Zakat Fitrah dan Pesan Hari Raya Idul Fitri
Muhammad Al-Fayyadl (Komite Nasional FNKSDA)
Zakat Fitrah memiliki pesan: kemenangan di Hari Raya Idul Fitri secara konkret dan material berarti kecukupan setiap manusia dan kelompok masyarakat memenuhi kebutuhan pokoknya untuk makan. Jangan sampai ada yang lapar dan kelaparan.
Tak ada kemenangan jika masih ada kelaparan di muka bumi.
Problemnya, kita hidup di dalam sistem di mana kelaparan dan kekurangan diciptakan oleh terjadinya perampasan sarana-sarana produksi, seperti tanah dan sumber daya alam.
Sehari orang boleh cukup, tapi esok atau minggu depannya, dia bisa kebingungan makan apa. Makanan jadi komoditas, dan untuk memperoleh beras standar, orang dibuat harus membeli. Mereka yang mampu makan dari hasil menanam sendiri semakin sedikit.
Maka, para kapitalis pertanian membuat komodifikasi pangan itu terus berlangsung agar orang terus membeli dan membeli makanan pokoknya, tidak berswadaya dan berdaulat. Meski harga dapat menjadi murah atau dikendalikan, pangan tetap dalam kungkungan sistem pasar.
Kelas kapitalis dan negara borjuis berkepentingan mengamankan “harga pasar” ini agar tak terjadi gejolak politis — itu persis yang dilakukan pemerintahan Jokowi sepanjang Lebaran ini — tapi di sisi lain, tetap membuat pangan berkualitas tak sepenuhnya terakses kecuali lewat sistem pasar, terutama oleh rakyat miskin (penerima raskin berkualitas buruk dan tak layak konsumsi).
Kita patut bertanya: apakah model pengumpulan dan penyaluran Zakat Fitrah yang berlangsung selama ini sudah menjamin kecukupan itu sepanjang tahun? Atau minimal sepanjang bulan Syawal, bulan Kemenangan? Atau menjamin hanya untuk sehari saja?
Betapa minimalisnya jika hanya sehari. Dan betapa luputnya kita menangkap pesan Zakat Fitrah jika membatasi jaminan kecukupan pangan bagi semua orang hanya untuk sehari saja, meski secara normatif-fiqhiyah begitu ketentuannya.
Zakat Fitrah adalah formula yang potensial untuk meredam komodifikasi pangan, otomatis memotong salah satu “rukun” kapitalisme agraria. Asal formula ini dikembangkan dan dibaca dalam keterkaitannya yang inheren dengan kapitalisme.
Selamat Hari Kemenangan, wahai kaum yang berlapar. Hari ini, berkat Zakat Fitrah, engkau tak perlu risau dengan makananmu 1-2 hari ke depan. Selamat Hari Kemenangan, wahai jiwa-jiwa yang mau berbagi untuk kaum yang dibuat lapar.