyaksikan secara langsung persidangan tersebut. Terlebih sidang e-court tidak relevan untuk dilakukan dengan fakta bahwa warga Bara-Baraya adalah warga yang bertempat tinggal di Makassar—bukan di luar Makassar—dan juga pada saat ini pandemi covid-19 telah diputuskan mereda. Sehingga, dalih e-court apapun tidak dapat dijustifikasi.
Praktek-praktek persidangan yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Makassar selama ini layaknya praktek mafia peradilan. Mekanisme industrialisasi hukum yang banyak menguntungkan mereka yang punya modal dan kekuasaan juga menjadi musuh berat perlawanan warga hari ini. Sekali lagi, warga dan Aliansi berharap bahwa sidang e-court tidak dilakukan dan digantikan dengan sidang yang lebih transparan agar bisa disaksikan langsung oleh warga dan juga Aliansi Bara-Baraya Bersatu.
Saat ini, Aliansi Bara-Baraya Bersatu, dimulai dari tanggal 22 Mei 2023, sedang melakukan pendudukan di Pengadilan Negeri Makassar untuk memberikan tekanan terhadap PN Makassar. Kami ingin memberitahukan bahwa warga Bara-Baraya akan tetap bertahan dan berjuang demi mempertahankan tanah yang telah mereka tempati selama puluhan tahun sejak tahun 1960 sampai sekarang. Perjuangan warga Bara-Baraya tak hanya untuk mereka hari ini, tetapi juga nasib anak-cucu dan generasi mereka di masa depan dan keadilan agraria bagi rakyat.
Mari bersolidaritas! Tekan terus PN Makassar agar berpihak kepada warga Bara-Baraya!
Ganyang setan tanah dan mafia peradilan! Keadilan dan kemanangan untuk warga Bara-Baraya!
—
Warga Bara-Baraya dan Aliansi Bara-Baraya Bersatu akan melakukan geruduk PN Makassar untuk mengawal sidang putusan pada Kamis 25 Mei 2023, Senin 29 Mei 2023, dan Selasa 30 Mei 2023. Bagi kawan-kawan yang ingin bersolidaritas dan turut dalam aksi tersebut, sila kontak koordinator aliansi +62 813-4246-0960 (Andarias) untuk bergabung mendukung perjuangan warga Bara-Baraya.
Tanah untuk rakyat!
Daulat hijau,
Daulat rakyat!