“TERUSIR” KARENA GSM: Catatan kecil sebuah perjuangan kemanusiaan dan gerakan ekologi
Oleh Lie Jelivan MSF
Kemenangan tak jauh dari rakyat yang ditindas dan tertindas…..
Bina Insan adalah ruang kami berkisah. Bina Insan adalah panggung kami mengekspresikan ide, gagasan dan perlawanan kami. Bina Insan adalah ruang kami berjumpa dalam perbedaan, merajut tali silaturahmi dalam keragaman.
Bina Insan, sebuah lembaga Katolik sejak 2008 hingga 2012 menjadi salah satu ruang berceritera sekelompok pejuang kemanusiaan yang peduli terhadap kotanya yang tak lagi ramah dengan lingkungan, akan ekologinya yang tak lagi memberikan harapan hidup bagi warganya akibat rakusnya usaha pertambangan yang berperisaikan kekuatan penguasa: Kementrian Lingkungan Hidup, Kementrian ESDM, DPRD Kota Samarinda, Pemkot Samarinda dan Gubernur Kaltim dan terhadap warganya yang harus mengais rejeki di tengah bencana pencemaran sungai, tanah, dan udara oleh karena kelalaian penguasa di dalam pengawasan dan perijinan usaha pertambangan.
Bina Insan waktu itu (2008-2012) adalah ruang pergerakan, kampus ekologi, dunia perjuangan memanusiakan manusia dan memulihkan keutuhan ciptaan, dan kemudian menjadi saksi sejarah deklarasi, perjalanan dan perjuangan Gerakan Samarinda Menggugat (GSM), sebuah Gerakan Warga Negara melalui jalur hukum di Pengadilan Negeri Samarinda melawan dalam menggugat para pemangku kebijakan. Sebuah spanduk besar bertuliskan Posko GSM terbentang menghiasi wajah Bina Insan.
Bina Insan, menjadi ruang perjuangan namun juga menyisahkan anamnesis perjuangan, kebangkitan warga korban yang menyulut bara tak letih untuk berjuang. Bina Insan-pun menjadi saksi bisu kepergian kami meninggalkan rahimnya yang setiap saat kami suap dengan ide, gagasan, dan rajutan pergerakan perjuangan kemanusiaan, hingga sebuah episode waktu bersejarah dalam gerak perjuangan GSM: 21 Januari 2012 adalah waktu di mana suara deklarasi GSM dikumandangan, diwarnai oleh pemutaran film, diskusi, pembacaan puisi, dan penandatanganan dukungan.
Dua truk Satpol PP waktu itu….GSM “Terusir”
Deklarasi GSM melalui gugatan Citizen Lawsuit di Bina Insan yang sekaligus menjadi salah satu posko GSM, rupanya membuat Wali Kota naik darah, marah dan ciut. Dua Minggu setelah deklarasi, aku ditelpon oleh pengurus Bina Insan. “Pastor Kopong, katanya kalian dari Forum Pelangi menggugat Wali Kota yah?” Iya betul, jawabku. Sekarang ini juga jangan lagi diskusi di Bina Insan dan segera buka spanduk bertuliskan Posko GSM yang dipasang pada pagar Bina Insan ini. Gara-gara Bina Insan dipakai untuk deklarasi dan diskusi serta posko GSM, Wali Kota marah dah menanyakan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) baru di lingkungan Bina Insan ini, karena mengira Bina Insan juga mendukung untuk menggugat dia, jelas sang petugas. Baik, aku segera meluncur dan membuka spanduk itu.
Bagi saya, sebuah perjuangan tidak terikat ruang dan waktu. Maka segera gereja St. Lukas menjadi posko berikutnya. Saya baru tahu bahwa bangunan yang sedang dibangun di Bina Insan itu diberi ijin secara lisan oleh Wali Kota karena terpilihanya menjadi Wali Kota tidak terlepas dari peran kaum awam di lingkungan Gereja. Maka sebagai “imbalan” Wali Kota mengijinkan untuk membangun sambil mengurus IMB belakangan. Namun sebelum semuanya selesai dibangun, dua truk satpol PP datang dan langsung menanyakan IMB. Alasannya, karena Bina Insan dijadikan Posko GSM. Karena kedatangan satpol PP, GSM pun terusir dari panggung awal deklarasi komitmen perjuangan bersama.
“Terusir” dari Bina Insan tidak menyurutkan semangat dan mengendurkan langkah juang kami. Taman Bercerita di depan trotoar Balai Kota menjadi ruang diskusi kami bersama warga. Lantai tiga Plaza Mulia kami jadikan panggung kampanye perjuangan.
Langkah kami tak kenal letih dan akal kami tak pernah kosong oleh ragam ide. Aneka suara-suara sumbangpun menghampiri telingaku berceloteh; Pastor…percuma menggugat para penguasa. Mereka punya uang untuk membayar hakim. Sia-sia menggugat mereka, toh pasti Pastor dan teman-teman kalah juga. Mendingan di gereja aja Pastor. Tidak usah macam-macamlah Pastor. Gara-gara Pastor protes tambang bahkan pakai acara menggugat segala, lihat tuch beberapa umat yang kerja ditambang pada anti dengan Pastor. Jadinya Pastor anti tambang, umat anti Pastor.
Celoteh tak bernada itu bagiku bukan halangan, pula bukan aral melintang. Tapi adalah nafas perjuangan yang menyemangatiku. Tak ada umat yang turun bersamaku. Hanya sebagian kecil OMK yang turun masuk dalam ruang gerakan, mengambil inisiatif dalam satu PARTISIPASI SOLIDARITAS. Saya bisa memahami, kenapa sebagian besar umat tak ada yang mau ikut. Sibuk jadi alasan, juga rasa pesimis terhadap dunia penegakan hukum yang selalu pro pada kekuasaan dan uang membuat mereka merasa sia-sia untuk berjuang bersama.
Semuanya itu menjadi warna sekaligus dinamika perjuangan. Bukan aku, bukan siapa tapi Allah sendiri yang berjuang melalui rakyat tertindas warga Makroman, Rimbawan, Sambutan dan Samarinda. Dua setengah tahun meniti ziarah juang, tak luput dari sms ancaman maupun bahasa pesimis menjadi peneguh langkah juang bahwa kami harus memenangkan pertandingan hingga garis finish (bdk. 2Tim 4:7).
25 Juni 2013 menjadi sejarah pertama di Indonesia. Koalisi LSM bersama warga Samarinda dalam GSM menorehkah tinta emas sejarah perjuangan di bumi Etam dan di Indonesia melalui Gugatan Citizen Lawsuit (CLS) di bidang lingkungan dan perubahan iklim. Sekitar 26 kali bertarung argumentasi, bukti, fakta, dan kesaksian para saksi ahli di ruang sidang Pengadilan Negeri Samarinda, sebuah keputusanpun harus diambil pada tanggal 16 Juli 2014.
Ketukan palu hakim pengadilan yang menyatakan bahwa pihak tergugat (Wali Kota Samarinda, Gubernur Kaltim, DPRD kota Samarinda, K-LH dan K-SDM) telah terbukti melakukan perbuatan melawan hukum dan lalai dalam pengawasan usaha pertambangan menjadi KEMENANGAN, KEADILAN BAGI WARGA SAMARINDA YANG TELAH BOSAN DAN MUAK DENGAN DEBU, BANJIR DAN PERTAMBANGAN. Nyawa delapan anak yang menjadi korban di lubang pertambangan boleh tenang dan bersukacita menyambut kemenangan gugatan GSM.
16 Juli 2014, adalah sejarah kemenangan namun juga sejarah dan langkah baru untuk mengawal pelaksanaan keputusan pengadilan yang diwajibkan kepada pihak tergugat untuk segera dilaksanakan, yaitu:
1. Merumuskan kembali kebijakan pertambangan,
2. Melakukan evaluasi terhadap ijin usaha pertambangan,
3. Mengawasi pelaksanaan usaha pertambangan,
4. Mengawasi pelaksanaan reklamasi,
5. Mengawasi terjadinya ancaman pencemaran; dan
6. Pihak tergugat dikenai denda biaya sidang sebesar Rp.1.700.000,
Tak ada bahasa sukacita yang bisa ku lukiskan. Tak ada sorai kegirangan yang bisa kupekikkan. Hanya satu bahasa iman seperti setiap kali kulantunkan dalam doaku setiap kali menghadiri sidang maupun aksi jalanan; INI ADALAH PERJUANGANMU TUHAN. KEMENANGAN JUGA ADALAH KEMENANGANMU TUHAN.
Meski terusir karena perjuangan GSM, meski celoteh sumbang berlagu pesimis, dan ancaman menghiasi inbox hp-ku ini, kemenangan hari ini bukan kemenanganku, tapi kemenangan warga yang tertindas. Bagiku yang tertindas, tidak selamanya tertindas karena perjuangan kami, kami yakini adalah perjuangan Allah sendiri sehingga keadilan, kebenaran dan kemenangan hari ini adalah keadilan, kebenaran dan kemenangan Allah bagi warga tertindas.
Terusir karena GSM, kini MENANG KARENA GSM PULA. SEBUAH KADO TERINDAH DI HARI ULANG TAHUNKU…TERIMA KASIH TUHAN. TERIMA KASIH SAHABAT, TERIMA KASIH WARGAKU.
Untukmu Yang Tak Letih Berjuang
GSM dalam Kisah Perjuangan: 16 Juli 2014