Browse By

Siaran Pers: Cabut HGB PT. Semen Gombong! Berikan Pengelolaan Kawasan Karst Gombong untuk Rakyat sebagai Jaminan untuk Kelestarian Alam!

Krisis ekonomi dunia menjadi semakin akut. Ketimpangan ekonomi yang semakin buruk, resesi dunia pasca pandemi, perang Rusia-Ukraina, hingga tindakan Amerika Serikat menaikkan suku bunga The FED membuat ekonomi dunia semakin memburuk. Hal ini menyebabkan negara-negara maju mengalami guncangan hebat secara ekonomi. Demi menyelamatkan bisnis besar korporasi-korporasi besar di dunia, mereka terus berupaya memaksa modal mereka untuk masuk dan diputar di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Betapa tidak, kekayaan alam yang luar biasa dan tenaga kerja melimpah membuat para korporasi tergiur untuk merampas seluruh kekayaan alam.

Disahkannya UU No.11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (Omnibus Law), telah memberikan semua fasilitas pendukung dan kemudahan prosedur bagi korporasi besar untuk menjalankan bisnis mereka di Indonesia. Salah satu dampak buruk dari undang-undang ini adalah rusaknya kelestarian ruang hidup rakyat akibat tindakan rakus korporasi yang hanya memikirkan perutnya sendiri.

Perjuangan masyarakat pegunungan Karst Gombong melalui wadah organisasi Persatuan Rakyat Penyelamat Karst Gombong (PERPAG) pada tahun 2016 berhasil menggagalkan AMDAL PT. Semen Gombong. Dengan gagalnya AMDAL tersebut untuk sementara tanah pegunungan Karst Gombong masih dapat menjadi sumber penampungan air alami bagi kepentingan rakyat di sekitarnya.

Berbagai upaya pecah belah hingga saat ini masih terus berlangsung di masyarakat. Sejak awal PT. Semen Gombong masuk di pegunungan karst Gombong di tahun 1997 keresahan dan ketakutan masyarakat selalu terus menerus hadir. Dimulai dari adanya manipulasi tanda tangan masyarakat yang hadir dalam sosialisasi rencana pertambangan oleh PT. Semen Gombong. Disusul dengan intimidasi yang memaksa warga satu per satu untuk menjual tanahnya. Ditambah lagi proses jual beli yang dimanfaatkan oleh perangkat desa yang korup dengan memotong harga jual enam ribu menjadi seribu lima ratus. Kroni-kroni PT. Semen Gombong pada saat itu juga melakukan praktik manipulasi perampasan tanah modus meminjam SPPT masyarakat dan tiba akhirnya diganti dengan uang ganti rugi.

Menjelang proses pengajuan Amdal di tahun 2016 PT. Semen Gombong juga menggunakan skema pecah belah masyarakat dengan modus ganti rugi tanaman di atas tanah yang telah dibebaskan dengan mengatakan “Ganti rugi akan cair jika izin Amdal telah lolos”,  sehingga menjadikan beberapa orang yang mengharapkan ganti rugi tersebut menjadi pro terhadap PT. Semen Gombong. Proses pecah belah itu ditambah lagi dengan iming-iming bantuan pendidikan dan kesehatan serta janji-janji pekerjaan yang tidak proposional dengan merencanakan 3 tahun masa pendirian pabrik untuk mempekerjakan tenaga kontrak secara bergiliran dari masyarakat yang pro semen. Keresahan lainnya yaitu adanya mafia-mafia tanah yang notabene adalah mantan pejabat PT. Semen Gombong sebelumnya dengan membeli tanah warga secara besar-besaran untuk bisa dijual kembali PT. Semen Gombong dengan harga tinggi,

Dan belum lama ini adanya pengusiran petani penggarap, padahal sebelumnya mereka telah diizinkan oleh PT. Semen Gombong dengan syarat sebelum ditambang, para petani penggarap yang ingin melanjutkan garapannya diharuskan untuk menggunakan sistem tanam kontrak dengan menarik pungutan sebesar 300 ribu per tahunnya. Alasan itu dikatakan perusahaan tidak punya uang untuk membayar pajak, ditambah lagi di saat itu ada sekumpulan kelompok tani bayangan antek-antek PT. Semen Gombong yang sengaja digunakan untuk memecah belah masyarakat.

Dari beberapa keresahan masyarakat yang disebutkan sebenarnya ada ancaman yang jauh lebih massif lagi, yaitu hilangnya mata air sebagai sumber kehidupan masyarakat enam kacamatan di sekitar pegunungan Karst Gombong.

Ancaman Nyata Omnibus Law dan Proyek Strategis Nasional terhadap Kelestarian Karst dan Ekonomi Rakyat di Sekitar Karst Gombong

Pada dasarnya keberadaan PT. Semen Gombong di Kebumen sejak tahun 1996 merupakan konflik agraria berkepanjangan antara korporasi dengan masyarakat yang memanfaatkan dan hidup dari kelestarian ekosistem karst. Penguasaan tanah atas Hak Guna Bangunan (HGB) lah “akar” terakhir PT. Semen Gombong di atas kawasan Karst Gombong. Menurut kami, jika HGB ini tidak dicabut, maka akan menjadi pintu masuk bagi perpanjangan izin usaha pertambangan yang akan merusak kawasan karst dan melahirkan bencana kekeringan. Selain itu, HGB akan berdampak pada aspek ekonomi rakyat, utamanya kaum tani yang menggantungkan dirinya pada tanah karst. Ancaman ini diperkuat dengan adanya Omnibus Law, yang memfasilitasi penguasaan tanah dengan dalih HGB. Pada PP No.18 Tahun 2021, dijelaskan bahwa HGB dapat diberikan selama 30 tahun, perpanjangan 20 tahun, dan pembaruan selama 30 tahun. Total 80 tahun HGB dapat diberikan kepada korporasi. Ditambah lagi, jika HGB telah selesai dan kembali kepada negara, negara dapat memprioritaskan pengelolaan tanah tersebut kepada bekas pengelola HGB selama masih sesuai dengan ketentuan fungsi dan rencana negara. Artinya suatu korporasi dapat menguasai tanah selama ratusan tahun lamanya! Tak berhenti sampai di situ, jika tanah telah bekas HGU atau HGB telah kembali ke negara, negara akan memasukkannya dalam skema Bank Tanah. Badan Bank Tanah sendiri orientasinya adalah mengkonsolidasikan tanah untuk investasi dan pembangunan infrastruktur. Kepentingan reforma agraria hanya 30% dari total tanah yang dikonsolidasi. Artinya, jika masuk ke dalam Bank Tanah, maka jelaslah tanah ex-HGB ini akan diorientasikan untuk investasi!

Ancaman kedua adalah adanya Proyek Strategis Nasional. program PSN yang terdekat di sekitar kawasan Karst Gombong adalah rencana Tol Cilacap – Jogja yang akan melewati Kabupaten Kebumen. Kita tahu bahwa dimana ada rencana pembangunan infrastruktur, pastilah membutuhkan semen sebagai bahan dasar. Atas dasar itu, kami menganggap PSN adalah ancaman karena akan membutuhkan semen dan hal ini akan menarik korporasi-korporasi besar untuk berupaya mendirikan pertambangan untuk semen di Kawasan Karst Gombong.

Dengan demikian, kami melihat bahwa solusi bagi kelestarian Karst Gombong adalah mencabut HGB PT. Semen Gombong dan berikan pegunungan Karst Gombong kepada rakyat. Ini adalah solusi satu-satunya bagi kelestarian pegunungan Karst Gombong. Sebab rakyat yang paling paham cara melestarikannya serta mengambil manfaatnya untuk kehidupan secara berkelanjutan, jika kawasan karst dikelola oleh korporasi, maka korporasi dapat melakukan berbagai cara untuk mengeksploitasi. Hal ini diperkuat dengan telah disahkannya Omnibus Lawdi Indonesia. Kendati izin yang muncul adalah perkebunan, bagi kami tetap akan merugikan rakyat karena menutup akses ekonomi rakyat atas pegunungan karst dan ke depan dapat diubah menjadi izin pertambangan.

PERPAG sendiri telah berupaya melakukan audiensi dengan Kanwil BPN Provinsi Jateng terkait masalah HGB. Dari hasil audiensi, ditemukan bahwa PT. Semen Gombong memang berencana memperpanjang HGB, dengan dalih akan mengalihkan izinnya dari pertambangan menjadi perkebunan sesuai peraturan tata ruang. Selain itu, pihak BPN terkesan berbelit-belit dan mengulur-ulur waktu dalam penyelesaian masalah ini. BPN justru menyarankan upaya untuk penelitian lahan HGB yang perlu memakan waktu hingga bertahun-tahun. Kami melihat semua hal ini adalah upaya dalam rangka mensukseskan perpanjangan izin PT.Semen Gombong di atas tanah Karst Gombong.

Selain data tersebut, kami sendiri mengalami betapa keras kepalanya pejabat negara untuk melepaskan tanah HGB PT.Semen Gombong ini kepada rakyat. Kami diminta oleh BPN Provinsi Jawa Tengah mengikuti jalur berbelit, panjang, tanpa kepastian dalam proses pencabutan HGB ini. Hal ini menunjukkan program Reforma Agraria Jokowi bukanlah reforma agraria sejati, melainkan reforma agraria palsu yang dilakukan bukan untuk menghilangkan ketimpangan tanah yang ada. Jika tanah-tanah yang disasar adalah tanah yang dikelola penguasa, maka tidak akan dibiarkan begitu saja diberikan kepada rakyat. Padahal kita tahu bahwa terjadinya ketimpangan pengelolaan tanah akibat penguasaan tanah skala besar yang dilakukan oleh korporasi besar dan penguasa!

Dengan dasar ini, kami Masyarakat sekitar pegunungan Karst Gombong dalam organisasi PERPAG menyatakan tuntutannya:

  1. Cabut HGB PT. Semen Gombong!
  2. Berikan pengelolaan kawasan Karst Gombong untuk rakyat sebagai jaminan pelestarian kawasan Karst Gombong!
  3. Menuntut Jokowi sesegera mungkin untuk menjalankan reforma agraria di kawasan HGB PT. Semen Gombong demi kelestarian kawasan Karst Gombong dan kesejahteraan rakyat!

Gombong , 25 September 2022

Persatuan Rakyat Penyelamat Karst Gombong (PERPAG)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *