Catatan Munas II Semarang FNKSDA: Hari Pertama “Diskusi Panel dan Debat Umum”
Munas ke II Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA) bertema “Menegakkan Daulat Rakyat dalam Perjuangan Agraria, Demokrasi, dan Anti-Kapitalisme di Indonesia,” berhasil dilaksanakan selama tiga hari di Pondok Pesantren Al-Itqon Wathaniyah, Tlogosari Wetan, Semarang. Munas ini diikuti oleh perwakilan Komite Daerah yang tersebar di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Kalimantan Timur. Selain itu juga ada juga perwakilan dari daerah Komite Persiapan Daerah Ternate dan Sulawesi Selatan.
Munas ke II ini juga mengundang gerakan rakyat jaringan, akademisi dan perwakilan dari PBNU. Acara yang diselenggarakan selama tiga hari memiliki beberapa rangkaian, hari pertama dimulai dengan pembukaan, lalu dilanjutkan dengan diskusi panel dan debat umum. Pada acara debat umum, terdapat dua sesi dibagi atas dua tema yang berbeda.
Tema awal mengusung tentang “Setelah Perpres Reforma Agraria, Lalu Apa? Refleksi Menuju Gerakan Agraria dan Rakyat Berlawan 2020.” Pada pembahasan tema awal terdapat tiga sub-tema panel.
Panel pertama dibawakan oleh Laksmi Savitri membahas terkait Agenda Reforma Agraria dan Kedaulatan SDA pasca-Perpres Reforma Agraria, yang mengupas tentang diskursus reforma agraria yang direlasikan dengan konteks terkini. Selain itu Laksmi juga mencoba membongkar, relasi kapitalisme dan neoliberalisme dengan diskursus reforma agraria, sehingga situasi dan kondisi terkini semakin menunjukan kompleksitasnya.
Panel kedua, dibawakan oleh Eko Cahyono dengan menyampaikan materi berjudul Gerakan Agraria dan Rakyat Berlawan menuju 2020 dan Agenda Pelampauan Neoliberalisme. Dalam panel ini Eko Cahyono, mencoba mengajak peserta diskusi untuk melihat ulang makna reforma agraria. Apakah reforma agraria bisa dijalankan sebagaimana marwahnya, sehingga tidak ada lagi reduksi atas makna reforma agraria yang sering salah kaprah. Sejauh materi Eko lebih menjelaskan strategi dan bagaimana membangun secara kritis gerakan agraria yang relevan dengan substansi juang.
Panel ketiga dibawakan oleh Muhammad Bisri dari Surokonto Wetan, beliah menyampaikan tentang kesaksian di medan juang. Bisri menceritakan terkait perjuangan warga Surokonto Wetan yang dikriminalisasi oleh Perhutani, dengan jeratan undang-undang P3H. Menurutnya tanah yang diklaim Perhutani tersebut, merupakan hasil tukar guling dengan Semen Indonesia di Rembang. Sebelumnya tanah begas HGU Perkebunan PT. Wringinsari tersebut sejak 1960 (tercatat resmi 1970) sudah dikelola oleh rakyat. Posis wilayah kelola tersebut berada di dekat desa, di sana juga terdapat makam leluhur. Namun, hal tersebut diabaikan, warga yang melawan akhirnya dikriminalisasikan. Kyai Imam Aziz dan dua rekannya, sekarang dipenjara. Bisri juga mengungkapkan ketakutannya ketika melawan, pada akhirnya akan dikriminalisasi, serta negara dalam konteks dijalankan pemerintah telah abai dengan hak rakyat. Tanah yang dikelola turun temurun tak diakui, kriminalisasi mengancam setiap waktu saat berjuang.
Diskusi panel dan debat umum kemudian dilanjutkan ke sesi kedua, yang membahas terkait “Tantangan FNKSDA sebagai Gerakan dan Aktor Agraria: Positioning vis-à-vis Negara, NU, Nahdliyin, Populisme Islam, dan Publik Milenial.”
Di dalam diskusi panel ini mengusung tiga sub-tema. Pada sesi awal mengusung terkait gerakan FNKSDA sebagai vis-à-vis Negara, NU, dan Islam Populis, yang disampaikan oleh KH. Imam Aziz sebagai salah satu Ketua dalam Pengurus Besar NU. Pada sub-tema ini lebih membahas FNKSDA sebagai salah satu wadah kultural NU progresif, yang konsen di bidang kedaulatan Sumber Daya Alam, baik daulat atas akses, tata kelolanya, dan kelestarian lingkungan hidup. Selain itu warga NU yang hampir 40 juta, menjadi saksi nyata dan korban atas berbagi konflik perampasan ruang hidup.
Kemudian, sub-tema selanjutnya ialah FNKSDA dan Tantangan Dakwah Agraria terhadap Nahdliyin dan Publik Milenial. Pada diskusi ini dipandu oleh Savic Ali direktur NU Online. Savic lebih menekankan pentingnya perang wacana digital, dengan memanfaatkan platform yang tersedia. Misal tulisan yang benar-benar mendalam guna menceritakan terkait perjuangan rakyat. Memanfaatkan web dan media sosial untuk menyebarkan gagasan. Dengan tema yang sesuai, penyampaian ringan namun substansial, akan lebih membantu gerakan dalam mentransmisikan informasinya secara masif.
Dan panel terakhir disampaikan oleh perwakilan dari Warga Tambakrejo Semarang, yang mengisahkan perlawanan mereka terhadap wacana penggusuran kampung Tambakrejo. Mereka terancam tergusur dari tanah leluhurnya, atas nama kepentingan umum yang sebenarnya patut dikritisi signifikansinya.