Browse By

Tegakan Kedaulatan Petani FNKSDA Adakan Pesantren Agraria

Reporter: Siti Rohmah

KENDAL, Front Nahdliyyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA) Komite Daerah Semarang adakan Pesantren Agraria (PA) dengan tema menegakan kedaulatan petani atas ruang hidup di desa Surokonto Wetan, Kecamatan Pageruyung, Kabupaten Kendal. Acara PA berlangsung selama 3 hari, mulai tanggal 4 sampai 6 oktober.

Acara tersebut terdiri dari 29 peserta yang berasal dari berbagai kota diantaranya kota Semarang, Yogyakarta, Salatiga hingga Surabaya. Jumat, (4/10).

Ketua FNKSDA komite nasional, Roy Murtadho, mengatakan bahwa, Ahlusunnah Waljamah (Aswaja) harus menjadi pelopor perlawanan karena di dalamnya ada sebuah konsepsi yang menjadi landasan yaitu tasamuh, tawazun, tawassuth, dan i’tidal.

“Dalam Aswaja kita mengenal lima pilar atau asas yaitu, tasamuh, tawazun, tawassuth dan i’tidalah. Dimana i’tidal atau berdiri tegak dan itu harus menjadi tameng utama, dari sinilah visi utama perlawanan aswaja terhadap penindasan, keempat prinsip tadi mengandaikan sinergi satu sama lain jika tidak, maka mustahil kita bisa bertindak moderat.” katanya saat menjadi pemateri pertama Pesantren Agraria FNKSDA.

Acara berikutnya, dilanjut dengan materi Kedaulatan Ekonomi yang disampaikan oleh Dwi Cipta. Materi tersebut, membeberkan konteks kooperasi sebagai anti tesis terhadap moda ekonomi kapitalisme. Termasuk, dalam konteks kelebihan dan kekurangan sistem alternatif kooperasi dalam konteks hari ini.

“Sebelum lebih jauh berbicara solusi, maka hal yang pertama dan laling utama adalah mengetahui kedaulatan ekonomi, siapa kita dan keluarga kita jika dilihat melalui kacamata ekonomi,” Katanya mengawali materi.

Kemudian sore harinya, materi berikutnya disampaikan oleh Hasan Malawi dengan tema Fiqih Agraria. Materi tersebut berisi penjelasan teologi dan fiqh dari korpus keislaman dalam melihat ragam bentuk persoalan agraria. Terutama persoalan agraria yang dalam banyak kasus, memposisikan basis nahdliyin ‘vis-à-vis’ dengan ragam-rupa kapitalisme.

“Setiap tindakan sejatinya sudah diatur dan memiliki landasan dalam Islam, begitupun dengan persoalan Agraria juga memiliki landasannya. Dalam Ushul fiqih kita mengenal maslahah mursalah dimana dalam suatu hal kita harus mengutamakan yang besar manfaatnya. Begitupun dalam Fiqih Agraria.” Tutupnya mengakhiri materi dihari pertama.

Mengawali pagi hari kedua, materi pertama disampaikan oleh M. Azka Fahriza dengan tema Analisis Ekopol dan Kapitalisme. Materi tersebut memaparkan ekonomi politik (ekopol) sebagai alat untuk menganalisis kondisi sosial masyarakat. Lebih spesifik, masyarakat hari ini yang berada di bawah cengkraman moda produksi kapitalisme.

“Coba analisis mungkin anda atau keluarga Anda termasuk ke dalam kategori kapatalis”. Candanya meangakhiri materi siang itu, Sabtu (5/10)

Malam harinya, materi disampaikan oleh Kiyai Nur Aziz dengan Konflik Agraria di Surokonto Wetan. Materi tersebut menjelaskan konflik agraria yang berlangsung di Surokonto Wetan. Materi ini dikhususkan untuk meninjau langsung persoalan agraria dengan satu studi kasus yang spesifik.

“Sebenarnya, saya sudah bosan bercerita tentang konflik Surokonto wetan, namun karena diminta menceritakan kembali saya harus bercerita. Jadi jika ada yang kurang jelas silakan bertanya.” Katanya, mengakhiri cerita kepada peserta FNKSDA.

Materi berikutnya bertema Riset dan Perubahan Sosial yang disampaikan oleh In’amul Mushoffa. Materi ini berisi penjelasan metodologi riset untuk perubahan sosial. Dalam hal ini, mencakup desain riset dan ilmu pengetahuan yang secara sadar didesain untuk berpihak kepada kaum mustadafin.

Setelahnya peserta diajak untuk Menyusun data lapangan. Materi ini bertujuan untuk memberikan gambaran bagaimana menyusun data lapangan yang sistematis, menarik, dan kuat secara ilmu pengetahuan.

“Dalam menindaklanjuti masalah, maka dibutuhkan riset yang dalam kemudian data riset tersebut disusun dengan rapi agar hipotesis kalian tidak keliruh. Untuk itu dalam menyelesaikan persoalan agreria perlu dilakukan riset yang matang,” imbauhnya saat mengakhiri materi sore itu.

Di hari ketiga, peserta diminta untuk terjun lapangan dan melakukan observasi terkait masalah yang terjadi di desa Surokonto. Setelah melakukan observasi peserta diberi materi tentang Fiqih dan Agraria.

Sekretaris FNKSDA komite Semarang, Umi Ma’rufai menjelaskan bahwa proses berkelindannya ketidakadilan dan penindasan, sebagai syarat keberlangsungan moda produksi kapitalisme dengan relasi kuasa berbasis gender. Singkatnya, relasi produksi kapitalisme pada dasarnya semakin mempertajam relasi kuasa gender yang telah timpang.

“Perlu digarisbawahi bahwa Jika kita melihat fenomena perempuan petani itu melalui metode penyelidikan Marx ala Gimenez, kemiskinan yang terjadi pada perempuan petani itu diabstraksikan dalam struktur korporasi-rakyat bukan relasi patriarki. Dalam abstraksi ini identitas gender menjadi tersembunyi di dalam struktur relasi produksi tersebut. Penyembunyian ini bukan berarti menghilangkan fenomena sosial, tetapi mengikuti hukum-hukum ilmiah, di mana Marx hanya menangkup sebuah momen umum dari kompleksitas fenomena yang terlihat, yaitu momen corak produksi.” Katanya saat menjadi pemateri tentang Gender dan Agraria, Minggu (6/10).

Materi terakhir yang disampaikan oleh Muslich, yaitu tentang pengorganisasian. Materi ini khusus menceritakan pengalaman dari proses pengorganisiran akar rumput. Lebih khusus, menceritakan ragam cara yang dapat ditempuh seperti melalui seni, kajian, dan lain-lain.

“Organisasi merupakan wadah dan sarana dalam mencapai tujuan bersama, untuk itu dibutuhkan rasa kekompakan dan solidaritas tinggi didalamnya, karena organisasi adalah akar dari perubahan menjadi lebih baik.” Tutupnya mengakhiri materi sore hari itu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *