Browse By

Tanah Paseban Adalah Amanah Allah

Nurul Mahmuda H (FNKSDA Jember)

Aksi tolak tambang pasir besi

Persoalan lingkungan di pesisir selatan Jawa cukup kompleks. Potensi sumber daya alam, keanekaragaman hayati, hingga topografi struktur wilayah pesisir menjadi primadona tersendiri bagi masyarakat. Terutama masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir. Salah satunya adalah pesisir yang terletak di Desa Paseban, Kecamatan Kencong, Kabupaten Jember. Pesisir Paseban merupakan medan pergolakan dari perjuangan rakyat Paseban yang konsisten menolak hadirnya tambang pasir besi dan eksploitasi pesisir bentuk apapun sejak dekade bertahun-tahun silam.”

Rentang panjang perlawanan ini menjadi satu fenomena tersendiri di tengah menggilanya hasrat rezim ekstraktif yang bergerak beriringan dengan meningkatnya bias ketimpangan sosial, budaya bahkan ekonomi kita hari ini. Kita semua sadar, jika kesadaran akan pentingnya hubungan manusia dengan alam ini menghilang dari pola pikir manusia, maka hanya akan melahirkan pola pikir antroposentris yang cenderung memanfaatkan alam sebagai obyek untuk memenuhi kebutuhan manusia semata. Pola pikir demikian akan menimbulkan sifat egosentris dari manusia itu sendiri dalam hal pemenuhan kebutuhan tanpa memikirkan degradasi ekologis yang kian hari semakin mengerikan.
 
Di sisi lain, sebagai manusia seharusnya terhenyak dengan kenyataan bahwa keberadaan sumber daya alam yang melimpah disekitar rumah bukanlah hanya menjadi sebuah pemandangan saja apalagi memandang alam dari sisi ekonomi. Judi Bari dalam artikelnya berprinsip di mana alam tidak tercipta untuk manusia, dan justru manusia merupakan bagian dari alam. Maka sangat naif rasanya jika keberadaan alam yang berkaitan erat dengan kehidupan sehari–hari ini dirampas dan direnggut kelestariannya hanya demi keserakahan meraup keuntungan material belaka, mengeksploitasi alam tanpa memperhatikan warisan alam yang menjadi hak regenerasi manusia yakni anak cucu, dan cenderung mengabaikan pesan–pesan Allah Swt untuk melindungi kelestarian alam hanya demi mendapat pundi–pundi uang yang bersifat sementara.

Agama Melarang Merusak Alam

Al Qur’an Surat Ar-Ruum (31): 41
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

Allah yang Maha Pemurah, tidak menyukai kebinasaan, dan Allah juga melarang umat Islam yang mukmin berbuat kerusakan di atas muka bumi. Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan, sedangkan orang-orang yang berbuat kerusakan itu seperti layaknya orang-orang Yahudi. 

Meski sadar bahwa agama melarang kerusakan alam, namun bagi sebagian manusia mereka tetap memaksakan melakukan upaya perusakan terhadap alam, terbukti di Desa Paseban yang memiliki kandungan pasir besi yang melimpah ini justru dimanfaatkan atas nama kepentingan pemodal dan investasi yang kemudian hanya akan dinikmati oleh segelintir manusia serakah tanpa memperhatikan keseimbangan ekosistem dan keberadaan masyarakat setempat yang menggantungkan sumber kehidupannya pada hasil alam seperti pertanian dan nelayan. Hal tersebut, akan menimbulkan masalah baru yakni musnahnya gumuk dari topografi khas pesisir, kerusakan permanen pada bekas areal yang ditambang, banjir rob sehingga menimbulkan kerentanan dan resiko tinggi terhadap ancaman bencana alam.

Sebagai manusia yang beragama nampaknya masih belum mampu menginternalisasi nilai-nilai luhur yang lebih ramah terhadap alam dan sangat jarang memperhatikan bahwa kelestarian lingkungan merupakan pesan luhur Al-Qur’an pun manusia juga tak pernah berpikir bahwa menghancurkan alam sama halnya dengan menghancurkan sesama manusia, ini merupakan siklus dan ketergantungan antara manusia, tumbuhan, hewan, dan alam. 

Terputusnya salah satu mata rantai dari sistem tersebut akan mengakibatkan gangguan dalam kehidupan. Oleh karena itu, upaya untuk melestarikan dan menjaga keutuhan lingkungan merupakan hal mutlak dalam rangka memelihara kelangsungan hidup.

Paseban dan Pesan Alam

Sekian tahun lamanya, warga Paseban selalu dihantui oleh perilaku perusak alam, desas-desus tambang, teror bahkan ancaman seolah menjadi kekhawatiran yang termaklumi. Publik jember pun seakan–akan tak peduli dengan apa yang sudah dan akan terjadi di Paseban. Semuanya terjebak dalam gemilang kekayaan alam yang melimpah hingga lupa atau bahkan tidak tahu menahu bahwa keberadaan warga Paseban kini terancam oleh kebiadaban perusahaan tambang. 

Beberapa media sedang gencar mempromosikan potensi alam yang terkandung di tanah Paseban ini mampu meningkatkan kesejahteraan yang sudah di depan mata, mengiming-imingi peluang pekerjaan, dan segala lini usaha akan terbuka lebar untuk warga Paseban jika perusahaan tambang bisa beroperasi di tanah Paseban. Beberapa pemegang kepentingan pemodal mengumbar cerita bahwa warga Paseban kurang memahami betul tentang aktivitas pertambangan pasir besi, termasuk proses reklamasi dari aspek geografis pasca penambangan dilakukan dan juga akan membangun dermaga samudra dan sialnya mereka mengklaim semua bentuk perijinannya legal dan direstui oleh pemerintah. 

Namun semua itu hanyalah bual belaka dan sejatinya kedaulatan penuh jatuh kepada rakyat dan kali ini warga Paseban tidak menghendaki akan semua bualan mereka atas bentuk apapun terhadap prosesi pertambangan, warga Paseban menolak mutlak tanpa syarat.

Pesan alam tanah Paseban menjadi catatan sejarah, tahun 2004 tsunami menghantam ketenangan desa, gumuk dan gundukan pasir menjadi penyelamat satu–satunya tameng dari adanya hantaman tsumani tersebut. Kekhawatiran akan dampak tambang pasir besi akan menghilangkan gundukan pasir dan daya rusak akan mengancam lahan pertanian, termasuk menggangu mata pencaharian nelayan, air laut akan mengancam kehidupan biota laut seperti penyu dan tentunya akan merubah ekosistem laut maupun darat. 

Di dalam amanah Tuhan, alam menjadi satu titipan yang sangat diperhatikan keberadaannya oleh tuhan, kesadaran dan pengetahuan manusia akan keberadaan alam menjadi tolok ukur utama bagi keberlangsungan kehidupan manusia di dunia, meminjam dawuh Gus Muhammad Al Fayyadl, beliau mengatakan, segala sesuatu yang terkandung di bumi Saestu adalah titipan, bukan milik manusia melainkan milik Tuhan semata, dan seharusnya selaku manusia wajib hukumnya menjaga titipan (amanah) Tuhan, agar bisa terus menghidupi generasi berikutnya.
 
Shadaqallahul ‘Adzim’

Editor: Haq (Agitprop/prob)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *