Browse By

Pernyataan Sikap Bersama: Hentikan Drop Out pada Mahasiswa UNKHAIR!!!

12 Desember 2019, dengan menimbang Surat Kepolisian Nomor B/52B/XII/2019/Res Ternate Tertanggal 12 Desember 2019 perihal Surat Pemberitahuan. Tanpa alasan yang jelas, Rektor Universitas Khairun (Unkhair) Ternate memberhentikan 4 mahasiswanya dengan tuduhan melakukan perbuatan ketidakpatutan yang mengarah tindakan makar dan mengganggu ketertiban umum.

Keempat mahasiswa tersebut adalah Arbi M. Nur (Mahasiswa Jurusan Kimia, FKIP, Semester XIII), Fahyudi Marsaoly (Mahasiswa Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Semester XI), Ikra Alaktiri (Mahasiswa Jurusan PKN, FKIP, Semester V) dan Fahrul Abdul (Mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Semester XI). Dalam Surat Keputusan (SK) Nomor 1860/UN44/KP/2019 tertera bahwa yang menjadi dasar pemberhentian keempat mahasiswa tersebut adalah unjuk rasa damai “Memperingati 58 Tahun Deklarasi Kemerdekaan Rakyat West Papua” yang dilakukan pada 2 Desember 2019 di depan kampus Universitas Muhammadiyah Ternate.

Tidak ada hubungan hukum yang jelas terkait Surat Kepolisian Nomor B/52B/XII/2019/ dengan Pemberhentian Ke-4 Mahasiswa tersebut, karena isian surat Kepolisian Nomor B/52B/XII/2019/ bukan Surat mentersangkakan atau Surat Perintah Penangkapan tindak makar atau mengganggu ketertiban umum. Pun jika surat tersebut untuk penangkapan atau menjadikan sebagai tersangka tidak lantas Rektor menerbitkan SK. D.O karena seseorang belum bisa dikatakan bersalah tanpa putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, apalagi apa yang dilakukan ke-4 mahasiswa tersebut pada 2 Desember 2019 bukan merupakan tindak pidana melainkan dalam rangka mengekspresikan hak konstitusionalnya yang di jamin negara dalam bentuk unjuk rasa damai/demonstrasi damai memprotes kesewenang-wenangan negara terhadap rakyat Papua. Sehingga tindakan Rektor untuk mengambil Keputusan pemberhentian ke-4 Mahasiswa tersebut janggal dan terkesan dipaksakan.

Isian dari pada protes tersebut bukanlah menjadi persoalan yang mendasar karena unjuk rasa damai/demonstrasi damai apapun bentuknya selama itu dalam lingkup mengekspresikan hak dan tidak mengganggu atau membatasi hak orang lain bukan merupakan sebuah tindak pidana ataupun ketidakpatutan seperti apa yang didalilkan Rektor UNKHAIR. Sebaliknya protes terhadap kesewenang-wenangan negara tersebut merupakan sebuah keharusan dan kampus sebagai wadah yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan seharusnya turut serta dalam mengabarkan pesan-pesan kebenaran bukan menuduh mahasiswanya hendak melakukan tindak pidana.

Surat kepolisian tersebut tidak bisa menjadi dasar karena sifatnya bukan surat penetapan yang memiliki kekuatan mengikat untuk dilaksanakan karena isiannya adalah, tentang pemberitahuan yang dikirim komite aksi yang akan melakukan aksi damai/demonstrasi damai pada tanggal 2 Desember 2019. Surat pemberitahuan dari kepolisian itu sebagai bukti bahwa dalam melaksanakan unjuk rasa damai/demonstrasi damai ke-4 mahasiswa tersebut telah menempuh jalur hukum yang diperintahkan Undang-Undang. Sehingga dasar surat pemberitahuan sebagai alasan menerbitkan SK D.O adalah tidak beralasan menurut hukum.

Rektor UNKHAIR Melampaui Prosedur

Berkaitan dengan diterimanya surat kepolisian Rektor segera tanpa mendengarkan keterangan dari pihak mahasiswa menerbitkan SK. D.O pada tanggal yang sama dengan masuknya surat dari kepolisian. Kalau dilihat dari rentan waktu masuknya surat kepolisian dan terbitan SK. D.O adalah terkesan terburu-buru tanpa pertimbangan Rektor mengeluarkan SK. D.O. Padahal jelas dan terang disebutkan dalam Pasal 74 ayat (1) Peraturan Rektor No. 1714/UN44/KR.06/2017 tentang Peraturan Akademik bahwa tahapan sanksi dimulai dari: (a) teguran lisan, (b) teguran tertulis. Pada ayat (2) disebutkan sanksi akademik berupa: (a) tidak diizinkan mengikuti kegiatan perkuliahan dan kegiatan akademik lain, (b) tidak boleh mengikuti ujian semester, (c) pembatalan mata kuliah tertentu, (d) pembatalan skripsi/tugas akhir dan karya ilmiah lain, (e) diberhentikan sebagai mahasiswa yang menjadi salah satu alasan pelanggaran yang dilakukan ke-4 mahasiswa tersebut. Selain itu menurut kepatutan rektor sebelum mengeluarkan SK. D.O terlebih dahulu memanggil ke-4 mahasiswa tersebut untuk mendengarkan keterangan mereka sehingga keterangan kedua belah pihak dapat menjadi pertimbangan yang objektif bagi rektor untuk mengeluarkan SK. D.O. Ke-4 mahasiswa tersebut bahkan belum pernah dipanggil sama sekali untuk didengarkan keterangannya.

Dalam hal memberikan sanksi, Rektor harus berpedoman pada ketentuan yang diatur dalam Peraturan Akademik. Dalam SK D.O poin C di pokok pertimbangan, rektor menuduh ke-4 mahasiswa tersebut telah melakukan perbuatan yang dilarang dalam ketentuan pasal 32 ayat (4) sehingga dengan demikian sanksi terhadap perbuatan yang diatur dalam pasal 32 ayat (3) Peraturan Akademik harus merujuk pada ketentuan pasal 32 ayat (4), yaitu : “bagi mahasiswa yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan sanksi berupa teguran, diberhentikan sementara pada semester tertentu dan/atau dikeluarkan (putus studi) sebagai mahasiswa Universitas Khairun”. Dalam poin pertimbangannya, SK D.O tersebut merujuk pada ketentuan Pasal 32 ayat (3) tetapi dalam memberikan sanksi Rektor melampaui tahapan-tahapan yang diperintahkan dalam ketentuan pasal 32 ayat (4).

Kebebasan Berekspresi dan Kebebasan Intelektual

Sulitnya mendapatkan hak akan kebebasan untuk berekspresi dalam bentuk protes terhadap negara tidak terlepas dari represifitas negara yang tidak hanya datang dari aparatus kekerasan negara (TNI-Polri) (sekalipun pelanggaran terbanyak dari aparat negara) tetapi sudah menyasar secara luas sampai pada dunia akademik. Padahal dunia akademik sudah seharusnya memberi kebebasan pada setiap individu untuk mengekspresikan minat bakat dan semua hal tentang kemampuan dirinya untuk berbuat bagi kehidupan yang lebih baik.

Dunia akademik melekat padanya kebebasan intelektual yang harus dibuat tumbuh subur pada setiap periodesasi bahkan setiap saat. Tapi represi akademik telah mengubah wajah kampus yang seharusnya ramah pada kritik dan pengungkapan kebenaran ilmiah menjadi otoriter dan sewenang-wenang. Dalam kasus ini, kampus UNKHAIR tidak amanah dalam mewujudkan Tridarma perguruan tinggi, yakni pengabdian terhadap masyarakat. Protes yang dilayangkan ke-4 orang tersebut kepada negara harus dimaknai sebagai pengabdian mereka dalam mengemban pengetahuan yang di dapat, kalau saja Rektor UNKHAIR mau supaya membantah protes tersebut harusnya didiskusikan dalam ruang-ruang keilmiahan, bukan sebaliknya menggunakan kuasa untuk menghantam setiap protes yang dianggap mengancam status quo negara.
Dalam hal ini, sebagai negara yang menjunjung tinggi HAM dan Demokrasi, UNKHAIR sebagai institusi perpanjangan tangan dari negara yang bergerak di bidang akademik memberikan ruang bagi setiap individu/mahasiswa untuk bebas bicara tentang apa saja yang diyakini sebagai kebenaran ilmiah dan ketidaksetujuan setiap orang atas hal tersebut mesti diuji lewat ruang-ruang dialogis yang ilmiah pula. Jika tidak, apapun alasan kita sebagai bangsa Indonesia yang meratifikasi konven tentang HAM, mengamandemen Konstitusi dengan Pasal-Pasal tentang Jaminan HAM dan pelaksanaannya dibuat dalam Undang-Undang untuk menjamin hak orang tidak akan pernah terwujud selama di ruang akademik saja dibatasi orang berbicara dan berekspresi dengan D.O apalagi ruang kita bermasyarakat.

Untuk itu dalam mewujudkan pendidikan yang bersih, mengedepankan kebebasan akademik, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan pemenuhan hak asasi setiap orang dengan pembatasannya adalah hak dan kebebasan orang lain maka segala bentuk tindakan unjuk rasa damai/demonstarsi damai yang dilakukan setiap mahasiswa/orang lain harus dimaknai sebagai ekspresi atas hak yang dilindungi oleh konstitusi dan peraturan perundangan dibawahnya termasuk Statuta UNKHAIR. Sehingga tindakan represifitas dan pengekangan terhadap hak berekspresi harus dijadikan sebagai musuh setiap orang yang menginginkan tegaknya demokrasi dan HAM serta diakui pemberlakuannya.

Berdasarkan uraian di atas, dengan tegas, untuk ruang demokrasi, kebebasan akademik dan juga kebebasan intelektual maka kami menuntut:

  1. Cabut Surat Keputusan Rektor Universitas Khairun (Unkhair) Ternate nomor 1860/UN44/KP/2019
  2. Meminta kepada Menteri dan Kebudayaan RI, Nadiem Anwar Makarim untuk membebastugaskan Rektor Universitas Unkhair karena telah menciderai hak mahasiswa untuk berkumpul, berekspresi dan berpendapat yang dijamin dalam konstitusi
  3. Berikan jaminan kebebasan akademik sesuai dengan amanat konstitusi
  4. Menyerukan dukungan solidaritas untuk kebebasan berpendapat, berkumpul, dan berserikat
  5. Menuntut pertanggungjawaban pihak Universitas Khairun Ternate atas penggunaan kekerasan dalam pembubaran massa aksi Solidaritas Perjuangan Demokrasi Kampus pada Senin, 30 Desember 2019.
  6. Cabut surat edaran Rektor nomor 1913/UN44/RT/2019
    7.Polresta Bandar Lampung dan Polda Lampung, Hentikan Intimidasi dan Teror Terhadap Kampus Beserta Mahasiswa Universitas Malahayati.

Pernyataan Sikap Bersama:

  1. AMP
  2. LSS
  3. Aliansi Pelajar Bandung
  4. Lapak Baca Airnisme
  5. Sukoharjo Melawan Racun
  6. Solo Bergerak
  7. Aksi Kamisan Solo
  8. Front Mahasiswa Nasional (FMN) Surabaya
  9. Surabaya Melawan
  10. LMND DN
  11. Front Mahasiswa Bersatu
    12.Gempar-Mu
  12. Sekolah critis – Mu
  13. FNKSDA
  14. SeBUMI MALUT
  15. PEMBEBASAN
  16. PUSMAT Kota Ternate
  17. KPMG-MU
  18. SRIKANDI TERNATE
  19. SRIKANDI Makassar
  20. PMII Komisariat IAIN Ternate
  21. AKAR(Akademi Kerakyatan) Jakarta
  22. Pangkalan Joger Palu
  23. Solidaritas Perjuangan Mahasiswa untuk Demokrasi (SEMAD – FMK Palu)
  24. LPM Mantra
  25. Study fala kota ternate
  26. Smi cabang ternate
  27. BPD KPR-Mu
  28. Gamhas-Mu
  29. KOMA
  30. HPMD
  31. Kamisan Ternate
  32. LEFT INDONESIA
  33. LPM Kultura
  34. BMI
  35. FOSIS
    38.PPMI DK Makassar
  36. BEM STMIK AKBAR
  37. HIMTI STMIK AKBAR
  38. BMI (Barisan Masyarakat Indonesia) Wilayah Malut
  39. HMTP-UNKHAIR
  40. ALERTA
  41. Federasi Pelajar Ternate
  42. CGMD
  43. KAMAKESA-MALUT
  44. Solidaritas Indonesia
  45. UKSK UPI
  46. Women’s March (WM)
  47. Kolektif Abu Bakar
  48. Kamisan Malang
  49. Aliansi Pelajar Malang
  50. Brawijaya Student Movement
  51. Semar Univ. Indonesia
  52. KMP
  53. Panggung Kamisan FIB
  54. SGBN (Sentral Gerakan Buruh Nasional)
  55. SeOPMI HAL-TIM
  56. Falasany
  57. PB-HIPPMAMORO
  58. HMJ ILMU SEJARAH
  59. PRP (Partai Rakyat Pekerja).
  60. M. Rifaldi Fara
  61. FPM-UBK
  62. Konferderasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI)
  63. Konfederasi Serikat Nasional
  64. Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR).
  65. Solidaritas Perjuangan Parlemen Jalanan (SP2J)
  66. Partai Pembebasan Rakyat (PPR)
  67. Pengurus Wilayah Komunitas Muda Indonesia (PW KAMI Maluku)
  68. Federasi Serikat Buruh Demokratik Kerakyatan (F-SEDAR)
  69. Komunitas Mahasiswa Pro Demokrasi
  70. Partai Pergerakan Mahasiswa UAD Yogyakarta
  71. Kamisan Gorontalo
  72. Cakrawala Mahasiswa Yogya
  73. Perempuan Normarae Palu
  74. HIMA PGSD- UNKHAIR
  75. BPD – KPR SUMUT
  76. BPD – KPR DKI Jakarta
  77. BPD – KPR Sulawesi Selatan
  78. Pergerakan Pelaut Indonesia (PPI)
  79. Kamisan Gorontalo
  80. Study Club Sophia
  81. Bpd- Kpr NTB
  82. BMI Cabang Mataram
  83. Bpd- Kpr jogyakarta
  84. Bpd-Kpr Jawa tengah
  85. himpunan mahasiswa susupu (HIMASU)
  86. FKGMT
  87. GERTAK

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *